SELALU SIAL

Ruangan yang tak begitu luas dengan peralatan seadanya. Sangat berbanding terbalik dengan dapur dirumahku. Tidak ada kompor tanam atau kulkas setinggi orang dewasa. Hanya kompor dua tungku biasa yang tampak usang dan kulkas mini. Meski aku tak pernah memasak, aku beberapa kali masuk dapur untuk sekedar mengambil makanan. Setelah Santi dan Gani pulang, Biru mengajakku memasak.

"Kamu pasti sudah lapar bangetkan?"

Aku menganguk cepat karena cacing diperutku sudah sejak tadi protes. Di puskesmas aku memang dikasih teh dan roti. Tapi itu hanya mampu mengganjal perut yang kosong sejak kemarin.

"Kita bagi tugas saja biar lebih cepat." Ujarnya sambil membuka kulkas dan mengeluarkan ikan dari dalam freezer. "Sementara aku bersihkan ikannya, kamu bikin bumbu."

What bikin bumbu, mana aku bisa. Seumur hidup aku tahunya makan doang, mana tahu proses memasaknya dari mentah hingga siap dimakan.

"Kenapa?" Tanya Biru yang menyadari kebingunganku.

"Aku lupa bumbunya." Jawabku sambil nyengir.

"Astaga...ternyata orang amnesia juga lupa hal dasar seperti itu juga ya."

Aku hanya senyum senyum saja. Ternyata pura pura amnesia enak juga. Apa apa yang tidak bisa, aku hanya tinggal bilang lupa.

"Ya udah, aku yang bikin bumbu. Kamu bersihkan saja ikannya." Titahnya sambil menggeser tubuh dari depan wastafel menuju rak tempat menyimpan barang barang.

Aku mendekati wastafel. Membuka perlahan plastik tempat ikan. Dan seketika, bau amis menguar membuatku ingin muntah. Tidak mungkinkan aku pura pura lupa caranya membersihkan ikan? Oh my God....mual sekali perutku.

Setelah kantong plastiknya terbuka. Aku mengambil seekor ikan dan saat itu juga.

"Hoek, hoek." Suara itu akhirnya keluar juga saking gak tahannya dengan bau amis ikan. Ohhh..Tuhan, ternyata dibalik makanan enak, ada usaha keras yang harus ditempuh. Kayaknya aku harus naikin gaji koki dirumah aku.

"Aku gak tahan baunya." Aku angkat tangan dan segera menjauh dari wastafel.

Biru nampak menghela nafas berat. "Ya udah, kamu tunggu aja disana." Ujarnya sambil menujuk dagu kerah kursi yang ada didapur.

Aku mengangguk malu dan segera menuju tempat yang dimaksud Biru. Sepertinya kursi dan meja ini difungsikan untuk tempat makan. Maklum rumah ini tak terlalu banyak ruangan. Jadi dapur difungsikan sekaligus sebagai ruang makan.

Aku duduk sambil memperhatikan Biru yang sibuk memasak. Om my God, definisi cowok seksih itu ya kayak gini. Udah cakep, baik, pengertian, jago masak. Ahh....makin klepek klepek aku sama pesonanya.

Aku melihat dia membersihkan sisik ikan dengan sangat cepat. Tangannya juga luwes saat mengulek bumbu. Ingin caper sama dia, aku segera mendekat saat dia memanasi minyak di penggorengan.

"Biar aku aja yang goreng ikannya." Tawarku sok kepedean. Kalau cuma goreng aja, aku yakin aku bisa. Tinggal cemplungin dan tunggu sampai matang. Ya, sesimpel itu. Anak SD juga pasti bisa.

"Bisa?" Tanyanya memastikan.

"Bisalah. Itu mah gampang." Aku segera menggeser posisi Biru agar lebih dekat dengan kuali.

"Ya udah kalau gitu aku bikin sambelnya."

Aku langsung tersenyum sambil membuat simbol ok menggunakan jari. Setidaknya, biarkan aku terlihat bisa diandalkan. Aku ingin punya nilai lebih dimata Biru selain hanya cantik.

Sreengggg

dos dos dos

"Awww...." Aku segera berlari menjauh dari penggorengan saking terkejutnya. Aku sampai gemetaran saking takutnya kulit mulusku terkena minyak panas. Aku baru tahu jika menggoreng bisa semenakutkan ini.

Biru melongo menatapku lalu geleng geleng kepala. Dia menghembuskan nafas pasrah lalu mendekat ke penggorengan dan melanjutkan pekerjaanku.

"Udah duduk aja kalau gak bisa apa apa." Ucapnya dengan nada jengkel. Astaga, turun deh nilaiku dimanta Biru. Gini amat sih nasibku. Dengan langkah lunglai aku kembali duduk. Kira kira dia illfeel gak ya ma aku? Aku pikir, aku adalah gadis yang sempurna, cantik, sekseh, smart, kaya, ternyata... aku masih sangat jauh dari kata sempurna. Eittsss jangan putus asa Cal. Masih ada seribu satu cara untuk meluluhkan hati Biru. Banyak jalan menuju hati Biru. Semangat Callista.

Aroma sedapnya ikan goreng mulai tercium. Membuat rasa laparku meningkat berkali kali lipat.

Tak berapa lama kemudian, terhidanglah nasi, ikan goreng serta sambal diatas meja.

"Kalau tinggal disini, jangan bosan bosan makan ikan. Kami, para nelayan memilih makan ikan tiap hari karena gratis."

"Kamu nelayan?" Tanyaku heran.

"Iya."

Bukankah orang yang setiap harinya dilaut pasti hitam. Tapi ku lihat Biru tidaklah hitam sangat, lebih ke eksotis. Otakku tiba tiba traveling membayangkan Biru bertelanjang dada dengan tubuh dibasahi keringat. Pasti luar biasa sekseh. Mungkin karena aku terbiasa hidup di Jepang dan dimana mana melihat kulit putih, aku jadi terpesona dengan warna kulit Biru.

"El, Elsa."

"Hah!" Aku terkejut menyadari dia memanggilku.

"Kamu kenapa? daritadi dipanggil diam aja."

Aku seketika cengar cengir. Gak mungkinkan aku bilang lagi ngehayalin dia.

"Emm....aku cuma heran aja. Kamu nelayan tapi kok gak hitam?"

Biru seketika tertawa mendengar pertanyaanku. Emang ada yang salah ya?

"Aku baru beberapa bulan jadi nelayan. Setelah bapakku meninggal, ibu gak ada temannya, jadi aku pulang kesini untuk menemani ibu. Tapi selang sebulan dari kepergian Bapak, ibu malah nyusul. Mungkin seperti itulah definisi cinta sejati sehidup semati."

Sebelumnya, aku juga pernah dengar cerita seperti itu. Setalah pasangannya meninggal, ikutan menyusul.

"Sebelumnya kamu tinggal dimana?" tanyaku.

"Aku kuliah di kota."

"Ohhhh...." Pantesan dia kelihatan cerdas dan tidak kampungan seperti si Gani tadi. Dan kebetulan sekali, kalau dia pernah kuliah, kemungkinan dia punya laptop. Aku butuh itu untuk mengirim email pada beberapa orang yang kukenal. Tentu saja orang orang kepercayaan yang bisa aku andalkan untuk menyelidiki keluarga Om kamal.

"Makan yuk." Ajaknya sambil mulai mengambil nasi serta lauk.

Aku yang memang sedang kelaparan segera mengambil nasi plus ikan goreng dan sambel. Entah karena lapar atau apa, masakan Biru terasa sangat enak.

"Kamu beneran gak ingat apa apa?"

Pertanyaan Biru seketika membuatku susah menelan makanan. Jujur, berbohong seperti ini sangat tidak aku sukai. Tapi kalau aku jujur, takutnya dia tidak menerimaku disini.

"Enggak." Jawabku sambil menggeleng.

"Semoga saja pelan pelan kamu bakalan ingat."

"I, iya." Jawabku berbohong.

Selesai makan, Biru menyuruhku cuci piring. Rasanya ingin sekali menolak, tapi jaga imej, takut dia ilfeel. Dengan terpaksa aku berdiri didepan wastafel dengan tumpukan piring dan alat masak yang kotor. Ingin mengeluh karena hidupku yang berubah 180 derajat, tapi aku gak ngerasa sedih. Mungkin karena Biru. Pesonanya membuatku rela melakukan semua ini.

Pelan pelan aku mulai mencuci piring dan gelas kotor di wastafel. Meski sedikit jijik, tapi aku tetap melakukannya.

Meong meong

Aku seketika menoleh mendengar suara kucing sialan itu. Dan bener saja, dia sedang berjalan kearahku dan berhenti didekat meja makan.

Meong meong

Punya adap juga si Lisa ini. Astaga, lidahku terasa tak rela untuk memanggilnya Lisa. Menurutku nama itu terlalu bagus untuknya. Mungkin kalau kucing lain, udah naik keatas meja dan mencuri ikan yang tersembunyi dibalik tudung saji. Tapi si Lisa ini, dia hanya mengeong saja sambil mendongakkan kepalanya kearah dimana ada ikan yang tersembunyi dibalik tudung saji.

"El, Elsa." Tiba tiba Biru melongokkan kepalanya dari dalam kamar mandi. Kenapa hanya kepala saja sih, kenapa gak sekujur tubuh aja. Aku segera menggeleng, kenapa otakku jadi mesum gini ya. Jangan jangan kepalaku terbentur sesuatu saat tenggelam kemarin.

"Tolong ambilkan ikan buat Lisa."

Astaga, sesayang itu dia sama Lisa. Sampai sampai saat mandipun dia masih mikirin makanannya Lisa. Cemburu boleh gak sih, huft.

"Bisakan?" Biru kembali bicara karena aku tak segera menjawab.

"I, iya." Jawabku lantang.

Tiba tiba terlintas ide nakal dikepalaku. Sepertinya ini saat yang tepat untukku balas dendam pada Lisa yang telah membuat lenganku terluka.

Aku mengambil seekor ikan lalu aku tunjukkan pada Lisa. Kucing mana yang akan menolak jika disodori ikan. Begitu pula dengan Lisa. Dia segera mengikutiku sambil terus mengeong. Aku menurunkan tanganku agar ikan itu dekat dengan Lisa. Tapi saat dia hendak meraihnya, segera ku tarik keatas ikan itu. Dan kucing sialan itu jelas tak bisa mengambil san terus terusan mengeong. Berulang kali aku sengaja malakukan itu hingga.

"Awww...."

PRANKKKK

Aku berteriak saat si Lisa mencakar kakiku. Karena terkejut tanganku tak sengaja menyenggol tumpukan piring dekat wastafel yang belum aku susun dirak.

Ternyata tak sampai disitu kesialanku. Karena reflek menjauh agar tak kena pecahan piring, aku malah kepeleset air cucian piring yang tadi sedikit kececeran sampai dilantai.

Bugh

"Aduuh." Pantatku sakit sekali karen mencium lantai.

Kenapa aku selalu sial kalau berhubungan dengan Lisa.

Terpopuler

Comments

Ety Nadhif

Ety Nadhif

karma cal🤣

2024-05-21

0

vie gumi

vie gumi

iseng sih,,, dendam sama kucing yaa tanggung sendiri akibatnya😂

2024-03-20

0

Esther Lestari

Esther Lestari

saingan dgn Lisa nih Elsa😂

2023-12-08

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!