Dua wanita berbeda generasi itu masih bersitatap dalam diam, hingga akhirnya sebuah suara berhasil menginterupsi pandangan keduanya. Jana tersentak, begitu juga dengan Nek Nunuk. Wanita tua itu menoleh kearah pintu.
"Jia ... kau ini mengagetkan saja, sini naik ke pangkuanku!" titah Nek Nunuk pada seekor kucing berwarna hijau lumut. Jana sempat terkesima dengan bulu indah yang dimiliki oleh kucing betina itu. Tubuhnya tampak gembul dan sangat terawat. Kelihatan sekali jika majikannya begitu perhatian.
"Meow ... meow ...!" racau kucing itu seraya melompat dan duduk di pangkuan Nek Nunuk.
"Kemana saja, kau? Tadi aku mencarimu hingga mendekati padang dua belas, tapi ... aku malah menemukan gadis ini," tanya Nek Nunuk pada kucing bernama Jia itu, seolah ia sedang berbicara dengan seorang manusia.
"Meow ... meow ... meow ...!" Kucing itu kembali bersuara seolah sedang menceritakan sesuatu pada sang majikan.
Jana hanya tersenyum melihat interaksi keduanya. Tampak sekali jika mereka hidup dalam sebuah kerukunan yang terjaga. Baik Nek Nunuk maupun kucing itu, tampaknya mereka saling menyayangi, saling melengkapi, dan saling menjaga.
"Nek ... apa aku boleh bertanya lagi?" Suara Jana sukses melerai tatapan hewan peliharaan dengan tuannya itu. Nek Nunuk menoleh, lalu mengangguk lembut.
Kedua bola mata hijau milik Jia sontak mengarah pada wajah Jana. Sepertinya ia juga ingin turut mendengarkan pertanyaan gadis itu.
"Nek, apakah makhluk yang tinggal di Saranjana, bisa masuk ke dunia kita?" Entah kenapa Jana menanyakan hal tersebut? Lidahnya seolah terulur dan bergerak sendiri, menyusun kata demi kata yang sudah terucap. Agaknya ia mengkhawatirkan sesuatu.
"Apa kau melarikan diri dari seseorang?" tuding Nek Nunuk sebelum menjawab pertanyaan gadis itu.
"Lebih tepatnya dilarikan, seperti yang sudah nenek katakan tadi," jawab Jana dengan jujur. Awalnya ia memang ingin melarikan diri dari villa Shara, namun ia tidak tahu caranya.
Nek Nunuk mengelus punggung Jia berulang kali, lalu kembali menatap Jana. "Penduduk kota Saranjana bebas bepergian kemana saja, Jana. Namun, mereka tidak akan mengusik kehidupan kita. Kecuali ... dengan alasan tertentu," jelas Nek Nunuk.
Jana tampak memejamkan matanya dalam-dalam. Ada kekhawatiran yang mungkin tiba-tiba mendera perasaan. Namun, ia cepat-cepat menepis pikiran buruknya sebelum hal itu benar-benar menjadi kenyataan.
"Sebaiknya sekarang kau istirahat," saran Nek Nunuk pada Jana. Wanita renta itu tak sempat memperhatikan ekspresi wajah gadis tersebut. "Jia ... antarkan Jana ke kamarnya!" perintah Nek Nunuk kemudian. Jia pun langsung beraksi, melompat dan berjalan menuju sebuah ruangan.
Setelah berpamitan pada Nek Nunuk, Jana pun langsung mengekori langkah Jia memasuki kamar dan berpetualang ke alam mimpinya.
...🌀🌀🌀...
Pagi menyapa bumi dengan terbitnya sang mentari. Cicitan burung pun terdengar di sana sini. Matahari pagi memang selalu sukses membangkitkan energi baru yang sudah pergi. Tetesan embun yang menempel pada daun pun mulai berjatuhan ke bumi. Pagi yang cerah untuk hati yang berseri.
"Jia ... apa Jana sudah bangun?" tanya Nek Nunuk pada hewan peliharaannya. Wanita renta itu tampak sedang menata makanan di atas meja.
"Aku sudah siap, Nek. Ayo, kita berangkat!" teriak Jana, gadis itu keluar kamar dengan langkah tergesa dan menghampiri Nek Nunuk dengan wajah ceria.
"Sarapan dulu, Gadis." Nek Nunuk menyerahkan sebuah mangkuk berisi sup ayam. Entah darimana wanita itu tahu jika sup ayam adalah makanan favorit Jana? Membuat senyuman gadis itu semakin cerah berkali-kali lipat.
"Terima kasih, Nek." Setelah menerima mangkuk tersebut, Jana langsung menikmati isinya hingga tandas. Tak ketinggalan juga dengan Jia, kucing imut itu juga sarapan dengan menu yang sama. Mereka bertiga tampak seperti sebuah keluarga--duduk mengelilingi meja bundar untuk mengisi stok tenaga.
Setelah selesai membersihkan alat makannya, Nek Nunuk--ditemani oleh Jia--mengantarkan Jana keluar dari hutan. Mereka tiba di perbatasan setengah jam kemudian.
