Murni dan Vera menyeringai puas melihat Rasya makan cuma sama garam saja. Sementara pak Muhidin dan Karsih sama sekali tidak perduli dengan Rasya yang makan sama apa aja.
Netra mata Rasya bergerak melihat ayah dan ibunya yang tidak perduli sama dirinya, masa bodoh ia makan dengan apa? hati Rasya kian menangis. Tak dapat disembunyikan kalau kedua manik matanya berkaca-kaca. Pedih, sakit. Bagai hidup sebatang kara.
Vera dan Murni beranjak setelah merasa puas melihat Rasya makan bersama garam. Seusai makan, pak Muhidin dan istri kembali beranjak meninggalkan tempat makan.
Rasya memandangi yang ada di meja, yang ada cuma wadah-wadah kosong tanpa sedikitpun ikan atau ayam yang tersisa di sana. Dengan lemas ia pungut piring atau wadah yang kotor dibawa ke wastafel dan mencucinya.
Lanjut membereskan meja makan hingga bersih. Lalu kemudian Rasya masuk ke tempat tidurnya berbaring dan mengusap pipinya yang tanpa sadar sudah basah. "Kenapa nasib aku gini amat ya?"
Ke esok harinya. Seperti biasa Rasya membuat kue dan kali ini Rasya berdiam di rumah dikarenakan banyak pakaian yang harus disetrika. Jadi yang mengambil kue pun Vera.
...---...
Ubai di suruh oleh Samudra untuk mencari kue yang persis seperti waktu itu, tidak mau yang sama tapi rasa beda. Ubai ingat waktu itu beli di mana? ia bertanya pada orang di sekitar sana menanyakan gadis yang jualan kue basah di jinjing, namun mereka menggeleng tidak tahu.
Setelah Ubai pusing mondar-mandir mencari Rasya. Akhirnya ada yang bilang, mungkin toko kue yang di sana Tuan, katanya
Tapi Ubai juga kekeh, kalau yang jualan itu gadis yang menjinjing. Tapi orang itu juga kekeh kalau yang Ubai maksudkan, toko yang di sana.
Dengan rasa ragu. Ubai mendatangi toko yang di tunjuk orang itu, sebuah toko yang berdampingan dengan toko baju.
"Permisi? saya mau membeli kuenya," ucap Ubai mengangguk hormat pada ibu-ibu yang jaga. "Kok bukan yang kemarin yang jualannya?" Batin Ubai.
"Berapa biji?" tanya Bu Karsih sambil menatap Ubai yang berdiri yang rasanya baru lihat.
"Saya ... mau nyicip dulu satu, bisa? oh tenang! saya bayar kok," lanjut Ubai.
"Oh, boleh-boleh. Silakan?" bu Karsih dengan ramah menyilakan Ubai mencicipi kuenya, ia percaya kalau Ubai orang kaya, terlihat dari penampilannya itu.
Ubai mengambil dadar gulung dan kue lupis nya, ia cicipi sambil mengunyah dia menganggukkan kepalanya. "Hem, pasti tidak akan salah lagi. Aku yakin ini yang waktu itu aku beli gumamnya Ubai. "Saya beli semua, Bu." Dan Ubai menyuruh Bu Karsih menghitung semuanya.
Jelas bu Karsih merasa senang bukan main. Lantas menghitung semua dan memasukan ke dalam kantong lalu memberikannya pada Ubai.
"Berapa semuanya Bu?" tanya Ubai pada bu Karsih.
"Semuanya seratus ribu Tuan. Semoga anda menjadi pelanggan kami." Bu Karsih. Begitu ramah.
"Waw ... ganteng sekali pria itu!" Vera yang muncul di situ. Mulutnya menganga dan tak bisa berkata-kata melihat kegantengan Ubai.
Mendengar ******* Vera, Murni pun ikut menampakkan diri dan berdiri dekat sang bunda. "Aduh ... pangeran dari mana nih. Kenapa Ibu gak bilang-bilang sama aku sih?" menepuk bahu sang bunda.
Ubai melirik kedua gadis itu bergantian lalu memberikan dua helai uang warna merah sama Bu Karsih.
Bu Karsih kaget menerimanya. Kuenya cuma seratus ribu saja itupun ia sudah korteng. Namun si pembeli masih juga memberi lebih. "I-ini kelebihan Tuan."
"Tidak apa, Bu. Ambil saja." Ubai pun mengangguk dan sopan. Lalu pergi meninggalkan tempat tersebut. Walaupun dua gadis itu memekik dan meminta berkenalan Ubai tak menghiraukannya.
Ubai menyalakan mesin dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi agar segera sampai di tempat tujuan ya itu kantor.
Setibanya di kantor ia langsung mendatangi Bosnya. Samudra yang tengah sibuk dengan kerjaannya.
Melihat Ubai datang dengan kantong di tangan, bibir Samudra tersenyum senang ia pikir itu yang Ubai bawa pasti pesanannya. Ia sudah rindu dan lidahnya sudah tidak sabar tuk mencicipinya.
"Lama banget sih? beli yang gitu aja sampai seharian. Keluar Negeri apa belanjanya?" gerutu Samudra.
Ubai tertawa melihat ekspresi Bosnya itu. "Iya, Bos. Sampai ke Afganistan melewati jalur Gaza dan melawan senjata api. Ha ha ha ..."
"Ngarang." Samudra langsung mengambil isi kantong yang Ubai bawa.
"Asli Bos. Saya mencari yang jualan itu kesusahan, itu pun dari toko nya. Saya tidak menemukan orangnya."
"Kau itu cari orangnya atau jualannya? ada-ada saja."
"Jualannya, tapi kan saya tidak tahu, kan bisa saja beda yang membuat seperti waktu itu, kau komplen, bener kan?" sambung Ubai seraya menaikan alisnya.
Dengan hati-hati Sam mencicipi dulu takutnya pas ke tenggorokan tak sesuai dengan lidahnya seperti waktu itu. Namun setelah di icip-icip ternyata benar juga rasa yang ia mau. Samudra langsung menyantap kuenya dengan lahap,
Ubai menggeleng lalu pergi ke ruangan sebelah ya itu ruangan kerjanya. Membiarkan Samudra menikmati kue pesanannya.
Samudra begitu menikmati kuenya. Sehingga tak menghiraukan telepon dari sang kekasih, Karina. Samudra malah kembali berkutat dengan kerjaannya yang masih menumpuk, dan hari ini harus rampung sebab ia harus segera kembali ke Jakarta.
...---...
Malam-malam, di rumah pak Muhidin dan Bu Karsih. Mereka sudah berkumpul terkecuali Rasya yang berada di dapur sedang mencuci perabotan bekas makan malam.
Bu Karsih menerima tamu, seorang pria tua lengkap dengan bodyguard nya. Bu Karsih menyambut tamunya dengan sangat ramah.
"Silakan duduk Juragan?" Bu Karsih menunjuk sofa.
Pria tua itu pun duduk dengan tampak angkuhnya di tempat yang tersedia di sana, menatap dua gadis cantik yang berada dihadapannya itu. Matanya yang tajam dan genit terus memandangi Murni dan Vera.
Kedua gadis itu saling pandang dan merasa risih di pandangi sama pria tua tersebut.
Mending kalau masih muda, lah ini. Sudah tua rambut sudah beruban jenggot pun sudah lebih banyak putihnya ketimbang hitamnya. Keduanya bergidik.
"Rasya. Bawakan minum." Suruh Bu Karsih pada Rasya yang berdiri di dekat wastafel.
"Minuman? buat siapa Bu?" selidik Rasya. Menoleh sang ibu.
"Buat tamu. Cepetan! gak pake lama." Bu Karsih pun kembali ke ruang tamu.
"Jadi ini, dua gadis yang mau kau jadikan jaminan itu ha?" selidik pria tua itu dan matanya tak pernah lepas dari Murni dan Vera yang berpakaian seksi bahkan mengekspos belahan dadanya.
"Bukan, Juragan. Tapi satu lagi yang lebih polos dan belum tahu apa-apa, apalagi pacaran," sahut suami bu Karsih.
"Bener Juragan, mereka berdua mah, segelnya udah kurang ngunci. Kalau yang satu lagi uuh ... masih rapat." Timpal Bu Karsih sembari mesem-mesem.
Murni dan Vera bersitatap tidak mengerti maksud sang ibu, namun setidaknya mereka merasa lega. Kalau mereka akan terhindari dari bandot tua ini. Pria tua yang bertubuh gempal dan perut gendut tersebut ....
****
Mau tahu kelanjutannya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 206 Episodes
Comments
Upriyanti II
siapa itu sukma
2024-03-31
0
Zuraida Zuraida
cerita penjajahan
2022-12-02
1
Ummi Alfa
Sebenarnya orang tua macam apa pak Muhidin sama Bu Karsih ini tega jual Rasya ke bandot tua demi melunasi hutang2nya. parah banget.....
Mungkin aja , nanti Rasya kabur terus di tolong sama Ubai dan Samudra.
2022-10-03
1