Uh, akhirnya kami sudah di penginapan.
Ellena dan Gorou sudah berada di penginapan. Laven kugendong lalu ku tempatkan di atas tempat tidur. Aku juga meminta Ellena melakukan mantra penyembuhan untuk menutup luka Laven.
Untuk sementara ini adalah prioritasnya.
"Selalu saja di saat kau pulang, kau selalu membawa seorang gadis. Sebenarnya apa yang telah terjadi?"
Kata Ellena saat dia menyembuhkan lengan Laven.
"Ceritanya panjang, tapi intinya dia adalah legenda pembunuh bayaran itu."
"Apa?! Lalu apa gunanya aku menyembuhkan orang ini?"
"Sudahlah gak usah banyak tanya. Lagipula kenapa kau tidak mengabariku? Kau sangat sulit dihubungi."
"Aku ingin mengabarimu, tapi kau juga tidak bisa dihubungi."
Kemudian Astia masuk ke dalam pembicaraan.
"Sudahlah tidak perlu ribut-ribut di tengah malam, segala informasi dan tujuan kita sudah ada di depan kita semua."
Benar kata Astia, akan menjadi masalah kalau kami meributkan hal yang tidak penting di saat jam tidur.
"Kau benar Astia."
"Jadi bagaimana situasinya? Apa kalian saling berhadapan dengan pembunuh ini?"
"Ya, Sejauh ini rencananya berjalan lancar, meskipun kami kerepotan saat melawannya. Untung saja dia tidak bersama dengan rekannya, kalau tidak aku tidak akan membawa gadis ini ke sini."
Kalau aku dan Astia berhadapan dengan kelompok Laven, kami akan dipastikan akan kalah, atau dalam scenario terburuk kami akan mati. Tapi, yah aku tidak akan membuat tindakan nekat seperti itu.
"Saat dia sadar, kita perlu mengintrogasinya saja. Tidak perlu memakai mantra hipnotis. Aku akan memastikan dia menjawab semua pertanyaanku."
"Oh, baiklah kalau begitu. Kalau begitu aku tidak perlu repot-repot menggunakan sihir. Jadi setelah ini aku akan langsung tidur." Kata Ellena sambil menguap.
Yah itulah sifatnya. Dalam pekerjaan dia tidak ingin melakukan hal yang tidak ingin dia lakukan, sama saja tadi siang, kupikir di saat seperti inilah dia tidak akan profesional. Dia hanya ingin minta jatahnya saja.
"Oke Gorou, bisa jelaskan apa yang kau lakukan selama ini?" Tanyaku.
"Pertama aku bisa jelaskan kenapa alat telekomunikasi kita tidak berjalan dengan baik."
"Kenapa?"
"Dalam radius seluas ibukota ada sebuah gangguan sihir yang cukup kuat. Aku tidak tahu penyebabnya, itulah yang membuat Ellena marah-marah di saat aku bertemunya karena alasan tidak dapat dihubungi."
"Begitu ya."
Kalau dipikir kembali di saat aku keluar dari ibukota, aku dengan lancar menggunakan sihir. Secara geografi, luas ibukota menyerupai lingkaran. Itu berarti ada pusat yang menyebabkan semua itu terjadi.
"Apa kau tahu dimana letak pusat gangguannya?"
"Ah, kalau itu aku tidak tahu. Tapi aku mendapat asumsi kalau di kota ini ada seseorang yang berusaha menekan lonjakan sihir yang begitu kuat pada seorang individu."
"Kalau begitu artinya ada seseorang yang kekuatannya begitu kuat sehingga kekaisaran ini berusaha menekan kekuataannya dengan gangguan sihir ini?"
"Ya, kurang lebih seperti itu."
"Kalau begitu aku akan memberitahu rencana kita besok..."
Aku memberitahu mereka tentang rencanaku. Tidak ada keluhan sama sekali, tentu saja.
Atau lebih kurangnya begitu.