"Nek, terima kasih untuk semuanya. Sebenarnya aku ingin kembali mengunjungi nenek, tapi ... seseorang yang sudah menyelamatkanku waktu itu berpesan agar aku tidak kembali lagi ke hutan ini," tutur Jana dengan sungguh-sungguh, ia merasa sangat menyesal karena tidak bisa bertemu lagi dengan wanita renta yang sudah menjadi penyambung dewi penolongnya itu.
"Tidak masalah, Gadis. Hiduplah dengan damai. Dan ini ... kau sudah melupakannya tadi." Nek Nunuk sontak mengeluarkan kotak persegi panjang yang diberikan oleh Ratu Narin pada Jana.
Gadis itu langsung menerimanya, dan tersenyum pada Nek Nunuk. Jana yakin Nek Nunuk pasti sudah tahu banyak tentang kotak tersebut, makanya ia tidak berkomentar sama sekali.
"Bukalah jika kau sudah tiba di rumahmu! Aku hanya bisa mengantarmu sampai di sini. Selamat tinggal, Jana." Setelah mengatakan pesan yang sama seperti yang sudah dikatakan oleh Ratu Narin, Nek Nunuk langsung berbalik badan dan berjalan menjauhi gadis itu.
Jana masih melambaikan tangannya. Ia tetap berdiri di sana hingga bayangan wanita tua itu menghilang. Setelah dipastikan Nek Nunuk dan Jia tak lagi tampak di pelupuk mata, gadis itu pun langsung putar arah dan berjalan menuju pangkalan ojek yang tersedia di sekitar.
...🌀🌀🌀...
CKIIIT
Suara decitan ban mobil Julian seketika membahana, tatkala kedua netranya menangkap sebuah motor berhenti mendadak di depan kendaraannya. Kening pria blasteran itu hampir saja menabrak setir yang digenggamnya. Beruntung ... pertahanannya sangat kuat.
"S-i-a-l ...!" Karena merasa geram dengan pengemudi motor tersebut, Julian langsung keluar mobil dan membanting pintunya dengan keras.
"Hei ...! Kalau mau bunuh diri jangan ngajakin orang, Mbak!" tudingnya tanpa melihat wajah pengemudi motor itu, yang ternyata seorang perempuan.
Gadis itu membenahi diri, menstandarkan kendaraannya terlebih dahulu, lalu membuka helm yang digunakan. Ia menoleh perlahan ke arah Julian, membuat pria itu terkejut setengah mati. Kedua matanya membulat sempurna dan bibirnya tiba-tiba kelu tiada tara.
"Ja-Jana ...! I-ini beneran kamu?" tanya pria itu tak percaya. Sosok yang sudah dianggapnya meninggal dunia itu, kini bisa kembali tepat di hadapannya.
Namun, Jana masih bergeming dan menatap Julian dengan kening berkerut.
"Jan ... kenapa kamu hanya diam?" tanyanya lagi dengan memegangi kedua pundak gadis itu. Namun Jana malah menepis lengan Julian, lalu kembali mengenakan helm. Ia berlalu begitu saja dengan motornya.
"Jana!" pekik Julian dengan suara lantang, namun gadis itu tak menoleh sedikit pun.
"Jana ...!" panggilnya lagi, kali ini dengan suara lebih keras dan wajah frustrasi. Ia mulai berkacak pinggang dengan mimik putus asa. Namun tetap saja, yang dipanggil terus melajukan kendaraannya.
"Jana!" Sekali lagi, suara itu terdengar membahana seantero kamar Julian. Pria yang baru saja terbangun dari tidurnya itu, langsung bangkit dalam posisi duduk. Buliran keringat sebesar biji jagung sudah membanjiri wajahnya. Dia baru saja terusik oleh bunga tidurnya.
"Hanya mimpi," gumamnya dengan wajah kecewa. Deru napas yang masih tak beraturan itu benar-benar terdengar memburu. Julian tak menyangka jika semua itu hanyalah mimpi semata. Jika bisa diulang kembali, ia ingin terus tertidur tanpa harus bangun lagi. Sehingga ia bisa mengejar Jana dan mengungkapkan segala isi hati.
Setelah dirasa tenang, Julian meraup wajahnya dengan perlahan. Menyadarkan diri bahwa sudah saatnya menerima kenyataan--Jana sudah pergi dan tak akan pernah kembali ke dalam pelukan.
Julian menghela napas kasar, kemudian melirik jam weker yang bertengger di atas meja. Waktu menunjukkan pukul 05.30. Sudah saatnya ia bangun dan bersiap-siap untuk melakukan rutinitas barunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Ichi
oh mimpi doangan 🤣🤣🤣🤣
2022-10-23
0
Ichi
ada gadis mirip sama kek Jana? siapa Dy? 🧐
2022-10-23
0
Ichi
apah jan² Nunuk itu neneknya Jana? wuaaah tekateki banget ini 🤩🤩
2022-10-23
0