Hari Sabtu merupakan hari santai bagi
Raya, karena ia bisa kembali melakukan rutinitas lari paginya bersama kedua
anaknya. Di hari biasa ia diharuskan berada di kantor sebelum asisten itu
datang, sehingga rutinitas pagi itu tidak bisa dilakukannya.
Titania dan Hanum bersiap di teras
menunggu mamanya yang masih berada di dalam rumah. Hanum terlihat menoleh ke
kanan dan ke kiri, dari arah kanan ia melihat seorang laki-laki yang tengah
berlari dan akan melewati rumah mereka. Tampak laki-laki itu memakai trining
abu-abu dan kaos kasual lengan pendek yang menampilkan otot lengannya yang
tampak bagus. Gadis kecil itu berdiri di depan halaman rumahnya dan tampak
tersenyum genit seraya menggerakkan tubuhnya seperti malu-malu kucing.
“Monin om danten” Sapanya malu-malu.
Laki-laki itu menoleh sekilas, namun langsung mengalihkan pandangannya kembali ke
arah depan tanpa memperdulikan binar malu pada wajah mungil itu.
“Hanum, apaan sih, masih kecil juga!”
Ketus Titania seraya menepuk pelan lengan adiknya membuat gadis kecil itu
langsung menangis. Hal itu sempat di dengar juga oleh Asisten Je, namun ia tetap
berlari menjauh. Raya langsung menghampiri Hanum yang menangis.
“Huaaa mama” Tangisnya semakin keras
melihat Raya mengampirinya.
“Ada apa sayang?” Raya menghapus air
mata di pipi anak gadisnya.
“Tak Tita ahat, ubit Anium” Ceritanya
sambil menangis. Raya menatap Titania meminta penjelasan.
“Hanum genit ma, masak ada om-om lewat
disapa dengan centil”
“Eh…apa benar Hanum?” Raya tidak habis pikir
dengan tingkah menggemaskan Hanum ini. Gadis kecil itu memainkan dua ujung jari
telunjuk nya merasa bersalah.
“Aap” Ucapnya sambil menunduk, Raya
menghela nafas pelan kemudian tersenyum seraya mengelus kepala putrinya.
“Iya mama maafin, lain kali kalau
menyapa yang sopan ya…”
“Leh capa?” Raya mengangguk tersenyum,
membuat gadis kecil itu kembali ceria.
“Yuk jalan, keburu panas nanti” Mereka
bertiga memulai acara lari paginya dengan suasana yang ceria.
Titania berlari terlebih dahulu
meninggalkan Raya dan Hanum, karena tahu pastilah langkah Hanum yang pendek dan
kadang meminta berhenti dengan alasan capek. Setelah kurang lebih 30 menit
mereka berlari, Hanum minta istirahat lagi di pasar dadakan yang menyediakan
aneka jajanan, Raya tahu pasti anaknya itu meminta sesuatu nantinya.
“Mama, mau itu” Tunjuk Hanum ke arah
gerobak yang menjual kue dorayaki nya doraemon.
“Hanum mau kue itu? Mama buatin aja
yah?” Tawar Raya, bukan berarti takut higienisnya tapi Raya takut anaknya akan
keterusan meminta.
“Mau itu…hiks hiks” Raya menghela nafas
pelan, kalau sudah acting nangis gini, Raya pun tidak tega.
“Sekali aja ya, kalau Hanum nanti
pingin biar mama buatin”
“Iyah” Kata Hanum ceria, tuh kan cepet
bener perubahan wajahnya.
“Hmmm, Kak Tita ada yang dibeli juga?”
Tawar Raya namun gadis itu menggeleng.
“Tolong jaga adeknya ya” Titania hanya
mengangguk seraya cemberut.
“Lain kali tuh gak usah repotin mama
kayak gitu, masih enak kue buatan mama” Kata Titania dengan nada ketus.
“Tapi Anium pinin” Ekspresi wajah gadis
cilik itu sudah memelas dengan berkaca-kaca.
“Huh, gak usah cengeng napa” Hanum
sudah menampilkan mimik muka yang mau nangis, membuat Titania berdecak sebal.
Ia akhirnya merayu Hanum agar tidak menangis.
“Iya deh kakak minta maaf, aku beliin
es krim mau?” Bujuk Titania membuat mata Hanum langsung berbinar cerah dan aura
tangisnya langsung hilang. Wah…bener-bener, kecil-kecil sudah pandai drama
rupanya dia. Hehehe.
“Mau-mau, yan totat ya” Titania
mengangguk.
“Hanum jangan kemana-mana, duduk diem
sini”
“Iyah” Angguk Hanum patuh. ia
mengayunkan kedua kakinya di kursi taman sambil melihat ke arah kakaknya yang berjalan
membeli es krim. Pandangannya memutar melihat mamanya mengantri di tukang jual
dorayaki dan ia melambai saat mamanya menoleh. Pandangannya beralih menoleh ke
sebelah kiri, ia melihat seseorang yang dikenalnya sedang berjalan santai
seorang diri. Bibir gadis kecil itu tersenyum kemudian berdiri, lupa sudah
peringatan dari kakaknya dan berlari menghampiri seseorang itu, namun tanpa di
duga Hanum tersandung paving yang agak rusak di taman membuat gadis kecil itu
terjatuh dan menangis.
Asisten Je yang melewati taman untuk
kembali pulang melihatnya jatuh dan reflek membantu Hanum dengan mengangkat
badannya dan membersihkan lututnya yang berdarah dengan mengusap-usap lututnya
dari tanah yang menempel. Dia lupa tidak memakai sarung tangan tapi reaksi yang
ia dapat sangat mengejutkan dirinya, karena tidak ada rasa gatal dan jijik. Apa
karena gadis yang ditolongnya masih kecil?
“Om danten…acih” Asisten Je yang entah
mengapa ia mengerti bahasa gadis kecil itu tersenyum singkat. Ia mengingat
gadis kecil itu yang menyapanya tadi pagi, ia langsung berpikir apa dia anak
dari Raya?
“Kenapa sendirian di sini? Mana
mamanya?”
“Mama li tue, Tak Tita li ekim”
“Hah?”
“Ih…Mama li tue, Tak Tita li ekim”
“Kue? Es krim?” Hanum mengangguk.
“Lukanya gimana? Pasti sakit…“ Hanum
hanya meringis sedikit.
“Ti obat mama”
“Ayo aku antar ke mamamu” Hanum dengan
antusias menggandeng tangan Asisten Je
yang membuat Asisten Je semakin terkejut, ia terdiam sebentar menunggu reaksi
gatal-gatal dan kemerahan di kulitnya. Ia menunduk mengamati tangannya yang di
genggam oleh Hanum, ia sampai tidak percaya, tangannya benar-benar tidak ada
efek gatal dan bintik kemerahan. Apakah ia sudah sembuh atau karena gadis ini
masih kecil dan belum mengenal kejamnya dunia? Asisten Je hanya menggeleng-geleng
tak percaya.
“Napa Om?” Hanum memandang heran.
“Ah…itu…” Belum selesai Asisten Je menjawab
ada suara bentakan di belakangnya.
“Hei lepasin tangan adikku!” Seru
Titania seraya berlari. Reflek dia menggeplak tangan Asisten Je keras seraya
memisahkan genggaman laki-laki dan adiknya hingga laki-laki itu melepas
tangannya. Kembali ia diam menunduk memandang ke arah tangan kanannya menunggu
reaksi selanjutnya tapi yang ia juga heran kali ini sentuhan keras itupun tidak
menimbulkan reaksi apa-apa. Asisten Je memandang gadis yang membentaknya tadi
dengan takjub sekaligus tajam.
“Apa maksud Anda mau membawa adikku? Om
penculik ya?” Tanya Titania dengan tatapan curiga dan menyembunyikan Hanum di
belakang tubuhnya. Gadis kecil itu terus menarik ujung bajunya.
“Diamlah!” Hanum langsung berkaca-kaca
karena dibentak Titania.
“Eh…jangan salah ya!” Balas Asisten Je
tak kalah sengit. Ia sungguh tak terima dikatai penculik oleh gadis yang jauh
sekali usianya di bawahnya.
“Huh, penampilan aja keren, tapi sayang
tampang penculik!” Kata Titania pedas membuat Asisten Je membelalak tak
percaya. Ia dikatakan penculik oleh anak kecil.
“Hei kau…”
“Apa?! Aku akan teriak kalau Anda mau
macam-macam.” Peringat Titania dengan mode galak.
“Hei, adikmu jatuh, aku hanya menolongnya,
emang dari mana tampang penculik hah?!” Sergah Asisten Je, ia merasa heran juga
kenapa ia begitu meladeni tingkah bocah itu bahkan berdebat dengan kalimat
panjang. Titania mengawasi lutut Hanum dan memang benar lutut Hanum tergores
dan mengeluarkan darah.
“Dasar ceroboh, kakak kan sudah suruh
tunggu!” Marah Titania, ia mendudukkan Hanum di kursi taman dan menyerahkan es
krim coklat ke Hanum. Gadis kecil itu menerima dengan ekspresi bersalah dan
mata yang berkaca-kaca.
“lutut adikmu perlu segera di beri obat
nanti infeksi” Kata Asisten Je merasa kasihan juga.
“Sudah tahu!” Jawab Titania ketus
membuat Asisten Je melotot. Gadis ini mulutnya kenapa pedas sekali…
“Hei…!”
“Lho…Kak Tita kenapa dengan Hanum?”
Tanya Raya yang telah kembali dari membeli kue dorayaki, melihat lutut Hanum
berdarah sontak tas plastik berisi kue dorayaki langsung ia jatuhkan begitu
saja, namun belum sampai jatuh ke tanah ada tangan yang langsung menangkap tas
plastik itu.
“Mama…Huaaa” Hanum menodongkan kedua
tangannya minta digendong Raya.
“Hmm cup-cup…sudah-sudah jangan nangis,
kita obati di rumah ya…” Hanum mengangguk kemudian Raya menggendong Hanum untuk
dibawa pulang namun langkahnya langsung terhenti karena melihat atasannya
berdiri di depannya.
“Astaghfirullah…Tuan?” Asisten Je hanya
mendengus.
“Jangan suka ninggalin anak sendiri,
nih!” Asisten Je menyerahkan tas plastik yang tadi dilempar Raya, kemudian
berlalu dari sana.
“Kenapa Tuan bisa ada di sini?” Tanya
Raya curiga, Asisten Je yang baru mau melangkah menatap jengah.
“Aku tinggal di perumahan xxx”
Jawabnya.
“Hah? Kita tinggal di perumahan yang
sama? Bagaimana bisa? Tuan bukan memata-matai saya kan?” Tanya Raya kaget
sekaligus mencurigai Asisten Je.
“Memang kamu orang penting hah?” Marah
Asisten Je membuat Raya terdiam cukup lama.
“Obati segera anakmu…” Kata laki-laki
itu kemudian pergi meninggalkan mereka bertiga.
“Ayo mama…” Hanum sudah meringis
merasakan luka di lututnya.
“Ah…iya, ayo kita pulang” Raya bersama
Titania berjalan beriringan menuju ke rumah dengan pikiran yang masih bingung.
To Be Continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments