Vera marah besar ketika tahu baju kesayangannya bolong. Rasya berkali-kali meminta maaf, sampai bersujud-sujud. Namun kemarahan Vera semakin menjadi-jadi.
Tangan Vera mengunyeng rambut Rasya yang memekik kesakitan. "Dasar perempuan gila, bodoh, kerja gitu aja gak becus. Kamu tahu, itu baju mahal pemberian dari kekasih ku." Pekikan gemas Vera pada Rasya. Disaksikan sama anggota keluarga uang lainnya.
"Ampun Kak ampun, aku tidak sengaja Kak, tidak sengaja," suara Rasya memelas, di pipinya mengalir buliran air mata. Menahan rasa sakit di kepalanya.
"Kau bilang apa, ampun? dasar anak tak berguna." Vera mendorong kepala Rasya sangat kasar.
Rasya bersimpuh di lantai sambil menangis tersedu, rambutnya menjadi acak-acakan. Bukan cuma Sakit di kepala yang ia rasakan tapi juga sakit di dalam dadanya, sakit sebab tidak ada satupun yang membelanya.
Rasya duduk bersimpuh sambil menangis tersedu. Tak satupun orang yang berpihak padanya, semua masing-masing beranjak meninggalkan tempat tersebut.
Pada akhirnya Rasya. Berdiri membereskan pekerjaan yang tertunda. Ia mengusap kasar pipinya yang basah, menangis menjerit pun tak akan ada gunanya. Toh semua orang tak perduli sama sekali.
Ketika waktu sudah menunjukan sore. Rasya memasak buat makan malam. Sebelum ia siapkan di meja, ia buru-buru mengambil untuk dirinya makan. Sebab bila gak mendahului tak akan kebagian.
"Sebenarnya aku ini siapa sih? gini amat ya nasib ku ini?" batin Rasya diakhiri dengan senyuman getir di bibirnya.
Dengan mata terus bergerak melihat ke arah pintu. Rasya makan terburu-buru, takut ketauan orang-orang rumah.
"Rasya? bawakan aku minum ke kamar." Pekik Vera.
"I-iya, Kak." Rasya buru-buru menghabiskan makannya dengan susah payah. Sehingga sulit untuk menelan.
Buru-buru mengambil air buat Vera dan dengan cepat dibawakannya ke kamar.
"Lelet amat sih? di panggil dari tadi juga," dengus Vera sambil sibuk dengan layar ponselnya.
Rasya simpan di meja, dan langsung meninggalkannya. Baru saja tiga langkah. Vera kembali memekik membuat langkah Rasya terhenti.
"Rasya, bukan air putih yang aku pinta. Tapi jus, gak dengar apa? punya telinga itu di pasang baik-baik, dasar anak bodoh. Disuruh gitu aja gak benar."
Kata-kata Vera yang kurang mengenakan hati, cukup Rasya telan walau menyakitkan. "Tapi, tadi gak bilang gitu Kak."
"A ... h, alasan kamu saja. Ganti lagi, gak pake lama haus nih." Jelas Vera sedikit membentak, dengan mata membulat.
"I-iya, Kak." Rasya mau mengambil gelas yang tadi dari meja mau ia bawa kembali. Namun kakinya menyandung kaki Vera, membuat Rasya terjatuh.
Jelas membuat Vera tambah marah. Rasya yang tersungkur di siram air putih oleh Vera. "Dasar gak punya mata. Mata di simpan di dengkul kali ya? sudah tahu ada kaki ku, pasang tuh mata."
"Ma-maaf Kak maaf." Rasya menunduk dalam. Tangannya mengusap wajah yang basah.
"Cepetan keringkan itu lantai. Dan jangan lupa bawakan saya air minum jus." Pinta Vera dengan mata semakin membulat sempurna.
Rasya berdiri dan mengambil gelas. Dibawanya ke dapur, sebelum ke dapur ia bertemu dengan sang ibu yang menatap begitu intens.
"Kenapa kamu? kepala mu basah begitu? habis mandi apa?" tanya Bu Karsih dengan nada datar.
"Itu, disiram kak Vera Bu," jawab Rasya sambil menunduk.
Dengan tatapan tajam. "Makanya jangan bikin kesalahan terus." Kemudian melengos pergi.
Rasya hanya bengong di tempat. Ia langkahkan lagi kedua kakinya dengan menghela napas panjang. Rasya mengambil air juse buat Vera dan membawa kain lap.
Ketika makan malam, semuanya sudah berkumpul di meja makan, kecuali Rasya yang masih berkutat dengan setrikaan. Bahkan Cucian baju bekas sore pun menumpuk, menunggu uluran tangan dari Rasya.
Semuanya selesai makan dan satu persatu meninggalkan bekas makannya. Rasya memutar badan menghampiri meja makan menu yang tersisa, cuma ada tahu dan tumis toge saja. Ikan goreng tinggal duri dan kepalanya, rendang telor pun tinggal mangkuknya.
Rasya menggeleng, untung tadi ia ngambil dan rasain duluan. Jadi gak penasaran walau sekarang kehabisan juga. Tangannya dengan cekatan membereskan meja makan, merapikan. Kemudian ia mengambil untuk dirinya makan, mengulangi yang tadi terburu-buru.
Waktu sudah menunjukkan pukul 22. Rasya baru selesai mencuci. Buat di jemur besok pagi-pagi.
"Huam ... ngantuk ya Allah ..." gumam Rasya sembari menutup mulutnya.
Rasya mengecek pintu dan jendela, takut lupa ngunci. Melirik sang ayah dan ibunya sudah bersiap tuk tidur. Rasa pun masuk ke kamarnya yang seperti gudang itu. Gimana gak seperti gudang? kalau ada barang yang gak terpakai itu pasti dimasukan ke kamar Rasya.
Rasya membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur yang keras. Jauh dari kata empuk. Namun meskipun begitu Rasya tak butuh waktu lama untuk memejamkan matanya yang sudah terlalu lelah bila harus terus terbuka.
Merehatkan semua anggota tubuh yang sedari pagi buka beraktifitas. Bahkan mengistirahatkan hati yang ikutan capek.
Sebelumnya melamun dan membayangkan bertemu sang pangeran, yang akan mengangkat derajat hidupnya, pangeran tampan yang menjadi rebutan para wanita namun hanya Rasya yang mendapatkan hatinya. Wah ... alangkah bahagianya, bibir Rasya tersenyum dengan mata yang terpejam. Akhirnya ia terlelap dan menjemput mimpinya.
Sekitar pukul 04. Dini hari, Rasya dah bangun untuk menyiapkan sarapan. Belum lagi ada yang minta di masakin air hangat untuk mandi.
Pagi-pagi gini Rasya suka riweh. Melayani anggota keluarganya, yang minta ini dan itu. Belum lagi dibuat salah, dan lagi-lagi yang salah itu pasti Rasya. Rasya juga yang kena sasarannya.
"Huh ... lelet, cepetan dong. lemot amat." Kata Murni tersenyum puas.
"Maaf Kak?" Rasya menunduk lalu melanjutkan pekerjaannya.
"Rasya, ini uang belanja hari ini. Jangan lupa sama bahan kuenya. Ada pesanan 300 biji kue basah. Harus siap siang pukul 13,00." Kata bu Karsih pada Rasya yang memperhatikan perintah sang ibu.
"Iya, Bu." Rasa mengangguk dan mengambil uang yang diberikan sang ibu.
Waktunya sarapan, semua sudah berkumpul di meja makan. "Mana nasi goreng ku?" tanya Vera.
"Iya, bentar Kak masih di bikinkan!" sahut Rasya.
"Huuh ... lama banget." Ketus Vera.
"Ini sudah siap Kak," ucap Rasya menyuguhkan sepiring nasi goreng kepada Vera.
"Sayur bayam punya ku mana?" Murni menatap Rasya.
"Oh, bentar Kak!" Rasya mengambil dari dekat kompor, kemudian ia bawa ke depannya Murni.
"Bapak bikinkan teh panas." pinta pak Muhidin.
"Baik, Pak." Rasya mengangguk. Mundur dari dekat meja makan.
Setelah semuanya pergi. Barulah Rasya bisa bernapas lega, dan sedikit bisa beristirahat sebentar. Walau masih banyak kerjaan yang menunggu uluran tangannya itu ....
****
Semoga suka dan tinggalkan jejaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 206 Episodes
Comments
Yuen
Keluarga miskin sok merintah hahaha, klo q digituin fix meja makan kena kepala mereka semua, bodo amat
2023-01-01
3
Ummi Alfa
Penasaran juga kenapa semua keluarga memperlakukan Rasya seperti pembantu dan semena2 gitu pada ndak punya hati nurani.
khayalan Rasya berharap ada pangeran yg menyelamatkannya smoga aja terkabul persis kaya putri Cinderella
2022-10-03
2