"Julian ... dengarkan mama dulu!" Bu Riris berjalan tergesa mengimbangi langkah lebar putranya yang sudah hampir tiba di ambang pintu. Raut wajah Julian yang sama sekali tidak sedap dipandang mata itu menandakan bahwa telah terjadi perdebatan di antara mereka berdua.
"Julian!" Bu Riris kembali memekik tatkala putra semata wayangnya itu tak juga mengindahkan titahnya. Hingga akhirnya ....
"Setidaknya cobalah untuk menemui wanita itu terlebih dahulu," tutur Bu Riris dengan nada memelas, membuat Julian menghentikan langkahnya seketika. "Tolonglah, Julian! Sekali ini saja, cobalah untuk membuka hatimu," lanjut ibu paruh baya itu--mencoba melunakkan hati putranya.
Julian tampak menghela napas pasrah. Sejujurnya ia tak tega bersikap acuh seperti itu kepada wanita yang sudah melahirkannya. "Terserah mama saja," ucapnya, kemudian berlalu dari sana.
Walaupun mendapatkan respon acuh dari sang anak, namun Bu Riris sedikit merasa lega karena akhirnya Julian setuju dan menerima perjodohan yang sudah beliau rencanakan.
🌀🌀🌀
"Aaarrrgggh!" erang Julian seraya memukul setir mobil yang sedang ia kemudikan. Tak ada lagi barang lain yang bisa menjadi sasaran kekesalannya. Walaupun ia tampak menerima perjodohan ini, namun tetap saja tidaklah mudah untuk dijalani.
Julian terus mengemudi tanpa tahu arah tujuan. Emosi yang menguasai dirinya saat ini membuatnya seperti seseorang yang sedang lupa diri. Sebenarnya ia ingin sekali marah. Namun, marah pada siapa? Pada mamanya? Atau pada kenyataan? Julian sendiri bahkan tidak tahu.
Dengan terus menambah kecepatan, akhirnya mobil yang dikendarai pria blasteran sampai di pelataran sebuah kampus. Kampus yang selalu sukses mengobati rasa rindunya pada sosok gadis yang begitu berharga baginya.
"Jana ... andai saja kamu masih ada, aku pasti tidak akan pernah terlibat dalam perjodohan ini," gumam Julian seraya menatap nyalang ke dalam sana. Tanpa terasa air matanya jatuh begitu saja.
Berkomunikasi satu arah seperti ini, sudah sering ia lakukan sejak kepergian Jana. Rutinitasnya mengantar-jemput gadis itu seolah sudah mendarah daging di dalam dirinya. Bahkan di saat Jana tidak ada pun ia masih bergelung dalam kegilaan yang sama.
Namun, tiba-tiba Julian membelokkan mobilnya dan masuk ke area parkiran kampus. Entah apa yang sudah menarik hatinya hingga memutuskan untuk menemui seseorang di dalam sana.
Langkah tegap dan lebarnya ia ayun dengan ragu. Walaupun sukses menjadi pusat perhatian para mahasiswa dan mahasiswi karena setelan formalnya, namun Julian tak memperdulikan hal tersebut. Setelah bertanya pada beberapa orang yang kebetulan berpapasan dengannya, akhirnya ia bisa menemukan arah tempat yang ingin ia tuju.
Perpustakaan!
...🌀🌀🌀...
"Tunggu, Jel. Aku harus ke perpustakaan!" kilah Jana dengan mengatakan tujuan awalnya.
"Kamu masih mau berdebat? Atau sengaja mencari alasan biar bisa kabur?" Jelita memandang gadis itu dengan kedua mata melotot. Jana hanya bisa menggaruk-garuk kepalanya. "Udah, ayo ikut!" Jelita kembali menyeret lengan Jana, hingga akhirnya mereka tiba di perempatan. Tiba-tiba Jana menghentikan langkahnya.
"Ada apa lagi, sih?" tanya Jelita dengan nada geram. Jana hanya memasang wajah cengengesan. Entah mengapa, ia merasa ada sesuatu yang seketika menahan langkahnya, tapi apa?
Di saat yang bersamaan, Julian muncul dari arah belakang. Pria itu tampak celingukan mencari sebuah ruangan yang bertuliskan kata 'perpustakaan'. Namun, belum berhasil ia temukan.
Tanpa merasa putus asa, ia kembali menambah langkah dengan pandangan menoleh ke kiri dan ke kanan. Saat ini posisi Julian berada sekitar dua puluh meter dari perempatan yang dimana ada Jana dan Jelita di sana. Namun, karena ia terlalu fokus dengan pencariannya, maka netranya tak sedikit pun menangkap penampakan mereka berdua.
Ayo, Jan ... tunggu apa lagi?" Jelita tak mau tahu. Ia kembali menarik lengan Jana dan membawanya menuju kantin kampus.
Di saat itu juga, Julian tiba di perempatan ketika Jana dan Jelita sudah pergi dari sana.
...🌀🌀🌀...
Sesampainya di kantin, mereka berdua menempati kursi biasa dan memesan menu yang juga biasa mereka santap.
"Ceritakan padaku! Kemana saja kamu selama satu bulan ini? Kenapa kamu bersembunyi? Kamu gak mikirin perasaan aku apa? Dan ... apa ini? Kacamata? Siapa yang mau kamu bodohi?" tanya Jelita beruntun. Sampai-sampai semua itu ia katakan dalam satu tarikan napas.
Jana tak langsung menjawab. Ia masih menilik air muka Jelita yang terlihat sangat kecewa padanya. Ia baru sadar bahwa keputusannya untuk tetap bungkam dan tidak memberitahu siapa pun tentang kepulangannya adalah keputusan yang tidak tepat. Saat ini ia baru melihat betapa khawatirnya seorang Jelita, lalu seperti apa respon Julian nantinya? Jana membatin.
Ah, Jana bahkan tak tahu harus berkata apa jika sudah berhadapan dengan pria itu.
"Jan ... ngomong! Apa perlu aku telepon Julian dan memintanya untuk datang ke sini?" ancam gadis cantik itu seolah bisa membaca pikiran Jana.
Jana tampak menarik napas berat dan mengembuskannya secara perlahan. "Begini, Jel ...! Aku akan cerita semuanya, tapi kamu harus percaya! Jangan ketawa, oke!" titah Jana untuk mengantisipasi respon gila dari sahabatnya. Jelita pun mengangguk, lalu menatap Jana dengan antusias.
Secara detil, Jana menceritakan kronologi kejadian yang sebenarnya kepada Jelita tanpa ada yang ditambah dan dikurangi sedikit pun. Semua informasi yang ia sampaikan itu sudah sesuai dengan apa yang ia alami, kecuali ... soal kotak persegi panjang yang berisi emas batangan.
Selama Jana bercerita, Jelita sudah beberapa kali menahan tawanya. Namun, ia masih berusaha untuk tidak bersuara, berhubung Jana tampak begitu serius dan menggebu-gebu.
"Begitu ceritanya, Jel. Jadi, aku tidak pernah berniat untuk bersembunyi dari kalian. Dan ... mengenai kacamata ini, aku sengaja memakainya untuk mengelabui para tetangga. Bukankah kuburan atas namaku udah berdiri di TPU?" lanjut Jana sebagai bagian penutup. Gadis itu langsung menyedot minumannya karena haus.
Jelita tampak mengernyit dalam diam, namun sesaat kemudian gadis itu tergelak sejadi-jadinya. "Hahaha ... Jan ... Jan, kamu baru aja nyeritain mimpimu tadi malam?" responnya yang seolah menganggap Jana sudah membuat-buat cerita fantasi.
Jana menghentikan aktifitas minumnya, lalu menatap Jelita dengan mata menyipit. Sementara, bibir gadis itu tampak mencebik. "Bukannya tadi aku udah bilang jangan tertawa?!" peringatnya dengan wajah cemberut.
Melihat pemandangan yang menurutnya tak biasa itu, Jelita bukannya menghentikan tawa, ia malah semakin terpingkal-pingkal hingga hampir terjungkal.
"Oke, teruslah tertawa, Jel." Jana memutar kedua bola matanya malas seraya mengocok-ngocok minuman dengan sedotan. Tampaknya ia sudah mulai jengah. Pertama kali ia menceritakan kisahnya di kota tak terlihat itu, namun kala itu juga ia mendapat respon tak dipercaya. Jana mulai merasa menyesal, seharusnya ia tetap menyimpan kisah itu sendirian.
"Hei ... jangan cemberut gitu ... hahaha, maaf-maaf aku benar-benar merasa terhibur," tutur Jelita di sela-sela tawanya. Jana hanya mendesah pasrah. "Lagi pula, mana ada yang percaya tentang kota tak terlihat itu, Jan. Itu cuma rumor," lanjutnya seraya memeluk bahu Jana dari samping.
"Tapi aku percaya," kata seseorang yang entah siapa. Suaranya tampak begitu familiar di telinga Jana.
Dua gadis yang masih terpaku di kursi itu seketika menoleh ke arah sumber suara yang tiba-tiba sudah berdiri di samping meja mereka. Keduanya langsung mendongak. Jelita tampak mengedip-ngedipkan matanya seraya terpana. Sedangkan Jana hanya bisa mematung seperti boneka.
"Aku percaya," ulang orang itu lagi yang ternyata adalah seorang pria tampan. Tubuhnya tinggi bak model internasional. Rambutnya panjang sebahu dan bergelombang. Bibirnya tebal dan tampak sangat merah. Kedua bola matanya tampak berwarna biru dan rahangnya begitu tegas sehingga membuat Jana bahkan tak bisa menelan ludahnya.
Sempurna, batin Jelita. Ia masih tak mengalihkan pandangannya dari pria itu. Namun, yang diperhatikan masih saja terus menatap gadis satunya yang saat ini mulai tertunduk karena sudah merasa tertangkap tangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Ichi
Julian mau di jodohin Sama Jelita yaaa 🤦🏿♀️
2022-10-25
0
Ichi
Shara yaaaa? 🧐🙄
2022-10-25
0
Ichi
yaaaach, ga ketemu 🙈
2022-10-25
0