Baru saja selesai bicara telepon di
mejanya berdering.
“Ya Tuan Muda?”
“Bawa sekretaris barumu ke ruanganku,
Meili ingin bertemu dengannya” Perintah Alvero langsung menutup teleponnya
tanpa memberi kesempatan Asisten Je untuk menjawab. Asisten Je tercengang, ia
menatap Antoni bingung.
“Gawat”
“Kenapa?”
“Nona Muda ingin bertemu dengan
sekretaris baruku” Katanya frustasi. Kali ini Antoni hanya angkat bahu.
“Bukan urusan saya Asisten Je, saya
permisi” Katanya berani seraya meninggalkan ruangan asisten aneh itu. Asisten
Je melempar bolpoint ke arah Antoni dengan marah tapi laki-laki itu keburu
menutup pintu dengan tertawa sehingga bolpoint itu hanya mengenai daun pintu.
.
.
“Bodoh” Sentak Alvero tajam. Ia tak
habis pikir, kemana pikiran waras laki-laki yang sudah mengabdi sejak bersama
papanya ini.
“Dia yang mengundurkan diri Tuan Muda”
“Kau pasti menyusahkannya” Tuduh Meili.
“Maaf Nona”
“Huh…aku nggak mau tahu, panggil dia,
dalam 10 menit dia harus berada di sini” Perintah Meili marah. Dia sudah merasa
kalau sekretaris itu sangat kompeten dengan penampilan yang berbeda dengan yang
lain, dengan begitu ia bisa berharap Asisten Je bisa merubah dirinya. Asisten
Je terpaku menatap Alvero meminta pendapat.
“Kau sudah dengar perintah istriku
kan?”
“Baik Tuan Muda” Asisten Je keluar dari
ruangan menuju ruangan Antoni. Laki-laki itu sedang mengetik sesuatu di
laptopnya.
“Apa kau tidak bisa mengetuk pintu
dulu?” Sinisnya tanpa mengalihkan pandangan dari laptopnya.
“Ehm” Terdengar deheman keras di
depannya dan tatapan penuh amarah langsung ditangkapnya. Ia langsung berdiri
begitu Asisten Je yang masuk.
“Maafkan saya Asisten Je, saya tidak
tahu…”
“Panggil wanita itu kemari, dalam 5
menit” Perintahnya lalu keluar tanpa menghiraukan kebingungan Antoni.
“Siapa yang harus ku panggil? Apakah
Raya? Ah…benar pasti Raya, pasti dia kena marah sang bos, hahaha” Kali ini
wajahnya terlihat bahagia sekali. Dasar…teman lucknut, ada teman di marahi kok
bahagia banget.
.
.
“Sudahlah neng, mungkin belum rezeki
eneng bekerja di sana” Hibur Pak Malik berusaha meredakan amarah Raya.
Wanita itu tak habir pikir dengan
syarat dalam kontrak yang diajukan, selama ia menjadi sekretaris tidak ada
atasan yang seperti Asisten Je itu. “Dia pikir siapa dia? Seenaknya saja
memberi syarat yang tidak masuk akal. Tentu saja aku memilih berada bersama
anak-anakku dari pada terkurung di apartemen bersama dengan lelaki asing dan
tidak jelas seperti atasannya itu.” Gumamnya marah-marah.
“Coba bayangkan pak, mana ada
sekretaris yang harus tinggal bersama? Selama saya jadi sekretaris, tidak ada
bos yang seperti itu” Ucapnya masih dalam keadaan marah.
“Iya neng, mungkin saja beliau khilaf”
“Khilaf apaan pak, menyuruh tinggal di
apartemen di bilang khilaf? Kalau terjadi apa-apa dengan saya, maka itu juga khilaf
namanya? Syarat apa itu pak? Saya bukan wanita murahan ya pak…” Wanita itu
tersulut emosinya.
“Iya neng, yang sabar…mudah-mudahan
eneng mendapat kerja yang lebih baik lagi.”
“Iya pak, maaf ya, saya kok jadi
marahnya sama bapak ya…” Kata Raya seraya tertawa malu.
“Nggak papa neng, lebih baik marah itu
diungkapkan daripada di simpan di hati nanti malah membuat sakit hati neng…”
“Iya pak terimakasih ya pak, kita
pulang aja pak, Raya nggak mood kemana-mana ini”
“Baik neng” Pembicaraan terhenti dan
mereka berdua saling berpikir dengan masalah masing-masing.
Nada dering ponsel terdengar dari tas
Raya, wanita itu meraihnya kemudian melihat nomor yang tidak di kenal.
Sebenarnya ia malas mengangkatnya, karena ia tidak terlalu suka menerima
telepon yang tidak di kenal. Kontaknya saja hanya berisi seluruh keluarganya
dan satu teman baiknya di Jakarta serta ditambah nomor Bu Nanik. Tapi kali ini
ia takut itu sesuatu yang penting, jadi ia berpikir untuk mengangkatnya.
“Assalamu’alaikum” Sapanya ramah.
“Ya, selamat pagi” Jawab suara di
seberang, “Raya, saya Antoni…” Lanjut suara itu tanpa membalas salam Raya,
ah…mungkin dia non muslim.
“Oh iya Pak Antoni, ada apa ya?” Tanya
Raya sopan. Sekilas Pak Malik melirik dari kaca spion.
“Begini, apa Raya bisa kembali ke
kantor? Kamu di terima kerja?”
“Maaf pak, saya…”
“Tanpa syarat menginap kok, saya jamin
itu”
“Ini bukan keputusan bapak kan?”
“Bukan, Asisten Je sendiri yang meminta
saya memanggil kamu”
“Ini bukan rekayasa tuan arogan itu kan
pak?” Terdengar tawa renyah di telepon.
“Bukan Raya, ini sebenarnya keputusan
Nona Muda Meili”
“Siapa itu pak?” Tanya Raya penasaran,
apa istrinya tuan arogan itu? Pikirnya.
“Istri Tuan Muda Alvero”
“Oh baiklah pak, saya segera ke sana,
terimakasih”
“Oke baik Raya, saya tunggu di loby ya…”
“Baik pak” Raya mematikan sambungan
telponnya kemudian menatap Pak Malik, “Pak kembali ke kantor ya, saya jadi di
terima tanpa menginap di apartemen atasan”
“Alhamdulillah, siap neng…” Kata Pak
Malik senang.
“Kok yang senang bapak ya” Tanya Raya
heran.
“Hehe…bapak mah senang kalau neng Raya
dapat kerja, semoga barokah neng”
“Aamiin, terimakasih pak”
“Sama-sama neng”
“Bapak siap kan antar jemput saya?”
“Wah…selalu siap neng…” Pak Malik
mengacungkan jempol setuju disambut tawa Raya.
.
.
Dalam waktu 8 menit mobil Pak Malik
telah sampai kembali di perusahaan Diamond Jewerly tersebut, dan Raya telah di
sambut langsung oleh Antoni yang langsung mengantarkannya ke ruangan CEO.
“Kenapa ke ruangan CEO pak?”
“Tuan Muda yang menyuruh Raya”
“Oh”
Tok
Tok
“Masuk” Perintah suara di dalam. Pintu
terbuka dan Antoni masuk beserta Raya di belakangnya. Tampak laki-laki tampan
di atas rata-rata sedang duduk di kursi kebesarannya, di dalam juga ada Asisten
Je yang sedang berdiri di belakang laki-laki itu. Dan di sofa terdapat seorang
wanita yang duduk dengan anggunnya sambil membalik-balik majalah di tangannya.
Wanita itu menoleh kemudian tersenyum. Wah, cantik sekali wanita itu, itukah
Nona Muda Meili? Kagum Raya.
“Raya ya, sini duduk sama saya” Ajak
wanita itu ramah. Raya tersenyum canggung kemudian menatap Antoni dan kedua
laki-laki dengan tampang datar itu. Antoni hanya mengangguk, demikian juga
dengan Alvero, hanya Asisten Je saja yang masih diam tanpa ekspresi. Antoni
langsung pamit kembali ke ruangannya. Raya mendekati wanita itu dengan
canggung.
“Aku Meili istrinya Alvero, CEO di
sini” Kata Meili seraya mengulurkan tangannya yang disambut Raya dengan masih
canggung.
“Biasa aja kali, nggak usah canggung
gitu, eh tapi kenapa kamu menolak bekerja sebagai sekretaris Asisten Je?” Tanya
Meili penasaran, karena laki-laki itu belum mengaku kenapa Raya menolak
bekerja.
“Maafkan saya nyonya, saya tidak
sanggup kalau diharuskan menginap di apartemen dengan laki-laki asing” Jawab
Raya jujur yang membuat seisi ruangan itu membelalak tak percaya. Segitunya
Asisten Je ingin menguji sekretarisnya.
“Dasar bodoh” Sindir Alvero pelan,
Asisten Je hanya menelan ludah kasar. Ia tak menyangka wanita itu akan seterus
terang itu di depan istri bosnya.
“Emang kenapa? Banyak lho wanita yang
menantikan berdiri di sebelah Asisten Je”
“Saya bukan bagian dari mereka nyonya,
maaf”
“Emm, alasanmu apa selain laki-laki
asing, secara tugas sekretaris pribadi itu kan memang harus selalu stand by di
dekat bosnya” Meili semakin memancing jawaban Raya.
“Saya mengerti nyonya, tapi jam kerja
sekretaris juga ada batasannya kan?” Meili mengangguk paham.
“Lagipula saya mempunyai tanggungan di
rumah yang tidak bisa saya lepas tanggung jawabnya begitu saja nyonya”
“Oya, siapa kalau boleh tahu?”
“Kedua putri saya nyonya” Asisten Je
terkejut mendengar kenyataan itu beda dengan Meili dan Alvero yang sudah
mengetahuinya sejak awal, “jadi wanita ini sudah menikah, pantas saja dia tidak
mau disuruh menginap di apartemen.” Batin Asisten Je.
“Oh, kamu sudah menikah rupanya” Kata
Meili pura-pura tidak tahu.
“Maaf, saya janda nyonya” Lirihnya.
Kembali Asisten Je terkejut.
“Eh…maaf-maaf, bukan maksudku…” Meili
tidak mengira kalau Raya akan berterus terang dengan statusnya, ia jadi merasa
tidak enak hati.
“Tidak apa-apa nyonya”
“Hmm, baiklah, sesi wawancara selesai,
kamu lolos, mulai besok kamu resmi menjadi sekretaris Asisten Je tanpa harus
menginap” Putus Meili akhirnya. Raya membelalak tak percaya.
“Tapi…” Ia ragu sejenak seraya
memandang dua lelaki yang sudah sibuk dengan kegiatannya.
“Keputusan istriku mutlak, jadi itu
juga keputusanku” Kata Alvero tegas. Raya mengangguk canggung.
“Baik Tuan Muda, kalau begitu saya
permisi, terima kasih nyonya…”
“Sama-sama dan jangan panggil aku
nyonya, kita sepertinya seumuran, panggil nama saja, kita bisa berteman”
“Maaf nyonya, saya merasa tidak pantas”
“Ish…siapa yang bilang begitu,
bagaimana kalau kakak saja, aku pingin sekali punya adik perempuan” Rayunya
membuat Raya mendelik tak percaya. Seorang istri CEO bisa berperilaku layaknya
seorang gadis yang manja.
“Baiklah kak, kalau begitu saya permisi
dulu untuk mempersiapkan esok hari” Meili tersenyum mengangguk, ia puas telah
berbicara dengan Raya, ia merasa Raya adalah sosok wanita yang tangguh sebagai
single parent.
To Be Continued.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments