"Saya tidak rela kalau Murni dan Vera dijadikan--"
"Diam?" bentak pak Muhidin. "Emangnya kamu bisa mengembalikan uang yang sudah habis itu ha?"
"Tapi bukan berarti harus mengorbankan anak-anak kita?" timpal Bu karsih dengan nada tidak kalah tinggi. Dia pun ikut marah dengan keadaan ini.
"Kamu pikir kita harus mengorbankan siapa lagi kalau bukan mereka berdua? satu aja gak akan cukup untuk menutup uang satu M itu." Pertengkaran itu terjadi, setelah juragan Kasmin dan anak buahnya membawa Murni dan Vera sudah tiada di tempat tersebut.
"Saya tidak mau kalau anak kita dijual belikan, tidak mau." Bu karsih teriak-teriak hingga membuat gaduh di rumah tersebut.
"Diam? jangan tambah pusing kepala ku!" bentak lagi pak Muhidin pada sang istri yang terus berteriak dan ngamuk sebab tidak rela kalau Vera dan Murni dijadikan jaminan.
Bu karsih menangis tersedu, hatinya merasa pilu mengingat kedua anak perempuannya tidak ada, masih mending kalau akan dijadikan istri, ini malah akan di bawa ke kota untuk menjadi pedagang apem. Begitu yang dia dengar.
...---...
Pagi-pagi Rasya sudah bangun dan membereskan yang jadi tempat tidurnya sampai rapi. Rasya ingat betul kalau tinggal di sini tidaklah gratis melainkan ia harus mengurus apartemen tersebut.
Namun sebelum eksekusi ke tempat lain ataupun ke dapur. Dia penasaran pada pintu kaca besar yang terhalang gorden, perlahan Rasya berjalan mendekat dan membukanya. Pas pintu terbuka langsung saja hembusan angin pagi-pagi masuk ke dalam menyapa kulit Rasya. "Berasa di kampung."
Langkah Rasya maju sambil memejamkan kedua matanya, menikmati segarnya udara di pagi ini. Merentangkan kedua tangannya bagai burung yang mengepakkan sayapnya bersiap terbang.
Tiba-tiba tubuhnya membentur Banda keras seperti pagar, seketika dia membuka kedua matanya dengan tangan langsung memegang pagar tersebut. Pas melihat ke bawah. "Aaaaaaa ... " jerit Rasya sontak menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.
Mendengar suara jeritan dari kamar sebelah, Sam yang baru saja selesai mandi panik, takut terjadi apa-apa dengan rasa sehingga dia setengah melompat mendatangi kamar yang di pake Rasya, namun netra nya tidak mendapati Rasya berada di sana.
Blak!
Membuka pintu kamar mandi, kosong. Melihat pintu kaca terbuka Sam langsung menuju balkon dan mendapati gadis itu berdiri dekat balkon dengan menutupi wajah dengan sepuluh jarinya.
"Ada apa ini? berisik, pagi-pagi sudah bikin gaduh." Suara Sam menjadikan Rasya sontak berbalik melihat ke sumber suara.
"Aaaaaa ..." lagi-lagi Rasya dibuat menjerit ketika membuka jari-jarinya yang menutupi pandangan mata. Langsung berbalik kembali dan masih menyembunyikan wajahnya. Tak sanggup melihat tubuh Sam yang cuma memakai handuk saja.
"Ck! kau sudah gila apa? teriak-teriak Mulu, ada apa? pagi-pagi sudah bikin orang jantungan saja." Sergah Sam.
"I-itu, Tuan." Rasya menunjuk ke arah bawah yang begitu jauh dengan ketinggian tempat dimana mereka berdiri tersebut.
"Mana gak ada apa-apa?" Sam melihat ke bawah celingukan.
"I-itu, Tuan ... bawah banget! aku takut ketinggian, ngeri ... aku takut," ungkap Rasya belum juga membuka matanya.
Sam jadi mengerti apa maksudnya Rasya. "Dasar gadis kampung, gak tau ini namanya gedung? berarti tinggi-tinggi! kalau gak tinggi? namanya rumah. Ada-ada saja."
Tubuh Sam berdiri di depan Rasya dan membuka paksa kedua tangan Rasya yang menutupi wajahnya. Tapi Rasya menolak sehingga mereka berdua tarik-tarikan tangan.
Ketika tangan Rasya terbuka kalah kuat dengan tenaganya Sam, handuk yang melilit di pinggang Sam terbuka dan melorot.
Dengan refleks Rasya kembali menjerit. "Aaaaaah ... pisang, eh timun, bukan! terong," Teriak Rasya sembari dengan gumaman yang ngelantur akibat melihat sesuatu yang menggantung. Lagi-lagi menutupi wajahnya, dan berbalik memunggungi tubuh Sam yang dengan sontak meraih handuknya di lantai.
