*Pov Laven*
"Fire Style : Great Majority Flame."
Sebuah api yang menjulang tinggi menutupi tubuh Ryuuji sepenuhnya. Apa yang dia lakukan?! Apa dia berencana bunuh diri?
Sial! Karena dari tadi aku terkena jebakannya, darahku terus mengalir di lenganku. Dan akibatnya aku membuatnya bebas melakukan aktivasi sihirnya.
Aku menekan luka di lengan kananku dengan tangan kiriku. Aku tidak tahu apa yang dilakukan Ryuuji tapi aku cepat-cepat menutup lukaku dengan robekan bajuku. Sial! Ini gawat!
"Hydro Mimic : Eternity Wave!"
Apa ini?
Apa ini benar-benar kemampuan dari petualang kelas rendah?
Tanpa kusadari kedua buah elemen sihir itu bertabrakan, lalu dengan cepat membuat ledakan asap.
Aku segera menghalangi mataku dengan tanganku. Setelah aku membuka mataku kembali, seluruh area ini telah ditutup kabut yang sangat tebal.
Apa ini jangan-jangan rencana mereka?
Sial!!
Sambil mengencangkan kain yang kuikat di lengan kananku, aku dengan cepat menjauh dari mereka.
Tapi aku merasakan keberadaan mereka mengejarku.
Dalam sekejap mata, sebuah kaki melayang tepat di depanku. Aku berusaha menahannya tapi tubuhku sudah tidak kuat menahannya.
Aku terpental beberapa meter, tapi aku tidak punya kesempatan untuk tetap diam. Mereka akan terus memberikan serangan bertubi-tubi.
Tubuhku perlahan melemah karena kain yang kuikat di lenganku tidak cukup untuk menghentikan pendarahannya. Tapi aku tidak bisa membiarkan ini terus!
Harga diriku akan hancur kalau aku kalah. Itu akan memalukan kalah dengan orang yang hanya seumuran denganku.
Aku menggertakkan gigiku. Eagle Eyes dan sniperku dengan cepat kuangkat. Sekarang aku akan tahu mereka di mana!
Butuh tempat untuk melakukan sniping dengan berlari, dan sedikit sulit melakukannya dalam keadaan terluka. Tapi setidaknya mereka akan terlihat dalam bidang penglihatanku.
Apa?!
Mereka tidak bersama! Kukira mereka melakukan penyerangan secara bersamaan, tapi mereka berpencar!
Dan masalah utamanya mereka terlalu cepat untuk ditargetkan. Ah! Aku tidak peduli, aku akan incar gadisnya saja!
Tapi ketika aku melakukan itu, Ryuuji itu selalu mendadak membuat serangan frontal yang membuat fokusku teralihkan. Itu yang membuat peluruku selalu melenceng.
Pergerakan mereka cepat dan membuatku bingung. Ketika aku mengincar gadis itu, Ryuuji selalu menggangguku. Lalu ketika aku mengincar Ryuuji, gadis itu malah yang menyerang dari titik buta. Tubuhku sudah benyak memar di segala sisi, tapi mereka tidak membunuhku.
Aku tidak tahu apa yang mereka pikirkan, tapi kalau aku mempunyai sihir angin, aku akan langsung menghilangkan kabut tebal ini.
Berarti tidak ada pilihan lain selain ke tempat yang lebih tinggi. Oke, aku segera ke sana. Tapi ketika aku melakukannya, Ryuuji sudah mengantisipasi tindakanku. Itu berbahaya!
Ah! Aku kesal! Betapa merepotkannya Ryuuji itu! Setiap kali aku ingin membuat rencana, dia sudah dua, tiga lebih dulu memikirkannya daripada aku.
Oke aku akan tenang dulu.
Kemenanganku akan tercapai kalau aku berhasil keluar dari kabut ini, tapi mereka sudah menutup jalurnya. Sekarang bagaimana?
Darahku tetap mengalir keluar meskipun aku sudah mengikatnya. Lukanya cukup dalam karena serangan dari Ryuuji itu, nah makanya sekarang aku tidak melakukan pertempuran jarak dekat.
Meskipun aku selalu menjaga jarak dan berencana menembaknya dari jauh tapi mereka selalu tidak membiarkan aku melakukannya. Ini sama saja aku yang terpojok.
Sial! Tangan kananku sudah melemas, sekarang aku akan kerepotan melakukan tembakan menggunakan tangan kiriku saja, terlalu berat!
"Laven! Kalau kau seperti itu terus, kau yang akan kalah lho."
Suara Ryuuji bergema di telingaku tapi aku masih tidak bisa mengantisipasi pergerakannya.
"Berisik! Kau diamlah! Kalau kau berani hadapi aku di tempat yang terbuka. Kau seperti pengecut!"
Sialan dia, dia menyerang sambil berbicara kepadaku di dalam kabut yang sangat merepotkan ini. Kalau begini terus mereka berdua yang akan menang!
"Oh? Bukannya profesi seorang pembunuh bayaran itu sendiri adalah seorang pengecut? Apa aku salah?"
Kata-kataku termakan oleh perkataannya. Aku tidak boleh termakan oleh pergerakannya yang manipulatif. Aku harus memikirkan cara untuk mengalahkan mereka tanpa menguras tenaga lebih jauh.
"Ryuuji, aku ingin membuat kesepakatan...!"
Tiba-tiba serangan mereka terhenti.
"Apa itu?"
"Aku ingin membuat duel, kalau aku menang kau tidak boleh menggangguku lagi!"
"Apa yang akan kau tawarkan kalau kau yang kalah?"
Mulutku terhenti. Setelah dia mengatakan seperti itu aku tidak tahu apa yang harus aku korbankan.
Aku memberanikan membuka mulutku dengan perlahan.
"K-kau bo-boleh membawaku pe-pergi..."
Apa yang kukatakan?!!
Tidak, tidak! Apa dia dengar?!! Aku mengatakannya dengan pelan. Semoga dia salah paham.
Dalam sekejap kabut yang menghalangi pandanganku menghilang.
"Tidak, aku tidak akan memintamu sejauh itu. Hey, kenapa kau menutupi wajahmu?"
"Bodoh kau Ryuuji!"
Aku yang menutupi wajahku karena malu, dia malah menghilangkan kabutnya. Aku tidak ingin dia melihat wajahku memerah.
Oke aku akan memahami situasinya. Ryuuji tepat di hadapanku beberapa meter. Lalu gadis itu... aku tidak menyangka dia lebih dekat denganku. Gadis itu di atas batang pohon tepat di sampingku.
Untung saja aku membuat keputusan yang cepat, kalau tidak gadis itu membuat serangan dadakan tanpa kusadari.
"Oke, aku menerima tantanganmu. Jangan salahkan aku ya kalau kau dipermalukan. Untuk permintaanku akan aku tunda sampai aku menang."
Dia sudah bersiap-siap untuk melawanku. Aku juga sudah siap untuk menembak.
"Tunggu, Tuan Yuuki. Apa aku boleh melawannya?"
Tanpa kusadari gadis itu sudah berada di dekatnya. Apa karena aku kehabisan darah sampai aku lengah, tidak menyadarinya?
Tapi tunggu, gadis itu ingin melawanku?
"Kau yakin?"
"Ya! Aku tidak bisa terus menerus tidak berguna. Aku ingin menunjukkan kalau aku sudah berkembang selama ini."
Rendah hati sekali, padahal dia dari tadi juga merepotkanku terus dengan serangan mendadaknya.
"Baiklah kalau begitu."
Ryuuji mendekati gadis itu. Sepertinya dia sedang membisikkan sesuatu.
Oke, dia selesai. Menang atau kalah, harga diriku dipertaruhkan di sini.
Kami akan segera mulai.
*****
....
....
Setelah aku membisikkan trik kepada Astia, dia akan berhadapan dengan Laven.
Aku pergi ke sisi lain untuk menjadi penengah diantara mereka. Ada sebuah jarak antara Astia dan Laven, beberapa saat lagi mereka akan menentukan hasilnya.
"Sebelum itu, aku akan memberikan peraturannya... Selama tidak ada kematian kalian boleh melakukan trik apapun. Itu saja...lalu... Mulai!"
Setelah itu, Astia menggunakan kecepatan terbaiknya, menutup jarak diantara mereka.
Laven menghilang. Karena ini adalah cara terbaik untuk mengalahkan Astia yang tidak bisa merasakan kehadiran Laven. Sudah kuduga dia akan melakukan itu.
Mengetahui itu Astia diam di tempat. Pandangannya berubah-ubah, dia masih berusaha mencari keberadaan Laven. Kalau dia tidak segera mencarinya, Astia yang akan kalah.
DARR!!
Peluru dengan kecepatan puluhan kali kecepatan suara telah ditembak, itulah yang kudengar tapi aku tidak melihat darimana Laven menembak.
Sudah beberapa jam saat aku dan Astia dari restoran lalu mengikuti Laven? Kira-kira ini sudah tengah malam, hanya ada cahaya dari bulan dan lolongan serigala yang kudengar.
Sekarang, apa Astia terkena tembakannya? Sekali lagi, Astia menginginkan kepercayaanku disaat situasi dan tempat yang tidak sesuai dengan kemampuannya, tapi dia bersikeras untuk mendapatkan kepercayaanku.
Karena dalam satu tembakan jika mengenai tubuhnya itu bisa berakibat fatal, dan pada saat itu juga aku akan menghentikan pertarungan ini.
Itu dia. Laven menunjukkan dirinya. Dia masih dalam posisi menembak dari atas pohon. Ada asap berada di ujung snipernya, ini berarti apa Laven mengenai Astia?
Dan untuk Astia saat ini...
Dia tergeletak, tidak sadar.
"Apa aku berlebihan?" Kata Laven.
Laven turun dari pohon.
"Apa aku menang?"
Tapi apa itu benar?
Sssshshhh
Sebuah belati merobek udara, terlambat disadari Laven. Ekspresinya mengatakan "Ini gawat!"
Belati itu menancap di moncong sniper milik Aven. Kupikir inilah akhirnya.
Lalu Astia? Tentu saja dia yang melempar belati itu.
Dari awal pertarungan ini, aku juga membuat pemrosesan otakku berkali-kali lebih cepat. Makanya saat Laven berkedip tadi, Astia bangun lalu melancarkan serangan kejutannya.
"Sial!!"
Saat ini Laven sudah tidak bisa melakukan penembakan. Laven masih dilanda keterkejutan.
Astia tentu akan memanfaatkan momen ini. Dia langsung melesat ke arah Laven, menendang sniper milik Laven dengan kaki kanannya lalu kaki lainnya menendang tubuh Laven.
"Berhenti!"
Aku tahu Laven sudah tidak tidak melanjutkan pertarungannya. Dia terlihat sesak napas sambil memegang perutnya setelah di tendang Astia. Aku pikir itu mengenai uluh hatinya.
"Tunggu! A-aku masih bisa. Uhuk!"
"Apa kau pikir bisa melanjutkannya dengan kondisi seperti itu?"
Tentu saja tidak.
"Kenapa? Darimana asal belati itu?"
Kata Laven sambil berusaha untuk bangun.
Aku tahu semuanya tapi aku akan membiarkan Astia yang menjelaskannya. Lagian kemenangan ini milik Astia.
"Kau tahu, serangan kami dari awal membuatmu mengalami serangan kejut untukmu. Jadi kau tidak bisa memerhatikan semua tindakan kami."
"Lalu, sejak kapan belati itu di dirimu?"
Lalu Astia mengambil belati yang masih menancap di sniper Laven, dan mengambil belati yang jatuh di tanah setelah mengenai lengan Aven.
