Raya Pov
Cuitan burung membangunkanku dari alam
mimpi. Dengan malas aku menggeliatkan badanku sambil mengumpulkan kesadaranku
yang tercecer. Perlahan aku bangun, kupandangi kamar yang kutiduri tadi malam
sangat jauh jika dibandingkan dengan istana tempat tinggal kami dulu sebelum
Mas Revian meninggal. Dengan terpaksa rumah itu aku kembalikan kepada mertuaku,
walau mereka menyerahkan semuanya padaku, tapi aku ingin merekalah yang merawat
peninggalan Mas Revian, aku tidak sanggup untuk hidup terus di rumah yang banyak
kenangan indah bersamanya. Orang tua Mas Revian akhirnya menyetujui merawat
rumah itu dan merelakan menantu serta cucu mereka hidup di tanah rantauan.
Uang warisan dari Mas Revian sebenarnya
juga sangat banyak jika untuk membeli rumah yang sangat besar, hanya aku tidak
ingin hidup mewah dan foya-foya, aku masih harus memikirkan kedua putriku yang
masih membutuhkan biaya yang sangat banyak. Kalau mengandalkan uang warisan
saja, suatu saat pastilah uang itu akan habis, jadi aku memutuskan membeli
rumah yang tidak terlalu besar tapi nyaman untuk tempat tinggal kami. Kedua
putrinya juga tidak mempersalahkan hal itu asalkan mereka masih tetap bisa
bersama.
Jam sudah menunjukkan pukul 05.00
setelah aku membersihkan diri dan sholat subuh, serta membangunkan Titania dan
Hanum, aku bersiap untuk jogging, olahraga yang memang sudah rutin aku lakukan
sejak SMA, bahkan Mas Revian juga sering mengajakku jogging ke taman
menghabiskan pagi bersamanya. Dan hari ini aku memulai kembali rutinitas
joggingku, yang memang membuat tubuh sehat, segar, bugar, dan keadaan tubuhku
yang selalu ideal, walaupun umurku sudah 32 tahun, tapi aku masih merasa sangat
energik. Aku tertawa sendiri di kamar seraya memandangi postur tubuhku di
cermin.
Aku keluar dari kamar dan ku lihat
Titania dan Hanum sudah berdiri di depan kamarku lengkap dengan pakaian
olahraga juga. Aku sampai terkejut dengan keberadaan mereka.
“Lho
Kak Tita sama Dedek tumben pakai baju olahraga?” Tanyaku seraya mengelus kepala
kedua putriku kemudian mencium kening mereka bergantian.
“Aku mau ikut lali cama Mama cama Tak
Tita…” Kata Hanum ceria.
“Wah…bolehlah, Mama jadi ada teman nih,
ndak kesepian lagi kalau lari pagi”
“Pi anti bli bubuliyam ya Mama” Kata
Hanum dengan kata-kata yang masih belum jelas.
“Ngomong tuh yang jelas Dek, jadi Mama
ngerti” Sahut Titania judes.
“Iya, Mama ngerti kok, bubur ayam kan?”
Tanyaku tersenyum, Hanum meledek kakaknya dengan memeletkan lidahnya.
“Dasar bocil!”
“Kakak…” Peringatku memandang putri
sulungku, karena aku menekankan kepada mereka jangan suka memanggil dengan nama
yang tidak bagus, gadis remaja itu hanya tersenyum manyun.
“Dah yuk mulai lari paginya” Ajakku
kepada kedua putriku yang langsung keluar begitu aku membuka pintu.
Kami lari pagi mengelilingi komplek
perumahan dengan diiringi celotehan Hanum yang tidak pernah berhenti. Dan
ternyata banyak juga bapak ibu dan remaja yang lari pagi di minggu pagi ini.
Asyik berlari, tak lama ada seseorang yang membalap kami, seorang laki-laki
dengan perawakan gagah dengan tubuh atletis, walaupun aku tidak melihat
wajahnya, ku yakin ia laki-laki tampan. Haha…apa sih…
Kami sudah lari cukup jauh dari rumah
dan ku lihat Hanum juga sudah mulai kelelahan, gadis kecilku itu sudah merengek
minta berhenti. Kami berhenti tepat di taman perumahan yang ternyata
menyediakan aneka jajanan dan makanan di pinggir taman. Hanum mengajakku ke
tempat penjual bubur ayam. Hanum dan Mas Revian memang penyuka bubur ayam,
sementara aku dan Titania sangat menyukai mashed potato yang berbahan dasar
kentang, susu cair, dan keju. Sayangnya di taman ini tidak ada yang menjual
makanan jenis itu, akhirnya kami bertiga menikmati bubur ayam di pagi hari.
Raya Pov End
Setelah puas makan bubur ayam mereka
bertiga kembali pulang ke rumah, dan ketika akan memasuki rumah, seorang ibu
memanggil Raya. Wanita itu menoleh tersenyum ramah.
“Neng baru pindah ya…” Sapa ibu yang
bertubuh agak gendut itu.
“Iya bu, salam kenal saya Raya…, kami
baru pindah seminggu yang lalu”
“O ya, kenalin saya Bu Nanik, semoga
betah tinggal di kompleks perumahan ini ya”
“Ah…iya bu terima kasih”
“Eh…tapi Neng Raya hanya tinggal
bertiga saja sepertinya…” Tanya Bu Nanik heran.
Raya tersenyum canggung, ini yang ia
khawatirkan kalau mereka sudah bertanya tentang statusnya.
“Iya bu, suami saya meninggal satu
tahun yang lalu…”
“Ooo innalillahi wainna ilaihi
roojiuun, maaf ya Neng, ibu nggak tahu…”
“Iya bu nggak papa, oya, boleh Raya
masuk dulu bu?” Pamitnya mulai merasa tidak nyaman.
“O iya, silahkan Neng, sekali lagi ibu
minta maaf ya Neng” Kata Bu Nanik merasa bersalah.
“Iya bu nggak papa, mari bu…” Raya
pamit masuk dan menutup pintu dengan rapat. Ia menghela nafas sejenak seraya
memejamkan matanya, “Ya Allah, kuatkanlah hamba menghadapi ujian mu ini Ya
Allah…” Lirihnya di iringi dengan lelehan air matanya ke pipinya. Wanita itu
terkejut ketika ada yang menyentuh tangannya. Dilihatnya Titania sudah berdiri
di depannya dengan wajah yang sendu.
“Mama jangan sedih ya, kita pasti bisa
melewati ini semua” Kata Titania menghibur Raya. Wanita itu memeluk putrinya
dengan erat seraya tersenyum. Ia merasa bersyukur memiliki putri yang sangat
mengerti akan keadaan dirinya.
“Iya…kita baru memulai ini, jadi harus
semangat” Raya melepas pelukannya dan mencium kening putrinya sayang.
“Yum aku dugak Mama” Tarik Hanum di
baju Raya. Wanita itu segera berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan tinggi
putri kecilnya.
“Ehmmm sini..sini..pipinya Mama cium,
muah…muah” Gadis kecil itu tertawa kegirangan bahkan kegelian dengan ciuman
Raya, Titania juga ikut menggoda dengan mengacak-acak rambut Hanum.
“Lucak tak ini…” Hanum memperbaiki rambutnya yang
membuat Raya dan Titania tertawa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments