Gadis Satu Miliyar Ku
Rasya, dia gadis polos yang cantik dan baik hati, keberadaannya seolah tidak di anggap. Di sia-siakan oleh keluarganya sendiri, dari kecil ia tidak mendapat keadilan dari keluarga, entah apa sebabnya sehingga ia di benci.
Rasya tumbuh di keluarga sederhana dengan kepala keluarga yang bernama Muhidin dan istrinya bernama Karsih. Mempunyai anak tiga perempuan dan satu laki-laki.
Anak perempuan yang ke tiga ya itu Rasya, yang lain sekolah sampai tamatan SMA sederajat. Sementara Rasya hanya tamatan SD saja, dengan alasan percuma dengan bermacam alasan, orang tua nya sengaja tidak melanjutkan sekolah Rasa. Padahal di sekolah pun sikap Rasya biasa aja, normal berbaur dengan teman. Mudah bergaul dan pinter juga rajin.
Dia mengerjakan semua pekerjaan rumah. Selayaknya seorang pembantu dan kesehariannya kerap kena bentakan, omelan dari hampir semua anggota keluarga.
Muhidin seorang pegawai desa, dengan bermacam kerja sampingan. Sebab kalau cuma mengandalkan gaji desa yang tidak seberapa itu tidak mencukupi untuk semua kebutuhan keluarga.
Bu Karsih, selain ibu kader dia pun menjalani usaha kecil-kecilan seperti toko pakaian dan makanan, yang di kelola sekarang dengan dua putri kesayangan mereka yang bernama Vera dan Murni.
Rasya kini sudah menginjak usia 19 tahun. Kerjaan dia hanya di rumah, warung. Pasar itulah kegiatannya setiap hari, seperti sekarang ini, dari pagi buta ia sudah berkutat di dapur. Membuat sarapan, menyetrika pakaian buat aktivitas anggota keluarga di pagi ini.
Rasya menyeka keringat di keningnya yang bercucuran. Lompat sana lompat sini, ngurus sarapan. Balik setrikaan. "Uh ..." Ia membuang napas sangat panjang.
"Kerja yang bener, itu baju ku setrika yang rapi, awas kalau masih kusut. Kalau masih kusut, saya tidak akan segan nyetrika wajahmu yang jelek itu," ancam Murni sambil ongkang-ongkang kaki.
"Astagfirullah ... iya Kak," sahut Rasya sangat ketakutan.
"Baju ku juga, harus licin. Kalau nggak aku hukum kamu, di kamar mandi seharian," ucap Vera dengan tatapan sangat tajam dan berpangku tangan.
"Ada apa pagi-pagi sudah ribut? mana sarapannya? Rasya, siapkan sarapan Ayah. Buruan!" sergah pak Muhidin.
"I-iya, sebentar." Jawab Rasya menunduk sambil menyelesaikan nyetrika baju Murni.
"Cepetan?" Sergah pak Muhidin sambil sedikit menggebrak meja. Membuat Rasya terkejut jantungnya hampir melompat.
"I-iya-iya, aku ambilkan." Rasya bergegas menyiapkan sarapan buat sang ayah. Lalu menghidangkan masakan di meja menatanya dengan rapi, piring. Gelas, semuanya tertata dengan baik di meja.
Pak Muhidin dan ketiga anaknya sarapan dengan sangat lahap. Disusul oleh bu Karsih yang sudah berpenampilan menor, sementara Rasya melanjutkan nyetrika.
Terkadang sarapan pun Rasya suka kehabisan. Masak sih banyak, tapi entah kenapa ketika Rasya mau sarapan paling tersisa nasi saja. Sedangkan lauk pauknya sudah kehabisan, kalau mau masak lagi suka dimarahin bu Karsih dengan alasan buat nanti siang.
Makanya terkadang kalau ada waktu Rasya mendahului makan atau mencuri-curi makan, tapi jika ketahuan. Rasya akan di marahi habis-habisan malah disiksa tidak diberi makan seharian.
"Sungguh malang nasibmu Rasya ..." Batin Rasya, netra matanya melihat orang-orang yang sedang sarapan. Ia menelan saliva yang tercekat di tenggorokan.
Selesai sarapan, Murni menyambar bajunya dari meja setrikaan. Begitupun Vera mengambil bajunya, disusul setelan sekolah Sukma yang dengan isengnya menginjak kaki Rasya.
"Aw, sakit ..." Rasya mengangkat dan memegang kaki tepatnya jari-jari yang terasa panas. Matanya sontak berair bening.
"Ala ... h manja," ucap Sukma tanpa rasa bersalah sedikitpun.
Pak Muhidin dan istrinya beranjak dari meja makan. Pak Muhidin masuk ke kamarnya, sebab belum bersiap untuk pergi kerja ke Desa.
"Rasya, jangan lupa agak siang ke pasar belanja bahan kue, terus dibikin cepat. Kemudian antar ke toko. Jangan terlalu siang!" Ketus bu Karsih sambil melengos keluar rumah.
Rasya mengangguk, menoleh meja makan yang tinggal nasi, sambal dan tahu goreng saja. "Masih mending ada sisa juga, daripada tidak ada sama sekali." Gumamnya dalam hati.
Rasya duduk di kursi mengambil piring dan nasi, sambal dan tahu yang tinggal satu di piringnya. Padahal tadi ada ayam goreng dan telor ceplok yang kini hanya ada tempatnya saja.
"Woi ... Makan, kerja dulu bereskan," ucap Sukma yang melintas ke dekatnya dan menyambar tahu goreng yang tinggal satu itu.
Rasya hanya bisa bengong dan menelan saliva nya. "Ya, Allah ..." hatinya menangis.
Terkadang terbesit di pikirannya, apa benar di sini keluarganya asli? dulu sewaktu ada ibunya bu Karsih yang bernama bu Lala, beliaulah yang memperhatikan dan menyayangi Rasya. Namun sudah beberapa tahun ini Beliau meninggal. Tiada lagi tempat mengadu Rasya, kecuali yang maha kuasa.
Penampilan Rasya yang selalu kucel. Lusuh, kulit gelap tanpa perawatan. Pakaian pun tidak sebagus anggota keluarganya yang lain, setahun sekalipun jarang dibelikan baju. Padahal sang ibu jualan baju, tidak seperti putrinya yang lain, selalu bagus dan mengikuti jaman. Kecuali ada pakaian yang sudah tidak laku bertahun-tahun. Barulah dikasihkan pada Rasya.
"Heh ... Baju ku yang buat ke pesta, Cuci yang bersih dan setrika yang licin. Jangan lupa," pesan Vera yang bersiap pergi ke toko.
Rasya mengangguk pelan dan melirik sekilas, lalu ia fokus dangan sarapannya.
"Heh ... anak gila, dengar gak?" Hardik Vera sambil menarik sedikit rambut Rasya.
Rasya nyengir kesakitan, memegang kepalanya sambil melotot. "Aku tidak gila. Dan aku mendengarnya," jawab Rasya menatap tajam ke arah Vera.
"Memang kau gila, kenapa mau protes? Lihat penampilan mu yang kucel, hitam gitu. Gak ada menarik-menarik nya," sambung Vera mendelik.
Kemudian Vera pergi, meninggalkan Rasya yang sedang makan. Datang Murni dengan penampilan cantiknya, melintasi Rasya.
Murni hentikan langkahnya, berdiri dekat Rasya. "Heh, sepatu aku cuci ya? dan awas sampai rusak, jangan salah sikat." Dengus nya.
"Iya, Kak." Rasya mengangguk pelan.
"Bagus." Murni melengos meninggalkan tempat tersebut.
Selepas makan, Rasya beres-beres meja. Mencuci perabotan, bekas makan dll nya.
Pukul 08.00 wib. Semua sudah tidak berada di rumah, tinggal Rasya sendiri di rumah. Dengan segala aktifitas yang ada, beres cuci perabotan. Cuci baju milik semua anggota keluarga.
Habis, Nyuci. Beres-beres rumah. Lalu ke pasar, belanja buat bikin kue. Terus di bikin sendiri, kalau sudah matang, diantarkan ke toko. Begitu keseharian Rasya sehari-harinya.
Kini Rasya sedang masak untuk makan siang. Segala pekerjaan rumah, semua Rasya yang urus, sementara yang lain kurang terima kasih nya pada Rasya.
Rasya selalu di sisihkan, dikucilkan dan direndahkan. Di dalam keluarganya sendiri, Rasya ikhlas dengan segala yang ada. Berharap satu saat nanti kehadirannya akan berarti buat keluarga nya ini.
Rasa marah, sering menghinggapi hati. Kalau sedang benar-benar marah, Rasya sering pula mengacak rambutnya sendiri sangat frustasi. Para tetangga pun tidak merespon, seolah tidak ingin tahu keadaan Rasya yang malang.
Dan mereka selalu merasa segan pada pak Muhidin. Apalagi keluarga pak Muhidin selalu bilang kalau Rasya itu Anka yang punya kelainan, jadi mereka nggak respek pada nasibnya Rasya.
Pada suatu hari, Rasya nyetrika pakaian milik Vera. Namun kerena terlalu banyak pekerjaan, sehingga ia lalai dengan baju yang sedang ia setrika dan baju kesayangan milik Vera bolong ....
****
Semoga suka ya🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 206 Episodes
Comments
Nyoman Wirati
walaupun misal bukan anak dan adik kandung tapi kok kasar gitu ya??
2023-08-23
0
Nyoman Wirati
masih Nyoman ceritanya tapi kok terlalu kasar sama adik ya ?
2023-08-23
0
Yuen
Palingan anak pungut, karaktet lemah gak bs lawan itu kadang bikin kesal 😆
2023-01-01
2