Wirid

Waktu pulang telah tiba, anak-anak sudah dijemput keluarganya masing-masing. Ay juga sudah dijemput tantenya. Ayahnya tidak menjemputnya hari ini. Nadia merasa kehilangan. Duh... Ingat suami orang bos. Saat anak-anak sudah dijemput semua, Mala dan Nadia pergi ke rumah bibi Nadia. Semua keluarga sudah berkumpul di sana. Ternyata ini hajatan sekali seminggu. Bibi menyambut mereka.

"Lama bener Na," komentar bibi. Nadia dan Mala menyalam bibi. Bibi sedang bersama seorang wanita paruh baya seusia bibinya. Nadia dan Mala menyalam wanita itu.

"Maaf Bi, tadi di sekolah anak-anak lama dijemput. Terus macet di jalan," ucap Nadia tersenyum. "Kenalin Bi ini teman ngajar Nadia, Mala."

"Mala Bi," ucap Mala menyalam bibi.

"Ya udah sana bantuin sajikan makanan yo," ucap bibi.

"Siap Bibi," ucap Nadia tersenyum.

"Siapa, Lan? Ayu bener," ucap wanita itu kepada bibi yang bernama Wulan.

"Keponakan, San," ucap Wulan kepada temannya Santi.

"Kerja di mana?" tanya Santi.

"Ngajar di TK," ucap Wulan.

"Udah nikah belum?" tanya Santi.

"Belum," ucap Wulan.

"Wah... bisa berjodoh dengan anak saya," ucap Santi.

"Aduh... San. Aku sih nyamannya Nadia saja bagaimana," ucap Wulan tersenyum.

"Mudah-mudahan jodoh yo. Biar kita besanan," ucap Santi.

Ternyata ramai pengunjung yang datang. Nadia dan Mala membagikan makanan kepada para tamu yang hadir yang terdiri dari laki-laki, perempuan, dan anak-anak.

"Ibu Nadia, Ibu Mala," sapa sebuah suara kecil riang. Nadia refleks menoleh ke sumber suara. Deg...

"Eh... Ay, anak ibu sayang," ucap Nadia mendekati muridnya Ay, memeluk dan menciumnya.

"Sama siapa Ay ke sini?" tanya Mala.

"Sama ayah dan eyang," ucap Ay tersenyum menunjukkan giginya. Deg...

Tanpa Nadia sadari sosok jangkung itu tengah memperhatikan Nadia ngobrol dan bercanda dengan putri kecilnya. Sementara dia sedang mengobrol dengan para tamu yang lain.

"Kalo gitu Ibu ke dalam dulu yah Nak, mau anterin makanan yang lain," ucap Nadia.

"Ay mau ikut," ucap Ay merengek.

"Ay tunggu di sini dulu yah, nanti Ibu datang lagi ke sini temani Ay, ini makanan untuk Ay," ucap Nadia.

"Iya, nanti ibu datang ke sini temani Ay," ucap Mala menimpali. Ay pun mengangguk patuh.

Nadia dan Mala pun kembali menghidangkan makanan kepada para tamu hingga semuanya mendapatkan bagian. Nadia dan Mala ingin menemani Ay kembali yang asyik sendiri. Doni tersenyum melihat Ay yang tertawa bersama ibu gurunya. Tiba-tiba ponsel Mala berbunyi.

"Siapa kak?" tanya Nadia mengerutkan kening.

"Anak kakak, Dek. Udah pulang sekolah. Mau dijemput," ucap Mala. "Kakak duluan yah dek, boleh?"

"Ya udah deh kak, gak papa nanti aku bisa naik ojek online aja," ucap Nadia tersenyum.

"Maaf yah dek, kakak izin sama bibi mi yah," ucap Mala.

"Bawa aja ini kak, untuk anak kakak," ucap Nadia membungkus makanan untuk Mala yang kebetulan ada bungkus nasi dan plastik di situ.

"Makasih banyak yah dek," ucap Mala. "Bye... Dadah Ay."

"Dadah Ibu Mala," ucap Ay menguap.

Mala berlalu dari situ. Ayah dan eyang Ay kemana yah? Kok belum menghampiri Ay di sini? Batin Nadia. Tanpa Nadia sadari ternyata Doni tetap memperhatikan mereka dari jauh sambil mengobrol dengan tamu lain. Ay menguap, Nadia menutup mulutnya. Lucu banget sih nih anak, gemes. Batin Nadia tersenyum.

"Ay ngantuk?" tanya Nadia. Ay mengangguk. "Ayah dan eyang Ay kemana?" tanya Nadia. Ay menggeleng. "Sini Ay tidur, Ibu pangku."