"Kedua belati ini adalah milik Tuan Yuuki, Ini yang mengenaimu. Dan ini adalah...."
Astia melemparkan pisau satunya ke arah sebuah pohon, dan pohon itu adalah tempat terakhir Astia menginjakkan kaki dari sana.
"Itu berarti di saat terakhir kau ingin menyerangku, kau berada di sana dan mengambil belati itu? Aku bingung! Berapa banyak belati yang kalian bawa?"
"Hanya dua, itulah yang membuatmu bingung."
"Tunggu Astia, bukannya tadi kamu memberikan aku belati yang menancap dari pohon itu?" Tanyaku.
Apa di sini aku juga tertipu?
"Tidak, Tuan Yuuki. Ketika belati terakhirmu ditangkis gadis itu dan dia masih menghilang, itulah belati yang kuberikan untukmu."
Begitu ya. Itu artinya sejak awal Astia menggunakan kecerdasannya untuk menipu kami semua dan tujuannya adalah untuk kemenangan kami.
"Itu berarti, itu adalah belati yang menyerangku di awal, dan tidak pernah kau cabut sampai akhir?!"
"Betul sekali!"
Pada saat Astia melakukan serangan pertama yang menjatuhkan Laven, Astia ingin mengambil belati itu yang menancap di pohon, tapi dia mengurungkan niatnya sampai akhir tadi.
Terakhir kali dia ingin melakukan serangan dadakan dengan belati yang masih menancap di pohon, pada saat itu dia mengambilnya, lalu dia menyembunyikannya untuk membuat serangan dadakan yang sebelumnya dia tidak lakukan.
Padahal dia ingin membuat serangan dadakan tadi, tapi ketika pertarungannya berubah duel, dia memilih menyimpannya.
Apa ini yang dinamakan menginvestasikan pisau yang terancap di sebuah pohon?
Jadi di sini hanya ada satu belati yang kubuat untuk menyerang dan ada satu lagi belati yang dari awal menancap di pohon itu.
"Jadi dari awal kalian sudah memastikan kalau aku akan kalah di sini, ini menyedihkan sekali. Kalau aku tidak membuat kesepakatan, kau akan tetap menyerangku diam-diam dengan belati itu, dan saat ini aku juga kalah karena belati itu. Jadi bagaimanapun caranya aku akan tetap kalah. Ini sangat menyedihkan."
Laven masih meratapi kekalahannya, tapi itulah Astia yang tidak kusangka juga dia dapat melakukan hal ini.
"Oh iya! Kenapa kau tidak terkena tembakanku. Aku yakin sekali peluru itu sudah menembus tubuhmu!"
Setelah Laven mengatakan itu, bola air keluar yang selama ini di sembunyikan dari balik tubuh Astia, mengitari tubuh Astia, lalu berhenti tepat di atas telapak tangan Astia.
"Itu...! Di dalam bola air itu... Peluru?"
Tepat sekali yang dikatakan Laven. Ada sebuah peluru yang mengambang di dalam bola air yang ditunjukkan Astia.
"Kau menyebut benda ini peluru ya?"
"Kenapa bisa? Padahal aku..."
"Kau juga tidak menyadari aku tadi. Ini adalah triknya! Ketika pelurumu hampir menyentuh dadaku, aku membuat sihir bola air, untuk menghentikan kecepatan pelurumu ini. Yah, meskipun sangat sulit menghentikannya karena terlalu cepat dan ini pertama kali buatku, tapi aku bisa melakukannya."
"Se-sebenarnya... Si-siapa kalian?"
Laven tiba-tiba berlutut, lalu jatuh ke tanah.
"Hey Laven kau tidak apa-apa?"
"Astia, ayo kita kembali ke kota! Dia sudah kehabisan banyak darah."
Wajahnya memucat. Aku menggendongnya di punggungku lalu dengan cepat aku kembali ke kota.
つづく
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments