Ay mengucek-ngucek matanya saat berada di kamarnya. Doni baru saja menggendongnya ke kamar. Sementara eyangnya sudah berada di kamarnya. Ay menguap sambil membuka matanya dan memperhatikan sekeliling ternyata sudah di dalam kamarnya.
"Ibu Nadia mana ayah?" tanya Ay.
Oh...jadi nama gurunya itu Nadia. Batin Doni tersenyum sambil menepuk-nepuk punggung anaknya.
"Ibu Nadia mungkin sudah pulang," jawab Doni ngasal. "Udah tidur lagi. Besok bisa jumpa ibu Nadia lagi kan di sekolah?"
Ay mengangguk. "Tapi Ay kangen ibu Nadia."
Deg.
"Makanya tidur, biar besok bisa jumpa ibu Nadia, yah Nak," ucap Doni tersenyum.
"Tapi Ay mau ditemani ayah tidur," ucap Ay merengek. Doni menghela nafas dan ikut berbaring di sebelah Ay, menemani Ay sampai tertidur. Ayah janji nanti akan beri Ay Mama yang sayang dan perhatian sama Ay dan Ayah. Batin Doni mengecup puncak kepala anaknya. Tanpa berganti pakaian, Doni pun terlelap di sebelah putrinya.
Keesokan paginya, Nadia berangkat sesudah subuh diantar sepupunya. Padahal sepupunya itu masih mengantuk, namun mau tak mau dia harus mengantar Nadia sampai ke kosnya.
Sampai di kos Nadia segera mengganti pakaiannya. Sepupunya masih setia menunggunya di kos an sampai Nadia keluar.
"Lama banget sih," ucap Udin ngedumel.
"Ya udah kalo gak ikhlas nganterin, gak usah anterin," ucap Nadia jutek.
"Baik Nona akan saya antarkan sampai ke tujuan," ucap Udin mengejek. Dia tidak mau nanti Nadia mengadu pada orang tuanya karena tidak mengantarkannya sampai ke tempat kerjanya. Bisa-bisa bapaknya ngamuk. Namun Nadia tidak sepicik itu ingin mengadu ke paman dan bibinya.
Sampai di gerbang sekolah, tepat Ay dan ayahnya juga sampai dengan septornya.
"Ibu Nadia," sapa Ay.
"Ay sayang," ucap Nadia turun dari boncengan dan menghampiri Ay. Doni yang sedari tadi memakai masker membuka maskernya, tersenyum melihat Nadia yang menghampiri Ay.
"Makasih yah Ibu," ucap Doni.
"Iya ayah," ucap Nadia fokus pada Ay.
Deg. Doni tersenyum dan merasa berdebar.
"Nadia... Mana helm nya," ucap Udin sewot.
"Iya bentar Udin," ucap Nadia memberikan helm nya pada Udin.
"Dadah pendek," ucap Udin menjawil kepala Nadia sambil menatap tajam ke arah Doni.
Saat Nadia ingin membalas. Udin sudah keburu kabur.
"Dasar," ucap Nadia. "Ayok Nak, maaf yah jadi tunggu Ibu."
"Tadi siapa ibu?" tanya Ay. Doni masih di situ mencoba mencuri dengar. Bagus Ay. Batinnya sambil tersenyum.
"Oh... itu... dia..."
"Nadia..." Mala menghampiri Nadia. "Ay."
Doni kecewa karena tak sempat mendengar kelanjutan yang Nadia katakan. Doni memilih pergi setelah mereka masuk dengan hati yang panas.
***
"Maaf yah dek, kakak gak bisa lama semalam," ucap Mala.
"Iya kak e... gak papa," ucap Nadia. "Semalam nginep di rumah bibi terus tadi diantar Udin."
"Udin sepupu kamu itu?" tanya Mala. Nadia mengangguk.
"Jadi tadi sepupu Ibu?" tanya Ay yang sedari tadi mendengarkan.
"Iya sayang, ih... pinternya... Anak siapa sih?" ucap Nadia mengusel pipi Ay gemas.
"Anak Ayah lah ibu," ucap Ay polos.
"Iya ayah ganteng yah Nak," ucap Mala. Mereka pun tertawa.
Selesai sekolah, anak-anak bermain di luar. Tiba-tiba Ay terjatuh dari perosotan dan menangis. Ay mendatangi Nadia.
"Kenapa anak Ibu nangis?" tanya Nadia.
"Ay, jatuh. Kaki Ay terkilir Ibu," ucap Ay merengek. Nadia panik.
"Sini Ibu obati yah biar gak sakit dan gak terkilir yah," ucap Nadia. "Mainnya jangan lasak-lasak yah sayang. Nanti ayah marah lho." Ay mengangguk. "Ayah pernah marah gak?"
"Gak pernah Ibu?" ucap Ay polos.
"Kalo bunda nya pernah marah." Ay menggeleng. "Ya udah mainnya jangan lasak-lasak yah sayang." Ay mengangguk.
Tak lama Doni menjemput Ay. Doni sengaja membuka maskernya. Mala sengaja menyuruh Nadia membawa tas Ay.
"Dadah Ay sayang, salim Ibu Nak," ucap Nadia. "Ibu yang lain salim juga yang Nak." Ay menuruti. Doni tersenyum. "Pinternya anak Ibu."
"Iyalah ibu, Ay nya pinter, cantik lagi," ucap Mala. Doni tersenyum.
"Besok datang lagi yah Nak, dadah... Ummuach," ucap Nadia.
"Makasih yah Ibu," ucap Doni.
"Iya Pak," ucap Nadia tersenyum. Mereka pun berlalu dari sana.
Sampai di rumah Ay disambut eyangnya.
"Eyang, sepupu itu apa?" tanya Ay polos.
"Kenapa Ay tanya itu?" tanya eyang. Doni penasaran mendengar penuturan Ay.
"Tadi ibu Nadia diantar sepupunya," ucap Ay. Deg. Doni merasa berdebar dan hatinya menghangat.
"Sepupu itu kayak Ay sama Nino," ucap eyang. Ay mencoba mencerna.
"Maksudnya saudara yah eyang?" tanya Ay.
"Anak ayah pinter, sekarang ganti baju dulu yah Nak," ucap Doni.
Santi menatap Doni, putranya. Ya, nama eyang Ay Santi. Sahabat Wulan, bibi Nadia.
"Doni, Mama punya temen. Terus dia punya keponakan, terus..."
"Doni gak mau dijodohin, Ma," ucap Doni.
"Tapi Ay butuh ibu Nak," ucap Doni.
Doni membayangkan Ay bersama gurunya, Nadia. Doni tersenyum sekilas.
"Kenapa? Apa kamu sudah punya calon untuk jadi ibu Ay?" tanya Santi penasaran saat melihat anaknya tersenyum
Doni terkesiap dan menjadi salting.
"Siapa namanya? Cantik gak? Kerjanya di mana?" tanya Santi penasaran. Doni hanya tersenyum. "Mama ini mama kamu Doni, Mama tau bagaimana kamu."
"Do'ain aja Ma, semoga jodoh Doni kali ini tepat, perhatian pada Doni dan Ay," ucap Doni.
"Mama jadi penasaran," ucap Santi semakin kepo.
"Ayah..." teriak Ay dari kamar.
"Ay panggil Ma," ucap Doni segera kabur sebelum Mamanya lebih kepo lagi.
Doni segera bergegas ke arah Ay.
"Kenapa sayang?" tanya Doni.
"Ayah... Kaki Ay sakit," ucap Ay merengek.
"Kenapa sakit? Tadi jatuh?" tanya Doni.
"Iya, tapi udah diolesi minyak sama Ibu Nadia," ucap Ay menunjukkan kakinya. Iya bener masih berminyak, fikir Doni.
tet... tet...
Ada pemberitahuan WA di ponsel Doni.
'Assalamu'alaikum ibu. Maaf yah ibu mengganggu waktunya. Tadi lupa membilangkan Ay tadi jatuh, tapi sudah diolesi minyak tadi pertolongan pertama. Khawatirnya nanti bengkak kalo tidak diurut.'
Doni menghela nafas sambil tersenyum. Kenapa aku berubah jadi ibu-ibu? Batin Doni dan segera membalas.
'Baik ibu, terima kasih atas perhatiannya. Ini ayah Ay.'
Nadia membuka pesan dan langsung menutup mulutnya. Aduh malunya ya Allah.
'Sama-sama Pak, Maaf.' 🙏
Doni tersenyum melihat pesan Nadia yang terakhir.
Setelahnya Doni memanggil tukang urut untuk melihat kaki anaknya dan segera mengurut kaki Ay.
"Sebelum ini ada yang mengurut gak Pak?" tanya tukang urut.
Dahi Doni berkerut.
"Nggak ada, hanya saja tadi gurunya mengoleskan minyak ke kaki anaknya untuk pertolongan pertama," ucap Doni.
"Sudah gak papa kakinya Pak, langkah yang tepat tadi gurunya kasih minyak. Pasti tadi sekalian dipijit, sangat telaten. Kalau nggak sudah bengkak ini Pak. Perhatian x gurunya yah?" ucap tukang kusuk.
Doni hanya tersenyum dengan hati yang berdebar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments