Saranjana

Saranjana

Prolog

Krasak-krusuk suara rumput liar setinggi bahu memenuhi telinga Jana, ketika ia menerobosnya dengan lari terbirit-birit. Menginjaki semak belukar tak berujung untuk menghindari serangan raja hutan yang hampir saja mencabik-cabik daging sampai organ-organ penting di dalam tubuhnya. Deru napasnya terdengar begitu jelas dengan getaran kepanikan di dalam setiap hembusannya. Jelas sekali, bahwa ia sangat merasa terancam saat ini.

Seekor singa jantan tampak terus memburu langkahnya. Meninting, mengejar, dan memasang insting pembunuh berdarah dinginnya lurus ke depan, ketika melihat tubuh seorang gadis mungil, yang sepertinya sangat lezat jika dijadikan santapan.

Oh, tidak!

Hendak lari kemanakah gadis itu?

Akankah ia selamat dari maut?

Beberapa detik kemudian, sang raja hutan tampak kelimpungan, saat menyadari bahwa buruannya tak lagi tampak di pelupuk mata. Ia terlihat berang dan tidak terima. Menggeram dan mengaung sehingga melakukan gerakan berputar-putar seperti orang yang sedang kebingungan. Mungkin menurutnya, tidak mungkin seorang manusia lemah bisa lolos begitu saja dari incarannya--mengenang diri adalah sang raja hutan.

...🌀🌀🌀...

Jana masih terus berusaha menemukan titik akhir dari semak-semak itu. Namun semakin ia berlari kencang, semakin pula semak belukar tersebut terasa begitu abadi di dalam pandangannya. Tetapi, bukan Jana namanya, jika ia menyerah dalam situasi terjepit sekalipun. Ia terus menambah langkah kakinya dengan pasti, karena ia yakin tidak ada yang abadi di dunia ini.

Setelah lebih dari tiga kilometer berlari tanpa henti, Jana mulai menyadari bahwa kedua tungkainya terasa sudah tak bertenaga lagi. Terhenti sendiri tanpa ia sadari. Seketika itu juga tubuhnya terjerembab ke tanah. Ia mengaduh kesakitan, lalu memijati lututnya yang terasa begitu lemas seraya menghitarkan pandangan pada suasana di sekitarnya.

SRAAAAAH

Tiba-tiba pandangannya menangkap sesuatu yang aneh, namun nyata di pelupuk mata. Gumpalan asap warna-warni berterbangan di hadapannya, kemudian menepi bak sebuah pintu gerbang yang sedang terbuka.

Samar-samar dalam pandangannya yang sedikit memburam, tampaklah sebuah anak sungai yang airnya berwarna biru terbentang horizontal, berjarak sekitar sepuluh meter dari posisinya saat ini.

Jana terperangah. Kedua matanya membulat dan sepasang bibirnya menganga. Belum pernah ia saksikan sebelumnya, sebuah sungai kecil dengan air yang begitu jernih, membiru dan ditumbuhi oleh bunga-bunga indah bermekaran di tepian. Karena selama ini yang ia tahu adalah ... hanya ada tiga unsur yang berwarna biru di dunia ini, yaitu langit, danau, dan lautan.

Sementara saat ini, kedua netranya sedang dimanjakan oleh pemandangan yang luar biasa langka, seperti halnya spesies hewan-hewan yang pernah hidup pada zaman purba. Yang keberadaannya saja, sudah sangat minim, bahkan hampir punah di buana.

Jana ingin sekali mendekat, namun kedua kakinya seolah begitu berat untuk diajak berkompromi karena kehabisan stok energi. Pandangannya mulai berkunang-kunang dan kepalanya pun terasa sangat nyeri sekali.

Ia sontak mendongak ke langit seolah ingin meminta kepada sang Penguasa Bumi, agar mau mengasihani. Mengirimkan bala bantuan untuk menyelamatkannya dari lobang kesekaratan. Namun, belum sempat sepasang bibir mungilnya melangitkan kalimat permohonan, tiba-tiba tubuh lemasnya terbaring di atas bumi dalam kondisi yang setengah sadar. Jana terus memijit kuat pelipisnya, menahan rasa sakit. Merintih dan meronta dengan suara parau yang amat memilukan hati.

"Tuhan ... apakah ini saatnya kumati?" erangnya dengan suara lirih. Ia khawatir, jika menjerit sekuat tenaga, si Raja Hutan akan menemukan keberadaannya. Lalu, menjadikannya sebagai menu utama dalam acara makan malamnya.

Di sela-sela ketidakberdayaan dan kemabukannya itu, samar-samar tampak sosok seorang pria menghampiri, dan berjongkok tepat di sampingnya. Seraya meneriaki dan menggoyang-goyangkan tubuhnya, pria itu meraih tubuh lemas Jana dan meletakkannya ke pangkuan.

"Hei ...! Hei ... kamu ...!" pekiknya seraya menepuk lembut pipi Jana, agar gadis yang berada di pangkuannya itu tersadar sempurna.

Awalnya Jana masih bisa mendengar suara pria tersebut, sementara pandangannya sudah tak bisa lagi fokus. Suara pria itu terdengar seperti suara seorang bidadara, yang baru saja turun dari surga. Bergema dan merdu sekali di rongga telinga Jana. Namun, sayang seribu sayang, perlahan kesadaran gadis itu langsung lenyap begitu saja, seolah sudah ditelan ombak di lautan tak bernoda.

...🌀🌀🌀...

Semilir angin malam memenuhi ruangan bernuansa serba putih. Bersambut suara gemericik air hujan, yang semakin lama semakin memanjakan pendengaran. Kain-kain panjang mirip selendang terlilit indah pada setiap sambungan kayu jati sebuah ranjang, yang beralaskan bulu angsa. Lembut, putih, dan menenangkan.

Kecupan-kecupan menggelora terjadi kian memanas memenuhi rongga telinga dua insan yang tampak seperti saling terpanah asmara. Tak ingin terlepas dari pagutan bibir masing-masing, bak seekor kumbang yang sedang menghisap madu dari bunga kesayangannya.

Selimut lembut yang tadinya menutupi tubuh polos keduanya, kini tak lagi betah di peraduan. Seolah sedang dilanda api cemburu karena tidak diperdulikan, selimut sutera itu pun mangkir begitu saja tanpa niat untuk berpamitan terlebih dahulu.

R-e-m-a-s-a-n dan pelintiran pada buah dada sang gadis pun terus dihadiahkan sang lelaki, agar menambah kenikmatan dari setiap sentuhan yang ia berikan. Tubuh bagian bawahnya terus bergoyang mengikuti irama d-e-s-a-h-a-n sang terkasih, yang semakin membuatnya mabuk kepayang. Seakan menyihirnya untuk terus menciptakan hentakan lembut, namun bertenaga dan juga menggairahkan.

Kekuatan lelaki itu, seakan tidak pernah terkuras walaupun sudah memasuki ronde kelima dari pertukaran kenikmatan surga dunia yang mereka ciptakan berdua. Hingga akhirnya, mereka mengerang indah bersama-sama, mencapai puncak tertinggi dari perjalanan surga di dunia mereka.

"Shara ... kau memang luar biasa!" tutur manja sang gadis diikuti d-e-s-a-h-a-n ringan agar lelakinya semakin terkesima saat mendengarnya.

"Kau juga tak kalah luar biasanya," pujinya balik, agar sang wanita tidak kecewa. Padahal, bagi Shara, gadis itu hanyalah sebentuk boneka pemuas, ketika birahinya menggelora.

PLETAAAK ... TAAAK ... TAAAK ....

Tiba-tiba terdengar seperti suara gelas kayu yang membentur lantai hingga berkali-kali.

Shara lantas mengecup kening wanitanya, kemudian melilitkan kain sutra di pinggangnya, lalu bangkit untuk menghampiri sumber suara.

"Hem ... kamu sudah sadar rupanya," ujar Shara dengan kedua alis bertautan. Pasalnya ia merasa bahwa lawan bicaranya saat ini, sudah menguping adegan ranjang yang baru saja ia lakukan.

"A-aku ... aku ... tadi mau minum, ta-tapi gelasnya tidak sengaja tersenggol tanganku, lalu jatuh. Ma-maaf, kalau aku sudah mengganggu aktifitasmu."

Tanpa menatap bentuk dan rupa dari pria yang sedang berdiri di hadapannya, gadis itu terus meringkuk dan menarik lututnya agar menempel sempurna pada tubuhnya. Pasalnya, saat ini ia masih duduk bersandar pada muka ranjang yang terdapat pada kamar sebelah.

Lelaki itu hanya mengulum senyuman, lalu mengambil gelas yang lainnya. Mengisinya dengan air dan menyerahkannya kepada gadis tersebut.

Karena merasa canggung, sang gadis hanya bisa menggulung ujung kakinya seraya menerima uluran tangan pria itu dengan wajah yang masih merunduk.

"Kamu yakin, tidak ingin mendongakkan pandanganmu?" tanya pria itu, setelah gelasnya berpindah tangan.

"A-aku ta-takut," jawab si gadis sembari memeluk gelas itu di depan dadanya.

Mendengar penuturan dan melihat pergerakan si gadis yang terlihat sangat tidak karuan, sepertinya memaksa Shara untuk meninggalkan ruangan tersebut. "Baiklah, agaknya kehadiranku membuatmu tidak nyaman."

Setelah mengatakan kalimat itu, Shara langsung berlalu dan si gadis pun bisa bernapas lega.

"Huuufffft ... untung saja aku tidak dilahapnya juga," lirih sang gadis dengan mengelus dadanya--sedikit merasa tenang. Ternyata, alasan dari rasa canggungnya itu hanya karena takut dimangsa sang pria di atas ranjang.

Terpopuler

Comments

Ichi

Ichi

lanjut eps berikutnya 💃💃

2022-10-19

0

Ichi

Ichi

Jana buruan kabur segera 😌
Jan lama² disitu 🤣

2022-10-19

0

Ichi

Ichi

buseng kuat amat ronde kelima 🤣🤣🤣

2022-10-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!