Hari ini Nadia datang agak lama ke sekolah. Nadia memakai gamis batik putih bercorak dipadukan dengan bawahan merah hati, dengan jilbab berwarna merah bata menambah kecantikan Nadia secara alami. Saat di sekolah anak-anak sudah berkumpul tapi tidak ada guru yang di depan. Nadia yang berusaha mengelak dari Doni terpaksa harus duduk di kursi panjang di depan. Nadia mengawasi anak-anak sambil mengajari mengaji. Saat Nadia mengajari Sonia. Sonia menunjuk ke arah pagar kebetulan posisi Nadia membelakangi pagar. Ternyata Ay sudah diantar oleh ayah gantengnya. Nadia melihat ke belakang sebentar melihat Doni yang menurunkan Ay. Nadia berusaha untuk mengelak. Namun, seperti kemarin tas bekal Ay menjuntai ke tanah sehingga Ay enggan membawanya. Nadia mendatangi mereka dan meraih tas Ay dalam diam.
"Sudah disalam Nak?" tanya Nadia masih menundukkan kepalanya. Doni yang jangkung tak bisa melihat wajah Nadia yang terus menunduk. Ay pun menyalam ayahnya.
"Makasih yah Ibu," ucap Doni.
"Iya ayah," ucap Nadia cepat membalik. "Salam Ibu dulu." Nadia berjongkok agak jauh dari septor Doni.
Ay pun mencium Nadia membuat Nadia tersenyum. Doni yang belum beranjak dari sana tersenyum melihat semburat cantik di wajah Nadia di pagi itu. Jantungnya berdebar kencang.
"Makasih yah Ibu," ucapnya sekali lagi membuat Nadia heran kenapa harus dua kali dia mengatakan hal yang sama.
"Iya Pak," ucap Nadia tanpa melihat Doni kemudian berbalik.
***
Hari ini Nadia datang lebih cepat karena piket. Nadia memilih duduk di ayunan seperti biasa. Nadia membunyikan sholawat di ponselnya. Tak lama Ay dan ayahnya datang. Nadia merasa berdebar, namun Nadia tidak datang menuju mereka. Dia lebih memilih bersenandung. Maka Ibu yang lain menyambut mereka. Doni melirik sekilas ke arah Nadia yang bersenandung bersama murid lainnya. Namun Nadia mengingat sesuatu. Maka Nadia mendatangi Doni.
"Ayah," panggil Nadia. Doni melihat ke arah Nadia kemudian melihat ke arah Ay. "Ay sekarang sudah gak mau mengaji lagi lho." Doni terdiam menatap Ay. "Terus, Ay juga sudah mulai nakal sekarang, suka tunjang temennya, mukul temennya."
"Ya Allah, iya Ibu dia sekarang sudah mengikuti temennya yang laki-laki," ucap Doni menatap tajam ke Ay.
"Iya, gak usah dimarahi ayah, kasih tau pelan-pelan aja," ucap Nadia. "Mengaji oun dia gak mau lagi."
"Apa?" tanya Doni melirik Nadia sekilas.
"Mengaji dia gak mau lagi ayah, sudah berapa hari ini Ay gak mau ngaji," ucap Nadia.
"Oiya, Ibu. Nanti saya kasih tau pelan-pelan sama dia. Makasih yah Ibu," ucap Doni.
"Iya," ucap Nadia.
Kemudian Nadia mengajak Ay mengaji. Awalnya Ay gak mau.
"Ay gak mau Ibu, Ay mau sama ibu Mala aja," ucap Ay.
"Ay, tadi sudah Ibu kasih tau ayah lho, ayah sudah marah," ucap Nadia. Ay tidak peduli.
"Ya udah, sekarang Ibu ada pilihan. Sebentar lagi kelas kita akan pisah lho. Hari senin kelas kita pisah. Nanti Ay gak usah di kelas Ibu yah, Ay di kelas Ibu Mala aja. Karena Ay gak mau ngaji," ucap Nadia. "Nanti Nisa aja yang di kelas Ibu menggantikan Ay." Mata Ay membulat menatap Nadia.
"Ay gak mau sama Ibu Mala, Ay mau sama Ibu," ucap Nadia.
"Ya udah, sekarang ngaji yah anak pinter," ucap Nadia. Ay mengangguk. Nadia tersenyum dan membimbing Ay. "Tuh kan, Ay nya tau, cuma malas aja nya kan?"
Ay tersenyum menunjukkan giginya yang tersusun rapi. Saat sedang bermain Ay dan Sonia berantem sampai Sonia menangis. Nadia mendatangi Ay dan menasehatinya.
"Ay, perempuan gak boleh kasar-kasar. Perempuan itu harus lemah lembut. Gak boleh kasar kayak laki-laki," ucap Nadia.
"Ay gak mau berteman dengan Sonia lagi," ucap Ay.
"Tapi, Sonia kan bestie nya Ay," ucap Nadia.
"Ay gak mau bestie sama Sonia, Ay mau bestie nya sama Nisa," ucap Ay.
"Nanti temen Ay gak ada lho, kalau gitu kita pisah kelas aja yah. Ay di kelas Ibu Mala aja yah. Karena di sana ada Nisa," ucap Nadia.
"Tapi tadi pagi Ibu bilang Nisa di kelas Ibu," ucap Ay.
"Itu kalau Ay gak mau di kelas Ibu, Nisa yang di kelas Ibu," ucap Nadia.
"Ay gak mau Ay mau dua-duanya sama Ay," ucap Ay. Nadia pun tersenyum.
"Bilang lah sama kepala sekolah," ucap Nadia. Ay tersenyum menampakkan giginya. "Sekarang berteman lagi yah sama Sonia." Ay kembali memasang wajah juteknya.
"Ay udah putus asa sama Sonia Ibu, Ay gak mau," ucap Ay.
"Putus asa?" Nadia tertawa. "Ay tau gak artinya putus asa itu apa?"
"Nggak Ibu," ucap Ay.
"Ya udah, kalau gak tau gak usah disebut," ucap Nadia. Ay pun tertawa bersama Nadia. Sampai pulang pun Ay belum mau berteman dengan Sonia.
***
'Assalamu'alaikum Ibu, bagaimana kronologis Ay nya berantem sama temannya sampai nangis ibu?'
Satu pesan masuk ke ponsel Nadia. Nadia tersenyum membacanya.
'Ay nya sering memperebutkan sesuatu sama temannya. Sampai Ay marah, mukul, main kaki. Memang gak kena, khawatirnya kalau sering bahaya.'
'Itu kenapa begitu yah Ibu?'
'Ay sering cerita dimarahi ayahnya terus setiap hari. Bagi dia ayahnya sosok panutannya. Karena ayahnya sering marahi Ay, jadi Ay nya ikut marah juga sama temannya. Sering aja gendong Pak, disayangi, dipeluk, dicium, diajak cerita setiap hari insya Allah berubah.'
'Makasih yah Ibu sudah perhatian sama Ay saya juga baru cek Iqra' nya banyak Ay mengulang yah ibu, saya merasa lalai.'
'Iya, Pak sama-sama. Sabar Pak. Semoga Ay nya berubah. Aamiin.'
***
Keesokan harinya Nadia bersenandung di ayunan. Entah kenapa hatinya merasa senang saat ini. Mereka baris-berbaris dan senam. Saat senam sudah selesai dan sedang pembacaan do'a Ay dan ayahnya datang menggunakan mobil. Nadia tersenyum melihat Ay dibalik kaca mobilnya. Nadia segera menyambut Ay di pagar. Doni turun dari mobil dan tersenyum melihat Nadia. Tanpa disengaja Doni memakai pakaian yang senada dengan Nadia. Mereka terlihat serasi. Doni mengambil tas Ay di jok belakang, kemudian membuka pintu depan. Ay turun sambil tersenyum melihat Nadia.
"Assalamu'alaikum anak Ibu," ucap Nadia.
"Wa'alaikum salam Ibu," ucap Doni. Ay mencium tangan Nadia dan Nadia mencium Ay. Doni menyerahkan tas Ay pada Nadia dan tangan mereka tak sengaja saling bersentuhan.
"Salam ayahnya Nak," ucap Nadia. Ay menyalam ayahnya. Ayahnya tersenyum begitu juga dengan Ay. Kemudian ayahnya meletakkan telapak tangan di wajah Ay merasa gemas. Ay tertawa. Nadia tersenyum melihat keakraban mereka.
"Peluk? Gak dipeluk?" tanya Nadia tersenyum.
Ay dan ayahnya saling berpandangan, kemudian Ay memilih masuk menemui Sonia. Nadia dan Doni tersenyum melihat tingkah Ay yang menggemaskan. Guru yang lain memperhatikan mereka yang tidak biasa. Nadia memilih diam saja sambil tersenyum. Nadia mengantar tas Ay ke kelas dan tersenyum melihat Ay dan Sonia berbaikan dan saling berpelukan. Nadia memeriksa tas Ay, ternyata bekalnya tidak ada. Nadia mengirim pesan ke Doni.
'Assalamu'alaikum, Pak! Bekal Ay gak ada yah Pak?'
'Wa'alaikum salam, Ibu! Iya ini saya lagi beli bekalnya.'
Tak lama salah satu guru mengantarkan bekal Ay.
"Langsung datang ajudan mengantar," ucap Nadia.
"Iya Ibu, ini ayahnya lupa tadi, makasih yah Ibu," ucapnya.
"Iya Ibu, sama-sama," ucap Nadia.
Saat pulang Nadia dan yang lainnya menunggu anak-anak dijemput. Tak lama Doni datang menjemput Ay. Nadia mengantarkan Ay pada ayahnya. Semua orang tua murid memperhatikan mereka. Nadia memilih cuek.
"Salam, Ibu Nak," ucap Nadia.
"Salam Nak," ucap Doni. Ay malah menyalam Doni membuat Nadia tertawa. "Ibunya disalam Nak, kok malah ayah yang disalam." Ay tertawa.
Kemudian Ay menyalam Nadia dan Nadia menciumnya. Kemudian, Ay menyalam gurunya satu per satu. Kemudian, Ay bermain kejar-kejaran sama temannya.
"Lho, Ay... Ayo pulang," ucap Doni.
"Masih mau main dia," ucap Nadia tersenyum melihat Ay.
Kemudian, Nadia mengantar mereka sampai ke gerbang.
"Pak, di tas Ay ada surat," ucap Nadia.
"Oiya Ibu, tadi buku tabungannya sudah diambil Bu?" tanya Doni.
"Sudah Pak, sudah dikasih ke sekolah," ucap Nadia.
"Oiya, Ibu. Makasih yah Ibu," ucap Doni.
"Iya, dadah sayang. Senin jumpa lagi yah," ucap Nadia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments