"Aku percaya!"
Sekali lagi, pria tampan berkulit putih bersih itu mengatakan. Membuat keterpanaan Jelita terputus, namun Jana tak juga berani mengangkat kepala.
"Jan ...!" geram Jelita dengan suara tertahan. Bahkan barisan giginya tampak mengatup. Sontak Jelita menyikut lengan gadis itu saat dia menyadari bahwa pria yang sejak tadi dipandangnya itu masih tak mengalihkan tatapannya dari Jana.
Jana kelabakan. Ia tak tahu harus berbuat apa. Dia sendiri bingung--bagaimana ceritanya pria menyebalkan ini bisa menemukannya?
"Kamu yakin, tidak ingin mendongakkan pandanganmu?" tanya pria bermata biru itu. Pandangannya masih fokus pada satu titik yaitu gadis yang sudah berani pergi darinya.
Dialog tersebut benar-benar mengingatkan Jana pada momen pertama kali mereka bertemu. Membuat degupan tak terkendali di dalam dadanya. Gadis itu hanya menggeleng pelan. Tubuhnya seakan terhipnotis setiap berhadapan dengan sosok yang satu ini. Entah mengapa, Jana pun tidak tahu.
"Ikutlah denganku!"
Pria bercelana jeans pendek selutut dipadupadankan dengan kemeja berlengan pendek berwarna putih itu membungkukkan badan, lalu mendekatkan wajahnya ke telinga Jana. Bisa ia lihat bahwa gadis itu sedang meneguk salivanya dengan susah payah. Membuat si pria tersenyum tipis. Respon seperti inilah yang selalu membuatnya tertarik untuk mendekati Jana.
"Ayo!" bisiknya di telinga gadis itu dengan suara lembut.
Tanpa ada paksaan sama sekali, Jana langsung mengangguk patuh. Jelita yang tidak mengerti akan kekakuan yang menyelimuti sahabatnya itu, hanya bisa terdiam dan memperhatikan.
Pria itu sontak meraih pergelangan tangan Jana. Gadis itu pun lantas berdiri dari peraduan. Membuat Jelita sedikit kebingungan.
"Jel, kamu tunggulah di sini. Aku ada urusan sebentar," tutur Jana pada Jelita. Gadis cantik itu hanya mengangguk tanpa banyak protes.
Jana lantas berjalan mendahului si pria dan membawanya menuju taman kampus. Sesampainya di sana, Jana hanya mematung di samping pohon akasia dengan memunggungi pria itu.
"Untuk apa Anda kemari? Bukankah aku tidak mencuri barang apa pun dari villamu? Bahkan kalung yang Anda letakkan di atas meja itu, tak sedikit pun kusentuh," tanya Jana secara beruntun. Ia merasa tidak ada urusan apa pun lagi dengan pria tersebut.
"Ada!" jawab pria itu singkat. Membuat Jana menoleh dengan tatapan tak biasa. Pria itu bergerak mendekat, lalu berdiri tepat di depan Jana. Jarak di antara keduanya begitu minim sehingga membuat mereka merasakan deru napas masing-masing yang saling bertabrakan. "Kamu telah mencuri separuh dari jiwaku," lanjut pria itu yang membuat Jana melebarkan kedua matanya.
"Sepertinya Anda salah bicara, Pangeran Shara!" tegas Jana. Kali ini dia mulai berani menatap pria itu--yang ternyata adalah Shara. Pandangan yang Jana lesatkan sungguh teguh, sehingga tak ada lagi rasa takut sedikit pun. "Atau Anda benar-benar sudah gila," lanjutnya.
Ya, pria itu adalah Shara. Setelah menemui Sona waktu itu, Shara memutuskan untuk menyusul Jana ke dunianya. Ia tidak peduli seberapa besar resiko yang akan ia hadapi. Yang ia tahu ... ia hanya ingin selalu berada di dekat gadis itu.
"Benar!" tegas Shara. Membuat kedua mata Jana mengerjap berkali-kali. "Aku memang sudah gila," tuturnya sebagai kalimat susulan. Jana masih mendengarkan dengan penuh keseriusan. "Aku benar-benar sudah menggilaimu!" tutur Shara lagi tanpa terselip sedikit pun rasa keraguan di dalamnya.
Jana tampak menghela napas dan membuang muka. Agaknya ia sudah mulai jengah dengan tingkah Shara yang tak masuk dalam logikanya.
"Suit ... suit ...!"
Terdengar ejekan dari beberapa mahasiswa yang sedang melewati taman. Bahkan ada beberapa dari mereka yang mengabadikan pose Jana dan Shara yang tampak seperti sepasang kekasih. Begitu memalukan, batin Jana.
Shara yang terkesan tak acuh, tak sedikit pun peduli dengan suara-suara para pengganggu. Namun, berbeda dengan Jana, ia mulai merasa tidak menentu.
"Pangeran ... menjauhlah dariku! Ini bukan di duniamu. Segala sesuatu di sini mempunyai aturannya tersendiri, tak terkecuali dalam bersikap," pinta Jana. Ia sekaligus menjelaskan pada Shara bahwa ada aturan tidak tertulis yang harus dipatuhi. Apalagi, saat ini mereka sedang berada di area kampus.
"Kamu pikir hidupku berlandaskan paham liberal?" tanya Shara balik. Jana kembali menatap pria itu yang saat ini tampak tersenyum tipis, malah hampir tak terlihat. "Di duniaku, semua juga ada aturannya Jana. Penduduk yang tinggal di dalamnya, mempunyai prinsip kuat untuk tidak melakukan keburukan--yang bahkan selalu dilakukan oleh bangsa manusia," jelas Shara. Ia juga tidak ingin membuat Jana memandang remeh penduduk Saranjana--yang notabennya dikenal sebagai orang kebenaran.
Jana terdiam. Ia merasa tertampar oleh kalimat terakhir Shara. Memang benar, bangsa manusia selalu saja melakukan dosa setiap harinya. Membunuh, menipu, mencuri, memerkosa, dan banyak lagi tindak kriminal lainnya. Ah, Jana jadi malu sendiri. Ia ingin menarik balik ucapannya, namun tidak bisa.
Gadis itu lalu mundur beberapa langkah. Seperti biasa, keintiman yang selalu ditunjukkan oleh Shara tak pernah membuat organ pemompa darahnya berpacu dengan benar.
"Lalu, apa maumu, Pangeran?" Dalam ketidakberdayaan, Jana harus menanyakan hal tersebut. Tentu saja, membuat Shara tersenyum penuh kemenangan.
Shara lantas mengeluarkan kotak kaca yang berisi kalung emas putih berliontinkan inisial nama gadis itu. Meletakkannya di telapak tangan dan mendekatkannya pada wajah Jana. "Aku kemari untuk menagih jawabanmu!" katanya seolah sedang memerintah bawahannya.
Jana mengernyit tidak suka, karena Shara selalu tampak semena-mena. "Anda sangat membosankan, Pangeran!" tuturnya dengan nada acuh. "Karena tidak semudah itu Anda bisa mendapatkan hatiku," lanjut gadis itu, kemudian pergi meninggalkan Shara.
Pria itu tampak mematung. Ia mulai memikirkan dialog terakhir Jana. "Apa ia sedang menantangku?" tanyanya pada diri sendiri. Lengkungan manis seketika terukir di kedua sudut bibirnya. Kemudian berlalu juga dari sana. Langkah lebarnya terayun sempurna mengekori gadis pujaannya itu.
Namun, langkah Shara tiba-tiba terhenti ketika melihat Jana berlari dan menghambur ke dalam pelukan pria lain. Mata biru milik pangeran dari kota tak terlihat itu tampak memicing, kemudian berlalu ke arah lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Ichi
viralin geeess 💃💃💃
2022-10-25
0
Ichi
mau dibawa kemana? 😱
2022-10-25
0
Ichi
Omo Omo 💃💃💃
2022-10-25
0