Malu? iya jelas. "Dasar aneh, masuk. Siapkan saya kopi! cepat?" Sam terburu-buru masuk kamar Rasya untuk kembali ke kamar. Wajahnya merah bagai buah tomat matang menahan malu kalau juniornya sudah dilihat orang asing, mana seorang gadis lagi yang melihatnya.
"Aneh, pagi-pagi bikin rusuh. Pagi-pagi bikin kopi, bikin sarapan. Bukan kerusuhan." Gerutu Sam sambil berjalan.
Rasya menjauhkan tangan dari wajahnya. pipi Rasya pun memerah, menahan malu juga.
"Huuh ... pagi-pagi kedua mataku sudah ternoda dengan penglihatan yang tak seharusnya. Bodoh-bodoh, bodoh ..." merutuki dirinya seraya mengetuk-ngetuk kan punggung jarinya ke kening, langkahnya ia bawa keluar kamar setelah sebelumnya menutup pintu kaca balkon.
Rasya membawa langkahnya sembari celingukan. Dan akhirnya sampai juga di dapur, namun Rasya kebingungan mencari barang-barang yang diperlukan.
Kopi dimana? gula dimana? kalau air sih ada galon tapi gak tahu cara menyalakan untuk air panasnya. Dia memilih mencari panci untuk memasak air, sambil mencari kopi dan gula.
Membuka lemari pendingin. Isinya penuh dan lengkap, Netra mata Rasya masih mencari kopi dan gula yang belum juga ketemu.
"Mana kopi saya? lama banget cuma bikin kopi! katanya keseharian di rumah? tapi bikin kopi saja bisa seharian." Suara Sam mengagetkan Rasya yang sedang fokus mencari-cari.
Rasya berdiri dan membalikan badan menghadap ke arah Sam. "Aduh, Tuan ... aku ini baru di sini. Wajar dong kalau aku gak tahu letak barangnya. Kopi mana nyimpen nya dimana? gula juga?"
"Ha ... kamu masih mencari barang itu?" tanya Sam yang langsung mendapat anggukan dari Rasya. "Selama itu? saya berdandan itu cukup lama, kamu masih belum menemukan kopi dan gula?"
"I-iya, Tuan," sahut Rasya sambil menunduk dalam menatap lantai.
"Ck!" Sam berdecak kesal. Lalu mendekati Rasya membuat Rasya ketakutan, dia kira Sam akan melakukan apa gitu. Padahal Sam mengambil dua toples kecil dari lemari kecil di atas kompor. Yang berisi kopi dan gula.
"Nih, kopi dan ini gula. Itu masak air buat apa?" tanya Sam menunjuk air di dalam panci.
Tangan rasa mengambil gelas dan sendok kecil, lalu kepala Rasya mengikuti yang Sam tunjuk. "Bu-buat siram, Tuan. Eh salah! buat nyeduh kopi, Tuan."
"Aduh," Sam menepuk jidatnya. Apa kau tidak tau itu dispenser?" tanya Sam menunjuk dispenser.
"Tat-tau, Tuan. Tapi itu dingin, emangnya bisa nyeduh kopi dengan air dingin ya?" selidik Rasya.
"Ya Tuhan ... ini nih, untuk yang dingin dan ini buat yang panas, nyeduh kopi dan mie juga bisa." Sam menggeleng.
"He he he ... belum tahu, Tuan. lagian kan sekarang sudah masak airnya. Sayang bila harus di buang." Rasya nyengir.
Kepala Sam menggeleng kasar. Pagi-pagi sudah dibikin marah. Dibikin jengkel sekaligus malu.
"Kopinya berapa sendok, Tuan?" tanya Rasya menoleh ke arah Sam.
"Kopi dua sendok teh, dan gulanya satu sendok, nah ... sudah-sudah."
Rasya mengikuti instruksi dari Sam dan menyeduhnya dengan air dari kompor. "Kopi punya Tuan sudah siap." Rasya menyajikannya di meja dekat Sam yang sibuk dengan ponselnya ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 206 Episodes
Comments
Santi Sukmawati
auto ngakak
2022-10-17
1
Ummi Alfa
Hadeuh .... ada2 aja Rasya ini.polos banget sih kamu!
Pagi2 dah bikin rusuh mana liat yg harusnya ndak di liat lagi
2022-10-03
1
Mariam Marife
Thor aku ngga bisa kasih vote
palingan tiap bab nya ku kasih gadiah gpp kan?
2022-08-29
1