Dua Minggu Sebelumnya
Ratusan kilometer jauh tak terlihat, Jana masih memasang sikap siaga karena merasa dirinya terancam. Berada di sebuah istana yang memiliki langit-langit menjulang tinggi dengan ornamen ukiran-ukiran khas negeri dongeng.
Jana tak begitu mengenali ciri-ciri yang tampak dari tempat tersebut. Kemungkinan ... ia sedang berada di sebuah kerajaan besar seperti yang sering ia tonton di berbagai saluran di internet. Bagaimana tidak? Kamarnya saja seluas ini, apalagi luas bangunan ini keseluruhannya?
"Aaah ... kamu sungguh luar biasa, Shara!"
"Kau juga tak kalah luar biasanya."
Tiba-tiba gadis itu menyipitkan pandangannya. Agaknya ia mendengar suara aneh yang berasal dari kamar sebelah. Tunggu! Bukan suara aneh, lebih tepatnya suara dua insan yang sedang bersenggama.
Tidak!
Tidak!
Itu bukan di kamar sebelah, tepatnya di ruangan yang sama dengannya. Hanya saja, terpisah oleh sekat tirai tebal yang berwarna merah menyala. Jana memelototkan kedua matanya ke arah tirai itu.
PLETAAAK ... TAAAK ... TAAAK
Ups!
JLEB
Jana menelan ludahnya sendiri dengan berat. Saking fokusnya mendengarkan, siku gadis itu tak sengaja menyentuh sebuah gelas yang bertengger di atas meja. Ia langsung menekuk kedua lututnya dengan punggung membentur muka ranjang. Kepalanya cepat-cepat ia tundukkan karena mendengar langkah seseorang yang bergerak ke arahnya.
"Hem ... kamu sudah sadar rupanya," ujar seorang pria dengan kedua alis bertautan. Pasalnya, ia merasa bahwa gadis ini sudah menguping adegan ranjang yang baru saja ia lakukan.
"A-aku ... aku ... tadi mau minum, ta-tapi gelasnya tidak sengaja tersenggol tanganku, lalu jatuh. Ma-maaf, kalau aku sudah mengganggu aktifitasmu."
Tanpa menatap bentuk dan rupa dari pria yang sedang berdiri di hadapannya, gadis itu terus meringkuk dan menarik lututnya agar menempel sempurna pada tubuhnya. Sadar akan kebohongan yang sudah dikatakan oleh Jana, lelaki itu hanya mengulum senyuman, lalu mengambil gelas yang lainnya, mengisinya dengan air, dan menyerahkannya kepada gadis tersebut.
Karena merasa canggung, sang gadis hanya bisa menggulung ujung kakinya seraya menerima uluran tangan pria itu dengan wajah yang masih merunduk. Karakter tomboi yang selama ini ditonjolkannya, kini seolah sirna ditelan rasa canggung dan takut yang membaur menjadi satu.
"Kamu yakin, tidak ingin mendongakkan pandanganmu?" tanya pria itu, setelah gelasnya berpindah tangan.
"A-aku ta-takut," jawab si gadis sembari memeluk gelas itu di depan dadanya.
Mendengar penuturan dan melihat pergerakan si gadis yang terlihat sangat tidak karuan, sepertinya memaksa pria itu untuk meninggalkan ruangan tersebut. "Baiklah, agaknya kehadiranku membuatmu tidak nyaman."
Setelah mengatakan kalimat itu, si pria langsung berlalu dan Jana pun bisa bernapas lega.
"Huuufffft ... untung saja aku tidak dilahapnya juga," lirih gadis itu dengan mengelus dadanya--sedikit merasa tenang. Ternyata, alasan dari rasa canggungnya itu hanya karena takut dimangsa sang pria di atas ranjang.
Apa dia pria yang sudah menolongku? Jana membatin. Ia mulai mendongakkan pandangannya, meminum air yang sudah diberikan oleh pria itu, lalu meletakkan kembali gelasnya ke atas meja.
"Sebenarnya dimana aku sekarang? Bagaimana aku bisa berada di sini? Apa aku sudah mati?" gumamnya mencecar diri sendiri. Ia langsung melihat pakaiannya. Masih sama dengan yang sebelumnya ia kenakan. Celana jeans setengah tiang dipadukan dengan kaos hitam kesayangannya.
"Berarti aku belum mati!" tegas Jana pada dirinya sendiri. "Jika aku sudah mati, pasti mereka sudah mengganti pakaianku dengan kain kafan. Lagi pula, apa mungkin malaikat yang bertugas di alam kubur bisa sempat bercinta dengan lawan jenisnya?" Jana mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari telunjuk seraya mengarahkan kedua bola matanya ke langit-langit. Mencoba mengalisis kondisinya saat ini.
"Ah, tidak mungkin. Pria tadi pasti bukan malaikat. Ibu bilang malaikat itu tidak mempunyai nafsu." Akhirnya ia meyakini bahwa sosok lelaki yang baru saja menemuinya bukanlah seorang malaikat berdasarkan pedoman yang pernah ia dengar dari sang ibu.
"Ya, ampun. Ibu ...! Aku belum mengabarinya. Pasti dia sangat mengkhawatirkanku." Dengan sigap Jana mulai mencari ransel kesayangannya. Ia hendak mengambil ponselnya untuk menghubungi keluarga. Namun, setelah mencarinya dimana-mana, ia tak kunjung menemukannya.
"Dimana ranselku?!" erangnya tak mau tahu, hingga terdengar oleh si empunya kamar yang tadi sempat menemuinya.
"Kamu mencari sesuatu?" tanya sebuah suara dengan nada datar. Jana tak langsung membalikkan badan. Pasalnya ia masih trauma dengan suara mengerikan yang ia dengar tadi.
"A-aku mencari ranselku," jawabnya setengah gugup. Pria itu menambah langkah ke arahnya, lalu berhenti tepat di belakangnya.
"Aku hanya menemukan ini ketika menemukanmu tadi," ucap sang pria sembari mengulurkan sebelah tangannya ke samping untuk menunjukkan sesuatu yang mungkin sedang dicari oleh gadis itu.
Kameraku, lalu dimana ranselku?cicit Jana di dalam hati. Ia mulai memejamkan mata, dan mencoba mengingat sesuatu. Jana kembali menarik memorinya pada kejadian dimana ia berlari untuk menyelamatkan seorang wanita.
Flashback On
Keringat dinginnya mulai membanjiri kening, ketika menyadari bahwa suara binatang buas itu seperti berada di belakangnya. Mau tidak mau Jana harus membalikkan badan. Dan ... tubuhnya seketika ambruk ke tanah saat ada tubuh lain yang menabraknya.
"Aw ...!" Ia memekik kesakitan. Namun, ketika menyadari bahwa wanita yang dicarinya itu sudah bersamanya, ia langsung bangkit dan membantu wanita itu untuk berdiri. "Kamu tidak apa-apa?" tanyanya dengan mimik panik ketika melihat darah mengucur dari kaki wanita itu.
"A-ada singa yang sedang mengejarku, tol-tolong selamatkan aku!" rintihnya dengan deraian air mata ketakutan. Jana langsung mengekori situasi di sekitar mereka, suara geraman itu kembali terdengar.
"Kita harus cepat meninggalkan tempat ini," tuturnya pada wanita itu, lalu mengajaknya pergi. Namun, belum sempat kakinya melangkah, dua ekor singa bertubuh besar sudah mendekat ke arah mereka berdua.
Wanita itu kembali menggigil ketakutan, begitu pun dengan Jana. Dia juga tak pernah menyangka bahwa akan berada dalam kondisi segenting ini. Kedua binatang yang dijuluki Raja Hutan tersebut mulai memasang formasi menghitari kedua mangsa empuknya. Mungkin mereka sangat kegirangan di saat mendapatkan satu tambahan buruan yang akan dijadikan santapan makan malam.
Bermodalkan sisa keberanian yang ia miliki, akhirnya Jana mengangkat tangannya yang sedang memegang sebuah pisau kecil yang ia dapatkan tadi dan mengarahkannya pada musuh. Bisa Jana lihat, kedua singa itu seolah sedang tersenyum mengejek ke arahnya. Mungkin mereka sedang berpikir bahwa pisau kecil bukanlah senjata yang sepadan untuk mengalahkan mereka berdua.
Wanita yang berdiri tepat di belakang Jana terus menempel padanya karena sudah tak lagi memiliki keberanian dan sisa tenaga. Sebelah kakinya sudah terluka parah akibat gigitan dari si pemburu berdarah dingin itu. Jika mati sudah menjadi takdirnya saat ini, mungkin dia tak bisa lagi menolaknya.
"Larilah! Selamatkan dirimu!" bisiknya di telinga Jana. Gadis itu tersentak setelah mendengar penuturan dari wanita tersebut.
"Jika harus membawaku, kau mungkin takkan bisa selamat. Cepat lari ...!" Wanita itu membanting tubuh Jana sehingga membuat gadis itu tersungkur ke tepian. Ransel yang hanya sempat ia sampir di sebelah lengannya pun, akhirnya jatuh ke tanah.
"Cepaaat!" teriak wanita itu lagi, lalu melangkah maju untuk menghalangi kedua singa. Dengan berat hati, Jana yang sudah tak bisa berpikir panjang pun, kemudian memacu langkah dengan diikuti oleh seekor singa yang sempat melihat pergerakannya. Ia berlari dan terus berlari hingga kedua kakinya tak bisa melangkah lagi.
Flashback off
Kebungkaman Jana membuat si pria penasaran dengan apa yang sedang dilakukan oleh lawan bicaranya. Dengan perlahan, pria menggeser tubuhnya ke samping, memandang wajah gadis yang sedang memejamkan mata itu dengan penuh tanda tanya.
Apa yang sedang ia lakukan? Apa manusia suka bermeditasi di saat berbicara dengan sesamanya? Pria itu mulai berasumsi. Namun, tanpa ia sadari kedua sudut bibirnya terangkat membentuk sebuah senyuman, walaupun sangat tipis.
"Hei ... kamu!" tegurnya karena terlalu lama menunggu. Selama ini, ia tak pernah mau menunggu untuk alasan apa pun.
Jana langsung terperanjat. Karena terlalu terkejut, punggungnya seketika menubruk dada bidang si pria yang saat ini sedang bertelanjang dada.
Dengan sigap kedua lengan kekar pria itu menahan tubuh Jana. Akhirnya, adegan saling tatap pun terjadi. Jana yang sedari tadi tak berani menatap lawan bicaranya, kali ini hanya bisa membeku dengan kedua bola mata yang terbuka lebar. Sungguh sempurna ciptaan Tuhan, begitu kata hatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Merpati_Manis (Hind Hastry)
lanjut baca,,,
setampan apa dia, Jana? jadi ikut penasaran 😄
2022-11-01
0
Ichi
kuy lanjut baca lagi 💃💃💃
2022-10-19
0
Ichi
ganteng banget apa sangat ganteng? 🙄
2022-10-19
0