Episode 19

Setelah dirasa cukup, akhirnya Jana melenggang dari tempat kejadian perkara. Kedua netranya masih menghitari sekitar--kalau-kalau ada yang menyaksikan bakat terpendam yang jarang sekali dikeluarkannya itu.

"Anda hendak kemana?" tanya si supir mengikuti gerakan tuannya yang sudah keluar dari mobil. Mobil yang sedari tadi terparkir tak jauh dari posisi Jana bergelut dengan kedua kang jambret.

"Kau pulanglah terlebih dahulu, aku masih ada urusan!" titah si pria yang dipanggil tuan tadi dengan suara dingin.

"Tapi, Pangeran ki-" Suara supir itu tercekat di pangkal lidah saat melihat tatapan tajam yang dihujamkan oleh lawan bicaranya.

"Sudah berapa kali kukatakan padamu, jangan sebut aku dengan panggilan bedebah itu!" pekik si empunya badan yang ternyata adalah Shara. Si supir hanya bisa menunduk pasrah dan menerima omelannya.

Sudah sejak lama, Shara tidak menyukai sebutan formal khas kerajaan yang selalu sukses membuat kedua telinganya pekak. Bahkan perasaannya pun ikut tidak karuan. Sejujurnya, panggilan itu juga yang membuatnya merasa terjebak dalam milyaran aturan tak jelas, sehingga menempatkannya pada kehidupan yang seolah sangat sempit tanpa bisa bergerak bebas.

"Ba-baik, Pangeran. Eh, maaf! Sha-Shara ... ampuni hamba," ucap pria yang bernama Lintang itu seraya merunduk.

"Dan satu lagi, berhentilah menggunakan bahasa formal kerajaan. Aku benar-benar muak mendengarnya!" perintah Shara lagi, seraya menambah langkah meninggalkan Lintang. "Seharusnya aku tak perlu membawanya kemari," sesal pria itu sambil terus menapaki jalan yang sama dengan yang sudah dilewati oleh Jana.

...💠💠💠...

Jana yang langkahnya terayun bebas, tiba-tiba merasa seolah sedang dibuntuti oleh seseorang. Beberapa kali ia menghentikan tapakan dan menoleh ke belakang, hanya untuk memastikan bahwa firasatnya tidaklah salah.

"Siapa, sih?" Ia kembali menoleh. "Hem ... sepertinya ada yang sedang ingin bermain petak umpet," gumam Jana sembari terkikik geli.

Berhubung langit sudah mulai temaram, Jana sebenarnya sudah tak sabar untuk segera tiba di rumah. Ia tidak ingin melewatkan makan malam bersama dengan hidangan lezat hasil karya sang ibu--yang rasanya tiada tanding. Namun, ia merasa perlu menyelesaikan teka-teki ini terlebih dahulu.

Ia kembali menambah langkah, namun ketika kedua tungkainya berada tepat di depan sebuah ruko yang menjulang tinggi, Jana langsung bergerak cepat dan bersembunyi di balik temboknya.

Sementara Shara, yang tadi sempat bersembunyi karena khawatir terpantau gadis incarannya, mulai kebingungan di saat ia berusaha mengintip dari tempatnya saat ini. "Kenapa gadis itu bisa menghilang begitu cepat? Apa dia merupakan keturunan vampir kota?" tanyanya pada diri sendiri. Lalu keluar dari persembunyian dan bergerak secepat kilat ke tempat dimana Jana berdiri tadi. Untung saja, tidak ada satu warga pun yang melintas di sana, sehingga mereka tidak perlu mati kejang-kejang akibat ulah ceroboh Shara.

"Kemana perginya dia?" ujarnya frustrasi seraya berkacak pinggang, lalu mengedarkan pandangan ke setiap sudut jalan. Namun, kedua netra birunya tak juga menemukan keberadaan Jana.

"Apa Anda sedang mencari sesuatu yang sedang hilang, Tuan?" tanya Jana sembari berjalan mendekat. Ia sengaja keluar dari persembunyian untuk sekedar bertegur sapa dengan orang yang ia yakini sedang membuntutinya. Namun, sebenarnya ia juga belum bisa memastikan dengan jelas--wajah pria yang sedang diajaknya bicara itu, karena minimnya penerangan di sekitar.

Shara sempat tersentak setelah mendengar suara Jana. Ia tidak menyangka bahwa gadis itu lebih gesit daripada yang ia bayangkan.

"Tentu saja," ucap Shara sambil berbalik badan.

Jana langsung menelan saliva, ketika menyadari bahwa pria yang memunggunginya tadi adalah Pangeran Shara.

"Pa-nge-ran?!" tuturnya seolah sedang mengeja panggilan terhadap pria yang saat ini sedang tersenyum miring kepadanya.

Shara tersenyum senang. Entah mengapa, menerima panggilan itu langsung dari mulut Jana, seakan terdengar sangat romantis di telinganya.

"Apa Anda sedang membuntutiku?" tanya Jana dengan perasaan campur aduk. Entahlah, setiap berhadapan dengan Shara organ di dalam dadanya mulai tak bisa dikendalikan.

"Kalau iya ... kenapa?" jawab Shara yang semakin mengikis jarak yang terbentang di antara mereka berdua.

Jana mengerjap berkali-kali, lalu berusaha mengendalikan diri agar jangan sampai terjerat kembali dalam pesona luar biasa dari pria yang satu ini.

"Em ... Anda pasti kurang kerjaan," jawabnya seraya memalingkan wajah ke sembarang arah. Kedua tangannya sengaja ia lipat di depan dada untuk mengurangi rasa gerogi yang mulai merayap indah di sekujur tubuhnya.

"Bisakah kita bicara dengan bahasa yang seharusnya? tak perlu memanggilku dengan sebegitu formalnya," pinta Shara setelah beberapa kali Jana menggunakan sapaan 'Anda' ketika berbicara dengannya.

Jana sontak mengembalikan pandangannya pada tempat semula. "Lalu, aku harus memanggilmu apa?" Memajukan sedikit dagunya seolah sedang menantang.

Pertanyaan bagus, pikir Shara. "Panggil aku ... sa-yang," bisik Shara di telinga Jana yang membuat gadis itu hampir saja memuntahkan semua isi perutnya.

"Yang benar saja?" pekik Jana seraya memelototi pria menyebalkan di hadapannya. "Kita belum mempunyai hubungan apa pun untuk sekedar memanggil dengan sapaan menjijikan itu," protes Jana yang membuat Shara tersenyum.

"Kalau begitu ... ayo kita sambung talinya," tutur Shara asal.

"Tali apaan?" Jana mengernyit tak mengerti. Sementara Shara semakin mendekatkan wajahnya. Tersenyum penuh arti.

"Tali kasih sayang antara kita berdua," tutur Shara kemudian yang membuat Jana tersedak ludahnya sendiri. "Minum ini ...!" Tiba-tiba tangan Shara menenteng sebotol air mineral yang ia dekatkan pada pipi Jana.

"Darimana Anda mendapatkannya? Uhuk ... uhuk ...." tanya Jana di sela-sela batuknya.

"Yang jelas aku tidak mencuri milik siapa pun," ungkap Shara, lalu membukakan penutup botol itu dan menyerahkannya pada Jana.

Dengan gerakan ragu, gadis itu menerima pemberian dari Shara, lalu menenggak isinya hingga tandas. "Sepertinya kamu sangat kehausan," ucap Shara sambil menyamai langkah Jana yang mulai terayun kembali.

"Aku baru saja melawan jamb-" Jana langsung menutup mulutnya rapat-rapat ketika hampir saja salah bicara.

"Tidak perlu merahasiakan apa pun dariku," ucap Shara. Jana menoleh. "Aku sudah menyaksikannya," lanjutnya lagi yang membuat mulut Jana menganga. "Jurus-jurus yang kamu pakai tadi ... lumayan juga. Tapi masih butuh latihan penyempurnaan, agar kamu bisa menghindari serangan dari belakang." Shara masih saja terus mengoceh. Membuat Jana semakin penasaran dengan kelanjutannya. "Darimana kamu mempelajari semua itu?" tanya Shara kemudian.

"Dari ayahku," tutur Jana sambil menunduk. Agaknya Shara sudah salah bertanya.

"Kenapa wajahmu berubah murung?" tanyanya mulai panik.

"Ayahku sudah tiada, Pangeran." Pandangan Jana mulai menatap lurus ke depan. Sedangkan kedua netra Shara masih menatap serius ke arah gadis itu. "Jika ia masih hidup, mungkin aku tidak perlu membuang keringat hanya untuk melawan orang tak berguna seperti dua jambret tadi," ucap Jana dengan wajah sendu.

Shara mulai hanyut ke dalam melodi pilu yang dimainkan oleh gadis di sampingnya. Biasanya ia sangat acuh dengan masalah dalam kehidupan orang lain. Namun, entah kenapa bersama Jana, ia lebih memilih untuk menjadi pendengar yang baik.

"Ayahmu pasti merasa sangat bangga dan mengacungimu dua jempol dari atas sana." Sebaris kalimat berbentuk hiburan dari mulut Shara, akhirnya sukses mendongakkan pandangan Jana. Tatapan gadis itu mengikuti arah telunjuk Shara saat ini. Suasana gelap sudah mulai merajai langit ibu kota. Ribuan bintang-gemintang yang menemani sang bulan pun kini tampak mengerlipkan cahayanya masing-masing.

"Ia pasti akan semakin bangga ketika melihat kamu menjadikan aku sebagai temanmu," tutur Shara lagi. Jana kembali menarik pandangan. Kini kedua netranya ia adukan dengan milik Shara. Agaknya ia harus mendengarkan pria ini dan tak lagi menganggapnya sebagai sosok yang meresahkan.

"Teman hidup," lanjut Shara yang membuat Jana spontan mendelik tidak suka. Gadis itu kembali mengayunkan langkahnya yang saat ini sudah hampir tiba di teras rumahnya.

Terpopuler

Comments

Maryana Fiqa

Maryana Fiqa

aku suka alur ceritanya 👍👍

2025-01-15

1

Ichi

Ichi

kuy lanjut lagi 🛵🛵🚀

2022-10-25

0

Ichi

Ichi

hahahahahhahhahahahaha,

2022-10-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!