Tak lama Ay berpangku pada Nadia, kemudian dia terlelap. Lucu banget sih wajah Ay tidur gini. Menggemaskan. Batin Nadia mencium pipi Ay. Selang lima belas menit, Doni mendekati mereka. Para tamu satu per satu sudah pulang termasuk teman ngobrol Doni. Doni begitu canggung. Sementara Dia belum liat ibunya di mana. Doni memutuskan akan membawa Ay dan menunggu ibunya di mobil.

"Udah tidur?" tanya Doni mendekati keduanya merasa canggung.

Nadia menatap pria jangkung itu tanpa maskernya. Nadia berdebar tidak karuan.

"I... Iya Pak," ucap Nadia gugup.

Doni tersenyum menatap putri kecilnya yang terlelap di pangkuan ibu gurunya. Bisa-bisanya kamu nyaman di pangkuan gurumu, Nak. Batin Doni.

"Sini Bu," ucap Doni ingin menggendong putri kecilnya.

Nadia dengan perlahan memberikan Ay ke tangan Doni. Sepintas mereka saling bersentuhan. Keduanya merasakan debaran yang sama. Ay tampak menggeliat di pelukan ayahnya.

"Makasih yah ibu," ucap Doni tersenyum kikuk.

"I...Iya Pak," ucap Nadia tersenyum gugup.

Keduanya pun berlalu ke depan. Namun sepertinya Doni susah membuka pintunya karena Ay dalam gendongannya. Nadia ingin menghampiri namun takut Doni salah faham. Untungnya ada orang yang melintas dan membukakan pintu untuk mereka. Saat mereka benar-benar masuk ke mobil, Nadia masuk ke dalam menjumpai bibinya mau izin pulang. Bibinya masih bersama wanita itu.

"Bi, Nadia pulang dulu yah, udah selesaikan?" ucap Nadia.

"Iyo, makasih yo Nak," ucap Wulan tersenyum. "Teman kamu mana?"

"Sudah duluan pulang Bi, jemput anaknya sekolah," ucap Nadia.

"Ya udah, gak usah pulang, nginap di sini aja," ucap Wulan. "Bibi khawatir kamu pulang naik ojek online."

"Nggak apa-apa Bi, Nadia udah biasa," ucap Nadia walau dalam hati dia takut. "Lagipula besok Nadia mau ngajar."

"Yo... Jangan toh Nak, ikuti saran bibi mu, atau... bareng kami aja pulangnya biar kami anter," ucap Santi menanggapi dengan semangat.

"Gak ibu, saya gak mau ngerepotin," ucap Nadia tersenyum. "Ya udah, Nadia nginep aja di sini. Tapi subuh Nadia berangkat yah Bi. Nadia sayang kalo tinggalin kerjaan Nadia."

"Kerja di mana, Nak?" tanya Santi yang sebenarnya kecewa Nadia tidak mau ikut bersama mereka.

"Nadia ngajar di TK, Ibu," ucap Nadia.

"Di TK mana?"

"Di TK..."

Kring... kring...

Belum sempat Nadia menjawab, ponsel Santi berdering.

"Aduh... maaf yo. Anak ibu telfon sudah di depan mau pulang," ucap Santi. "Yakin gak mau ikut Nak?" Santi menawarkan sekali lagi.

"Nggak ibu," ucap Nadia menggeleng sambil tersenyum.

Wulan mengantar Santi ke depan, sementara Nadia memilih membaringkan diri ke kamar bibinya. Bibinya tinggal sendiri, pamannya sudah meninggal. Sementara anak-anak bibinya di luar kota. Makanya bibinya ingin Nadia tinggal bersamanya. Sebenarnya rata-rata di daerah itu adalah keluarga besar ayahnya. Namun, Nadia menolak. Nadia ingin hidup mandiri.

Wulan mengantar Santi sampai ke depan. Wulan melihat anak Santi bersama cucunya yang sudah tertidur di dalam mobil.

"Udah tidur?" ucap Wulan.

"Iya ibu, nyenyak tidurnya," ucap anak Santi.

"Ini lho anak lanang ku, ganteng kan? Cocok sama keponakanmu," ucap Santi tersenyum.

"Ah... Santi ini, itu aja dari tadi dibahas," ucap Wulan tersenyum.

Deg. Anak Santi menghela nafasnya. Ibunya selalu saja berusaha menjodohkannya dengan wanita yang dikenalnya. Mobil mereka melaju dengan kecepatan sedang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!