Setelah beberapa saat terpana akan keparipurnaan pria yang sedang merengkuhnya dari belakang itu, Jana sontak tersentak sendiri. Ia langsung menarik tubuhnya menjauh, lalu berbalik badan.
"Maaf," ucapnya dalam tunduk. Tanpa ia sadari bahwa sikapnya tersebut malah membuat pria itu gemas dan kembali tersenyum. Selama ini tidak sedikit wanita yang mengantri hanya untuk berdekatan atau hanya untuk menyapanya. Namun, gadis di depannya ini malah melakukan hal sebaliknya.
Menarik, batin si pria yang tak lain adalah Shara. Ia lantas membalikkan badan dan menambah langkah. "Aku sudah meminta pelayan untuk menyiapkan pakaian ganti untukmu," tuturnya kemudian berlalu tanpa menoleh lagi ke belakang.
Jana menghela napas pelan. Ia tak habis pikir--kenapa rongga dadanya selalu terasa terhimpit jika berdekatan dengan pria tadi? Sebegitu takutkah ia akan sosok pria itu? Atau ... terjadi sesuatu? Ah, sesuatu? Apakah itu? Jana sendiri tidak tahu.
"Permisi, Nona." Suara seorang pelayan tiba-tiba membuyarkan lamunan Jana. Ia mempersilakan pelayan itu masuk setelah menganggukkan kepala.
"Saya membawakan pakaian ganti untuk Nona, silakan." Diserahkannya sebuah kotak berwarna emas itu kepada Jana. Gadis itu pun menerimanya.
"Terima kasih," tuturnya seraya tersenyum. Pelayan itu langsung pamit setelah kotak tersebut berpindah tangan. "Eh, tunggu!" Langkah pelayan itu seketika terhenti ketika mendengar kalimat susulan dari Jana. Dia membalikkan badan dan tersenyum ramah.
"Ada yang bisa saya bantu lagi, Nona?" tanyanya dengan terus menyematkan senyuman di bibirnya.
Jana meletakkan kotak itu di atas kasur, lalu mendekati pelayan cantik itu. "Kamu tampak begitu muda dan cantik," tuturnya sebagai prolog. Sebenarnya ada unsur politik yang terselip dalam dia punya dialog.
Pelayan itu tampak malu-malu dalam tunduk. "Apa aku boleh tahu, berada dimana aku sekarang?" bisik Jana di telinga si pelayan. Ia tak ingin pria menakutkan itu mendengar pembicaraan mereka.
"Ma-maaf, Nona. Saya hanya ditugaskan untuk mengantarkan pakaian ganti untuk Nona, tidak lebih," ucapnya semakin merunduk, lalu mundur beberapa langkah sebelum benar-benar menjauh meninggalkan Jana.
Gadis tomboi itu hanya bisa terkesima. Sementara kedua bibirnya tampak menganga. Ia tak menyangka bahwa loyalitas seorang pelayan di tempat ini benar-benar tidak bisa diragukan.
Namun, bukan Jana namanya jika hanya pasrah begitu saja. Diekorinya langkah pelayan itu hingga melewati pintu kamar yang tingginya melebihi pohon mangga di depan rumahnya. Tak ingin terlalu lama terpana dengan bangunan di sekitar, Jana langsung menelusupkan kepalanya di celah pintu yang sedikit terbuka.
Bisa ia lihat ada dua orang pengawal yang sedang berjaga di lorong depan kamar. Ah, rasanya mustahil bagi Jana untuk kabur.
"Kamu mau kemana?"
Suara bariton itu kembali membuat Jana terperanjat. Ia langsung mundur tak teratur dan langsung berhadapan dengan si empunya suara.
"Cepat bersihkan badanmu, dan ganti pakaian anehmu itu. Makan malam jam delapan, jangan sampai telat!" titahnya dengan nada tegas, kemudian berlalu.
"Hah?" Jana tercengang. "Dia bilang bajuku aneh? Keren begini kok," gumamnya tak terima.
Jana terus menatap tajam kepergian orang yang baru saja memberinya perintah. Ada secuil rasa kesal yang mengetuk pintu hatinya, namun dia sadar akan posisinya di tempat ini. Tanpa bisa membantah, ia langsung mengambil kotak pakaian tadi, kemudian membawanya masuk ke dalam kamar mandi.
...🌀🌀🌀...
Setelah membersihkan tubuh dan berganti pakaian, Jana tampak masih betah di dalam ruangan itu. "Baju apaan ini?" tanyanya pada cermin. Tubuhnya tampak memutar menilik penampilannya sendiri dari pantulan.
Sebuah gaun yang diberikan oleh pelayan tadi tak cukup nyaman ia kenakan. Pasalnya, seumur hidup Jana tidak pernah memakai yang namanya gaun. Apalagi gaun kali ini tampak begitu ketat di tubuh sintalnya. Sehingga lekuk tubuh yang selama ini ia sembunyikan di balik kaos oblong kebesaran itu, akhirnya terekspos sempurna.
"Nona ...!"
Jana mendengar sebuah suara sedang memanggilnya. Sepertinya suara pelayan cantik tadi.
"Nona, Anda dimana?"
Suara itu terdengar kembali setelah tak ada respon apa pun dari Jana. "Aku di sini, di kamar mandi," teriak Jana, membuat si pelayan mendekati ruangan yang dimaksud Jana.
"Nona, Pangeran sudah menunggu Anda untuk makan malam. Kenapa Anda belum keluar juga?"
Pangeran? batin Jana. Jadi, aku benar-benar sedang berada di sebuah kerajaan? tambahnya mendramatisir. Ia mulai menepuk-nepuk kedua pipinya. "Aku pasti sedang bermimpi," gumamnya lagi.
"Nona ...! Tolonglah keluar, jika tidak pangeran pasti akan memarahi saya, jika saya tidak berhasil membawa Nona." Suara pelayan itu terdengar sangat memohon.
Karena tidak tega, akhirnya Jana keluar dengan ekspresi wajah sedikit meringis. Tubuhnya tampak meliuk-liuk tak jelas. "Nona baik-baik saja, 'kan?" tanya si pelayan. Rasanya ia menangkap tingkah yang sedikit aneh dari gadis di hadapannya.
"Iya, aku hanya tidak nyaman dengan pakaian ini," tutur Jana seraya memeluk kedua bahunya yang terbuka.
Pelayan tersebut tampak tersenyum. Agaknya dia sudah bisa membaca alasan kenapa Jana tak kunjung datang ke ruang makan. "Nona tampak sangat cantik, jadi tidak usah gelisah seperti itu," puji si pelayan dengan masih tersenyum ramah.
"Benarkah?" Ada suntikan percaya diri yang Jana rasakan setelah mendengar penuturan jujur dari pelayan itu. Sang pelayan pun mengangguk tegas. "Baiklah, ayo!" Jana lantas mengamit lengan pelayan itu dan berjalan menuju pintu.
"Nona, tunggu!" si pelayan menghentikan langkahnya. Jana mengernyit keheranan. "Silakan Nona berjalan di depan, saya akan mengikuti Nona dari belakang," ucapnya sambil menunduk.
Jana langsung tersenyum lebar, ia merasa begitu salut dengan etika pelayan yang satu ini. Apakah semua pelayan di sini memiliki etika yang sama? Begitu batin Jana. Luar biasa.
🌀🌀🌀
"Silakan, Nona."
Setelah menarikkan satu kursi untuk Jana, pelayan itu langsung pamit undur diri. Sementara seseorang yang sedari tadi sudah menunggu cukup lama, hanya bisa terpana melihat perubahan pada penampilan gadis di depannya. Bentuk tubuhnya indah, wajahnya tampak lebih cerah, dan rambutnya juga tergerai sudah. Padahal, tadi ia sempat merasa kesal karena sudah dibuat menunggu lama. Namun, sepertinya perasaan itu telah sirna. Tergantikan oleh rasa kagum yang tiba-tiba saja mengetuk relung jiwanya.
"Silakan duduk!" titah Shara pada Jana. Gadis itu masih bergeming. Ia sedikit bingung, kenapa di meja makan sepanjang ini hanya ada mereka berdua saja, kemana manusia lainnya?
"Duduklah, Nona!" Nada bicara Shara masih tetap pada tangga nada sebelumnya. Namun, Jana masih bergeming saja di sana. "Apa aku perlu membantumu untuk duduk?"
Suara lembut Shara kembali terdengar. Hal tersebut membuat heboh para pelayan yang saat ini sedang memasang posisi siaga di balik tirai. Mereka saling melempar pandang dalam diam. Pasalnya, selama ini Shara paling tidak menyukai keterlambatan dan dikenal berwatak keras. Namun, kali ini berbeda. Ia sama sekali tidak murka.
Apa?
Jana mengerjap. Kesadarannya mulai kembali seperti sedia kala. Berada di dekat pria itu benar-benar hampir membuatnya seperti orang gila. Bagaimana tidak? Dia selalu saja dibuat termenung, tercengang, dan lain sebagainya.
Tanpa a-i-u-e-o lagi, gadis itu langsung menjatuhkan tubuhnya di atas kursi. Dia mulai mau mengangkat wajahnya dan menatap lurus pada pria yang jauh di depan kursinya saat ini. Bentuk meja yang persegi panjang itu membuat jaraknya dan Shara cukup jauh.
"Maaf, karena aku sudah membuat Anda menunggu lama," tuturnya dengan ekspresi wajah kikuk, seraya menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga.
"Kenapa? Apa gaun itu tidak nyaman untukmu?" tanya Shara yang kembali membuat Jana tercengang.
Dia bisa membaca situasi, batin Jana. Tanpa menjawab dengan kata-kata, Jana hanya melempar senyuman tipis, lalu mengangguk.
"Tidak perlu sungkan begitu, aku tidak akan memakanmu!" cetus pria itu di balik senyumannya yang sulit diartikan.
Lagi-lagi, Shara membuat Jana tercenung. Dia bahkan bisa membaca pikiranku, cicitnya lagi di dalam hati.
"Oya, kita belum sempat berkenalan. Aku Akshara, panggil saja Shara," tutur Shara di sela-sela makan malam mereka.
"A-aku Jana Riani, panggil saja Jana."
Setelah mengetahui nama gadis itu, Shara tampak mengerutkan dahi. Agaknya ada sesuatu yang sedang ia pikirkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Merpati_Manis (Hind Hastry)
ah,, baca ini bikin nagih, mana udah malem,, alamat bakal kesiangan 🤭
2022-11-01
0
Ichi
lanjut baca kembali 💃💃💃🛵
2022-10-19
0
Ichi
pangeran? pangeran apan? 😱😱😱
2022-10-19
0