Setelah memastikan bahwa Shara sudah tak lagi membuntuti, akhirnya Jana melepas pelukannya dari pria yang tak dikenalnya itu.
"Maaf, ya. Aku terpaksa melakukan ini. Terima kasih atas jasamu," ucap Jana sambil tersenyum kikuk. Ia terus menoleh ke belakang, memastikan bahwa Shara benar-benar telah pergi dari sana.
Pria cupu dengan kacamata tebal itu hanya bisa tersenyum malu-malu. Kapan lagi bisa mendapatkan durian runtuh di siang bolong, begitu pikirnya. Kemudian, ia langsung berlalu etelah tersenyum lebar pada Jana.
"Kamu kemana aja, sih?" tanya Jelita yang tiba-tiba muncul di belakang Jana seperti sosok arwah gentayangan.
Jana terlonjak. Ia memegangi dadanya yang masih bergemuruh karena baru saja bertemu dengan makhluk tak jelas berbentuk manusia. "Aduh, Jel. Kamu ngagetin aja, sih!" keluh Jana yang masih belum bisa menormalkan deru napasnya.
"Kamu kenapa, sih? Kok kayak habis dikejar setan, gitu? Kamu habis diapain sama cowok ganteng tadi? Hayo, ngaku!" Tentu saja Jelita curiga. Ekspresi Jana benar-benar membingungkan.
"Udah deh, lupain soal dia! Pulang, yuk!" Jana mengamit lengan Jelita, lalu membawanya pergi dari sana.
🌀🌀🌀
Malam harinya, Julian sudah siap dengan setelan kemeja hitam bersanding dengan celana jeans berwarna biru laut. Ia dan Bu Riris sebentar lagi akan berangkat menuju restoran bintang lima yang sudah direservasi oleh sang mama.
"Mama harap kamu akan bersikap baik pada calon istrimu nanti," pesan Bu Riris ketika mobil yang membawa mereka berdua berhenti tepat di parkiran rumah makan elit itu.
Bu Riris sengaja membawa sopir untuk mengantisipasi kalau-kalau Julian akan kabur di tengah perjalanan. Atau bahkan tidak datang dalam pertemuan.
Mendengar khotbah sang mama yang sudah ke sekian kalinya itu, membuat telinga Julian seolah tersesaki oleh kalimat yang sama. Sepertinya ia sudah bosan.
"Julian, kamu dengarin mama, 'kan?" tanya Bu Riris ketika tak mendapat respon apa pun dari putranya.
Dengan rasa malas Julian hanya mengangguk tanpa berucap. Lalu, mereka berdua keluar dari mobil secara serempak. Setelah mengitari sekitar, pandangan Julian seketika menangkap sosok gadis yang ia kenali--baru saja turun dari kendaraannya. Gadis itu datang bersama seorang wanita paruh baya yang Julian yakini adalah ibunya.
"Jelita!" seru Julian yang membuat si empunya nama menoleh. Gadis yang ternyata Jelita itu sontak tersenyum setelah melihat--siapa yang sudah memanggilnya.
"Julian, kamu di sini juga? Sama siapa?" tanya Jelita sambil berjalan mendekat. Julian pun juga melakukan hal yang sama.
"Aku bareng mama," jawab Julian. Lalu, mereka tampak berbincang-bincang ringan.
Tanpa mereka sadari, dua wanita paruh baya di belakang sana sedang berbisik-bisik dengan ekspresi wajah ceria. "Jeng, ternyata mereka sudah saling kenal loh," tutur Bu Riris pada Bu Anjani--ibunya Jelita.
"Iya, ya, Jeng. Aku jadi makin optimis kalau mereka pasti berjodoh." Bu Anjani tak kalah bahagianya, apalagi setelah melihat senyuman merekah di bibir putrinya ketika berbicara dengan Julian.
"Wah ... ada yang asik berdua nih, mama sama Tante Riris malah dicuekin," tutur Bu Anjani dengan suara lantang. Membuat dua muda-mudi itu berbalik badan.
"Eh, mama." Jelita tampak salah tingkah. "Maaf ya, Tante." Gadis itu lalu tersenyum kikuk ke arah Bu Riris.
"Tidak masalah, Sayang. Julian ... kenalkan ini tante Anjani, temannya mama." Bu Riris menyentuh sebelah bahu Bu Anjani setelah memperkenalkannya pada sang putra.
Julian dengan sopan meraih tangan wanita itu, lalu mencium punggungnya. "Julian, Tante." Tentu saja ia juga harus memperkenalkan diri.
"Julian ... mama tidak menyangka kalau kamu dan Jelita sudah saling mengenal. Tahu gitu, mama dan Tante Anjani tidak perlu repot-repot untuk menjodohkan kalian berdua," tutur Bu Riris dengan senyuman lembut.
DUAAARRR
Julian tampak membatu. Aliran listrik dari ganasnya petir di malam hari seolah sedang menyengat tubuhnya ketika itu juga. Dia tak pernah menyangka jika wanita yang akan dijodohkan dengannya adalah Jelita.
Begitu pun dengan Jelita. Ia juga tak kalah terkejutnya, karena sang mama belum memberitahukan tentang identitas calon suaminya.
Tanpa bisa mengeluarkan suara, keduanya hanya mampu bersitatap. Mencoba menanyakan respon masing-masing dengan bahasa isyarat.
"Kita masuk aja, yuk. Di sini dingin banget. Ayo, Sayang!" Bu Anjani menarik lengan putrinya, lalu membawanya masuk ke dalam restoran.
Sementara Bu Riris, ia juga memeluk Julian dari samping, kemudian melangkah mengekori calon besannya.
Di dalam restoran
"Selamat datang, silakan ibu! Ada yang bisa kami bantu?" tanya seorang resepsionis.
"Bisa tunjukkan dimana private room yang sudah direservasi atas nama Bu Riris?" tanya Bu Riris kemudian.
"Sebentar ya, Bu. Saya cek dulu," kata resepsionis itu sambil tersenyum ramah. "Private room atas nama Bu Riris ada di lantai atas, Ibu. Silakan!" Resepsionis berjenis kelamin perempuan itu langsung meminta salah satu pelayan untuk mengantar mereka hingga tiba di ruang tujuan.
"Silakan, Ibu!" Setelah membukakan pintu pelayan itu langsung pamit undur diri.
Keempat ibu dan anak itu duduk mengelilingi meja bundar yang sudah terhidang beraneka ragam makanan di atasnya. Seraya menikmati makan malam, dua wanita paruh baya itu juga bercerita tentang kebiasaan dan profesi anaknya masing-masing. Jelas sekali kalau binar kebahagiaan terpancar dari wajah keduanya.
Namun, tidak dengan Jelita dan Julian. Mereka memutuskan untuk tidak ikut peran di dalamnya. Mereka berdua hanya sibuk dengan makanan masing-masing.
"Julian ... ajaklah Jelita berkeliling sebentar!" titah sang mama yang tak bisa Julian bantah. Pria itu mengangguk, lalu mengajak Jelita keluar sekedar untuk mencari udara segar.
Walaupun di dalam ruangan itu terdapat alat pendingin, namun tetap saja Julian merasa sesak. Bukan masalah suhu di dalam ruangan tersebut, melainkan masalah isi di dalam dadanya yang belum bisa menurut.
"Kenapa kamu mau menerima perjodohan ini?" tanya mereka berdua secara bersamaan.
Julian dan Jelita tampak saling pandang dan tertawa renyah karena merasa satu pemikiran. Saat ini, mereka berdua sedang berada di roof top. Karena sering melakukan pertemuan bisnis di gedung ini, maka Julian tahu persis tentang detilnya.
Mereka berdiri tepat pada pagar pembatas yang dihiasi dengan lampu kelap-kelip. Berada pada ketinggian seperti ini membuat keduanya bisa menikmati pemandangan kota yang begitu padat dengan bermacam ragam cahaya yang menyala di sana-sini.
"Jelita ... sebenarnya aku ...."
"Aku tahu ...." potong Jelita sebelum Julian menyelesaikan kalimatnya. "Kamu tidak perlu memaksakan diri untuk menerima kehadiranku sebagai pendamping hidupmu, karena ...."
"Kamu salah!" potong Julian sebelum gadis itu menyelesaikan kalimatnya. "Aku tidak dalam kondisi terpaksa, Jelita. Karena aku sangat ingin melihat mama bahagia," lanjut Julian seraya menoleh ke arah gadis itu.
Jelita lantas tertunduk malu. Sejujurnya ia sangat mencintai Julian. Berada di dekat pria itu selalu sukses membuatnya tak tentu arah. Namun, di balik itu semua ia juga tahu bahwa Julian sudah mencintai wanita lain.
"Tapi, Julian it-" Jelita terpaksa kembali menghentikan ucapannya.
"Apa kamu mencintai pria lain?" tanya Julian sebelum Jelita berhasil melanjutkan pernyataannya.
Jelita menggeleng tegas. 'Karena aku hanya mencintaimu Julian'. Namun sayangnya, kalimat itu hanya bisa ia katakan di dalam hati saja.
"Kalau begitu, menikahlah denganku!" pinta Julian kemudian, membuat Jelita mendongak tak percaya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Ichi
Julian ngelamar Jelita tanpa mengetahui Jana sudah kembali 🤧
2022-10-25
0
Ichi
iya udah Jelita ma Julian aje 😁😁
2022-10-25
0
Ichi
hahahahahhaaa 🤣🤣🤣
2022-10-25
0