Ini sudah sangat larut malam, setelah Ellena menutup rapih luka Laven dia kusuruh kembali ke kamarnya. Kalau dia menolak, aku yang akan bertukar kamarnya. Tentu saja dia akan menyerah.
"Astia, bisa kamu ambilkan bangku itu? Lalu taruh di depan jendela."
Hanya ada aku dan Astia di kamar ini, aku tidak menganggap Laven ada.
"Oh oke..." Astia menaruh meja di depan jendela. Nah sip.
"Apa yang akan kamu lakukan Tuan Yuuki?"
"Tentu saja aku akan duduk di sini." Kataku duduk sambil melihat bulan yang menyinari cahayanya.
"Tapi aku bisa berbagi kasur denganmu."
"Tidak, kamu tidur duluan saja. Besok adalah hari yang sibuk. Aku akan berjaga malam ini, kalau ada sesuatu yang terjadi aku akan membangunkanmu."
"Ah, ya. Baiklah, sesuai dengan permintaanmu."
Sebenarnya Astia tidak perlu begitu hormat padaku, tapi yasudahlah.
Astia menjatuhkan diri ke ranjang, aku rencananya akan berjaga sampai pagi.
Itulah yang kupikirkan, atau setidaknya aku tidak ingin ketiduran.
Aku menunggu matahari terbit. Terus menunggu sambil memainkan belatiku.
Menunggu...
Dan menunggu...
Zzzzz
....
....
"Ah, ya. Baiklah, sesuai dengan permintaanmu." Itu adalah perkataan gadis cantik itu, atau lebih tepatnya bawahannya.
Laven terbangun pada saat momen ini, tapi dia tidak ingin mereka menyadarinya.
Laven mengintip laki-laki yang sedang memainkan belatinya di bawah sinar bulan.
Dia duduk di kursi dengan menyilangkan kaki, membelakangi Laven yang sedang mengintip. Laven mengerti bahwa kedua orang ini adalah orang yang berada di luar jangkauannya.
Laven terpana tidak hanya dengan kehadirannya, atau lebih tepatnya ada ketakutan ketika dia melihat sebuah kekuatan, kecerdasan, dan kecerdikan yang berwujud seorang manusia.
Itu wajar baginya untuk memiliki perasaan seperti itu. Faktanya bahwa Laven seorang pembunuh bayaran yang disebut legenda telah dikalahkan oleh laki-laki dan gadis yang tidak diketahui asalnya.
Bahkan jika seseorang mencari di setiap sudut dunia, dia tidak akan menemukan seseorang yang bernama Ryuuji, seorang laki-laki muda yang memiliki potensi kekuatan yang dapat membuat orang menggigil.
Itulah yang telah dirasakan Laven saat ini ketika dia melihat laki-laki itu sedang memainkan belati seolah-olah dia sedang memainkan mainan anak-anak.
Karena itu, saat ini Laven tidak ingin mengganggu kesenangannya, lalu dia melanjutkan tidurnya.
....
....
"Tuan Yuuki... Tuan Yuuki...?"
Sepertinya Astia memanggilku. Sinar matahari mulai menyinari wajahku.
Ah ternyata aku ketiduran. Ceroboh sekali.
Padahal aku mendedikasikan diriku untuk tidak ketiduran. Ternyata tadi malam beberapa menit kemudian aku tertidur setelah Astia tidur.
"Y-ya?"
"Apa kamu ketiduran, Tuan Yuuki?"
"Ah tentu saja tidak. Aku ingin mencoba merasakan cahaya matahari mengenaiku saat aku menutup mataku."
Tentu aku ketiduran.
"Oh begitu." Kata Astia yang penasaran.
Kupikir Astia sudah bangun lebih dulu dariku. Aku tidak bisa membayangkan kalau dia tahu kalau aku benar-benar ketiduran.
Mmm coba kita lihat Laven... Oke dia masih tertidur.
Hari ini adalah turnamen kekaisaran dimulai. Saat ini masih pagi, matahari baru saja terbit. Aku pikir jadwal turnamen itu dimulai mungkin agak siangan.
Aku membuka jendela. Uhh segarnya udara dunia ini...
Aku melihat sudah ada orang-orang yang beraktifitas. Sekali lagi, aku benar-benar telah terlempar ke dunia lain.
Sambil menikmati udara pagi yang sejuk, aku masih memikirkan adikku.
Apa yang sedang dilakukannya saat ini?
Apa dia khawatir denganku?
Apa makannya teratur?
Apa kebutuhannya tercukupi?
Itulah yang kukhawtirkan lebih dari apapun. Dia adalah gadis yang pintar dan suka bersosialisasi, tapi aku takut dia kesepian tanpaku.
"Yah mana mungkin dia begitu padaku..."
Aku menutup jendela, lalu berbalik ke Astia yang sedang menatapku.
"Oke Astia, tentang hadiah itu. Apa yang akan kamu minta?"
"Ah ah itu... Sebenarnya ada banyak permintaan yang terpikirkan olehku, tapi aku tidak bisa memutuskannya." Katanya sambil panik.
"Mmm baiklah, kamu bisa memutuskannya saat kita pulang."
"Tentu!"
Aku duduk kembali ke kursi, menghadap ke arah Laven yang masih tertidur.
Aku menyilangkan kakiku, lalu menunggu dia bangun.
"Oaahhhmm... uhhh!"
Laven menguap. Lalu dia meraba-raba lengannya, lalu dia tersadar kalau aku menatapnya.
"Sudah bangun?"
"Kenapa kau tidak membunuhku?"
"Buat apa?"
Kenapa tiba-tiba dia ngomong itu sih.
"Kau punya banyak kesempatan untuk melakukannya. Naif sekali."
Ngomong apa sih dia?
"Kau itu punya hutang padaku, dan kau juga harus membayar tentang kesepakatannya. Gak usah sok bilang naif-naif segala."
Dia berdecak, Laven mencoba merogoh-rogoh celananya. Ada sesuatu yang dia cari.
"Kenapa? Apa kau cari sesuatu? Tentu saja aku tidak bisa membuatmu bermain-main dengan benda itu lagi."
"Kau menyentuh tubuhku? Mesum!"
"Tentu bukan aku yang mengambilnya, tidak mungkin aku melakukannya."
Ketika aku berkata seperti itu, Laven menatap tajam Astia yang berada di sampingku. Dia kira Astia yang mengambil peralatan membunuhnya, tapi memang Astia kusuruh menggeledah Laven. Dan menemukan sebuah tas yang berisikan berbagai macam barang.
Laven mempunyai barang-barang berbahaya yang tidak kuketahui kegunannya, tapi ada sebuah bola yang bisa meledakkan cahaya.
"Kalau kau mencari tasmu, aku menyitanya. Sebelum itu kau harus menepati kesepakatanmu dulu."
"Baiklah, aku sudah janji. Jadi apa maumu?"
"Sebelum itu kau harus ikut kami.
"Kemana?"
"Kau gak mau makan?"
Kriuuk...
Tiba-tiba ada suara yang berasal dari perut Laven.
"Ah ini..."
Wajahnya merah padam. Tentu saja dia habis kekurangan banyak darah, yang dibutuhkannya saat ini hanya asupan makan.
Kami akhirnya pergi ke restoran.
Sebelum itu aku memberitahu Ellena untuk mencari informasi tentang tujuan utama kita datang kesini. Yaitu memata-matai kekaisaran.
Aku sudah memberitahunya, kalau ada situasi darurat dia sudah mengetahui harus pergi kemana.
Ya sebenarnya aku takut saja kalau ada gangguan sihir lagi.
Untuk Ellena, aku mempercayakan tugas itu padanya dan Gorou. Aku tidak tahu kerja sama antara dia dengan Gorou tapi aku hanya bisa percaya sama kerja sama mereka dalam bertahun-tahun, makanya kami membagi tugas antara kelompokku dengan kelompoknya.
Saat ini aku bisa menangani Laven, sepertinya dia sudah tidak ingin membuat kesalahan yang dapat membuatku curiga padanya.
Sementara itu, matahari perlahan-lahan mulai meninggi. Saat ini kami berada di restoran. Suasananya mulai meramai tidak seperti pada saat aku datang ke sini tadi.
"Tenang saja kau kutratktir." Kataku.
"Aha, kalau begitu aku beli porsi yang banyak dan juga mahal! Aku pasti akan menghabiskan uangmu!"
"Kau yakin? Kalau kau memenuhi perutmu secara berlebihan kau akan kesulitan menyerangku dari belakang lho."
Tolong menyerahlah. Aku juga tidak ingin menghabiskan uangku.
Sebenarnya uang dari Azaka kusisihkan untukku beberapa, tidak sedikit dan juga tidak banyak, dan sisanya kuberikan pada Ellena. Ada juga kerugian yang kudapat dari segi keuanganku.
Jadi menyerahlah!
"Cih." Dia mendecak.
Rencananya setelah sarapan, aku ingin bertanya beberapa pertanyaan padanya.
"Tentang itu..."
"Umm?"
"Sebenarnya di negara ini ada dua kubu yang saling bertentangan. Penentang dan Pengendali."
Apa ini? Laven mengajukan dirinya sebelum kutanya?
"Apa itu?"
"Penentangnya adalah penyelenggara turnamen, Abyysal Freedom, dan Pengendalinya adalah Kekaisaran yang sudah hampir dikendalikan oleh iblis. Aku juga mendengar kaisar dari negara ini sudah dikendalikan seperti boneka."
"Tunggu bukannya Abyysal Freedom itu diisi oleh iblis tingkat tinggi?"
"Tidak, itu hanyalah kedok agar semua orang lebih berhati-hati berurusan dengan organisasi itu. Faktanya mereka adalah kumpulan orang-orang yang mempunyai kekuatan hampir seperti iblis yang asli."
"Maksudmu Seventh Deadly Demons?"
"Kau tahu itu? Ah kalau mereka tidak bisa dibandingkan dengan kroco-kroco ini. Ada batas untuk manusia untuk memiliki kekuatan sebesar dengan iblis, jadi intinya Seventh Deadly Demons adalah iblis dengan kekuatan diluar akal sehat manusia."
"Jadi itu artinya Seventh Deadly Demons adalah si Pengendali?"
"Tepat sekali."
"Lalu apa hubungannya turnamen itu dengan Abyysal Fredom?"
"Ah, sudah waktunya. Sebentar lagi turnamen akan dimulai, kita harus menonton."
"Oh, oke."
Kami meninggalkan restoran, menuju arena.
"Tentang pertanyaanmu, itu..."
"Tunggu, apa kau yakin membicarakannya di tempat ini?
Masalahnya ini adalah jalanan umum dan juga ramai. Aku khawatir ada orang yang dapat mendengar kami.
"Tenang saja. Dengan kemampuanku, mereka semua tidak akan mendengar obrolan kita."
"Begitu... baguslah."
Dengan ini Laven melanjutkan perkataannya.
"Sebenarnya tujuan dibalik Abyysal Freedom mengadakan turnamen itu adalah untuk mempromosikan atau menyebarkan pertentangan terhadap kekaisaran. Semakin banyak petualang kuat yang datang maka semakin banyak juga yang akan terpengaruh."
"Apa mereka menggunakan hipnotis atau semacamanya untuk memengaruhi penontonnya?"
"Tidak, biasanya sebelum memulai turnamen salah satu petinggi organisasi itu berpidato di depan umum. Biasanya mereka menyebarkan cerita tentang kekejaman iblis di negara ini secara berlebihan."
"Bukannya itu bagus? Dengan menyebarkan informasi itu, mereka semua akan tahu kalau negara ini dikendalikan oleh iblis. Pasti mereka tidak akan menerima itu."
"Di sisi lain itu juga bagus, tapi coba lihat situasi ini, apakah dengan pemerintahan yang dibuat oleh iblis bisa-bisanya sebagus ini? Iblis itu, mereka tidak akan memasalahkan masalah sepele, tapi mereka akan marah besar kalau kehidupan mereka terganggu."
Ketika Laven berkata seperti itu, aku melihat sekelilingku.
Memang keadaan di sekitar sini masih terlihat normal sejak aku datang ke negara ini. Masalah kemarin juga tidak terlalu berdampak buruk.
"Kalau misalnya organisasi Abyysal Fredom bisa mengalahkan Seventh Deadly Demons dan menguasai tempat ini, aku tidak yakin dengan sistem pemerintahannya. Aku tidak bisa menaruh kepercayaanku pada organisasi yang entah pemikirannya seperti apa. Meskipun kedua kubu ini memang busuk, tapi aku masih bisa memilih seperti ini saja sudah baik. Ah kita sampai."
Kita sudah sampai di depan arena turnamen. Kami membayar untuk pembayaran masuknya lalu segera mencari tempat duduk kosong.
Kalau dipikirkan dengan baik-baik, mungkin perkataan Laven benar, tapi aku tidak yakin dengan keputusan jangka panjangnya.
Tidak selamanya iblis itu berdiam diri tidak melakukan apa-apa. Bisa saja iblis itu akan iseng untuk meledakkan sebuah tempat dalam radius kecil-kecilan.
Dan juga jika ada seseorang atau kelompok yang membuat kelompok Seventh Deadly Demons itu marah, bisa saja mereka akan menghancurkan tempat ini. Tidak ada yang tahu ketika mereka marah, mereka sudah tidak peduli apapun yang terjadi.
"Jadi kau bekerja pada organisasi itu?"
"Yah, bisa dibilang begitu, aku tidak ada pilihan lain untuk menerimanya. Lagipula sekarang kami sudah tidak bekerja padanya."
"Begitu ya... lalu apa kau tahu tentang gadis yang menjadi hadiah turnamen itu?"
"Tentu saja, aku yang menculiknya." Dengan enteng Aven mengatakan itu.
"Apa alasanmu? Apa itu berhubungan dengan pekerjaanmu sebelumnya?"
"Ya, tujuan utamanya adalah itu. Aku pikir organisasi itu menginginkan agar para petualang kuat atau siapapun yang kuat lebih tertarik dengan turnamen itu dengan cara menghadiahkan seorang gadis. Salah satu tujuannya yaitu untuk merekrut orang kuat ke dalam Abyysal Freedom. Intinya mereka semua adalah orang-orang mesum."
"Bisa dibilang kali ini mereka menambahkan dengan seorang gadis. Apa biasanya mereka memberikan kepada pemenang hanya sebuah posisi dan uang?"
"Ya, kau benar. Aku tidak tahu apa yang akan mereka pertaruhkan tahun depan. Semakin lama mereka semua semakin tidak waras."
Kau bilang mereka tidak waras?! Kenapa kau bekerja pada mereka karena ketidakwarasan mereka?
Aku ingin ngomong begitu sih, tapi bodo amat lah.
"Astia, apa kamu sudah mengetahui ada berapa iblis yang ada di sini?"
Sebelumnya aku menyuruh Astia untuk mengawasi tempat sekitar. Aku ingin membandingkan berapa banyak jumlah manusia dengan iblis di kekaisaran ini.
"Tidak, aku tidak bisa merasakan mereka." Kata Astia yang bingung.
"Tentu kau tidak bisa merasakan mereka. Aku pun begitu. Mereka semua sudah bertahun-tahun menjelma sebagai manusia, mereka ahli dengan itu. Artinya hampir tidak ada perbedaan dengan manusia yang asli." Kata Laven.
"Kalau begitu bagaimana cara membedakan mereka?"
"Tidak ada yang tahu... mungkin kekuatan?"
Yah kalau itu sudah kau bilang tadi.
Sementara itu tempat duduk sudah mulai penuh. Udara mulai menghangat karena matahari sudah menyinari kami semua.
Saat ini yang ingin kutahu adalah informasi yang dibawakan Ellena. apa yang mereka dapatkan?
Apa mereka tidak memiliki halangan?
つづく
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments