Jam pun terus berputar, hingga tak
terasa waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 waktunya pulang pun telah tiba. Raya
membereskan berkas-berkas yang telah diprint untuk di masukkan ke dalam map-map
sesuai judulnya. Besok pagi harus diajukan kepada Asisten Je untuk meminta
tanda tangannya. Ia bersiap pulang, namun dering telepon di mejanya berbunyi
nyaring.
Kringggg
Kringggg
Tidak mau terkena semprot amarah
Asisten Je, Raya segera meraih gagang telepon itu.
“Ya Tuan, ada yang bisa saya bantu?”
“Ke ruangan segera”
“Baik Tuan” Raya menghembuskan nafas
pelan, semoga tidak terjadi apa-apa, doanya dalam hati. Raya keluar dari
ruangannya sudah dengan mencangklong tas di tubuhnya.
Tok
Tok
“Masuk”
Raya membuka pintu perlahan dan
mendapati Asisten Je sedang mengerjakan sesuatu di laptopnya. Cukup lama Raya
hanya berdiri di depan meja Asisten Je tanpa dihiraukan oleh atasannya itu.
Setelah 15 menit berlalu….
“Ehm…” Raya berdehem untuk mengingatkan
atasannya mengenai tujuannnya memanggil kemari. Tapi laki-laki itu tetap pada
posisi semula tanpa merasa terganggu sedikitpun dengan deheman Raya.
“Tuan, maaf ada apa ya Tuan memanggil
saya” Laki-laki itu mendongak sejenak, ada pancaran kebencian dan jijik di mata
itu, membuat bulu kuduk Raya meremang dengan sendirinya.
“Kau terburu?” Tanyanya tajam.
“Tidak Tuan” Jawab Raya cepat.
“Baguslah” Asisten Je kembali fokus
pada laptopnya, tanpa dilihat oleh Raya, bibir laki-laki itu menyeringai puas
membuat wanita di depannya pasti kesal karena menunda untuk menemui kekasihnya.
Ih…sok tahu kamu Asisten Je…
Sudah hampir setengah jam Raya hanya
disuruh menunggu bahkan tanpa disilahkan duduk membuat kaki Raya serasa
kesemutan, pegal sekali. Huh…sabar, jangan sampai terpancing emosi Raya…kamu
baru bekerja sehari, ingat itu. Tapi karena tidak ada pergerakan apapun dan
perintah penting dari Asisten Je membuat Raya memberanikan diri untuk bertanya
lagi.
“Maaf Tuan kalau tidak ada hal yang
penting, bolehkah saya permisi?”
“Aku belum selesai” Jawabnya datar.
Raya menghela nafas pelan, tapi aku sudah, dasar triplek.
“Baiklah, apa yang bisa saya kerjakan
Tuan?” Tanyanya masih dengan mode sabar.
“Tidak ada” Jawab Asisten Je pendek
membuat mata Raya membelalak tak percaya, hampir saja kemarahannya meledak. Ia
mengurut dadanya perlahan.
“Kamu marah padaku?” Tanya Asisten Je
melihat gerakan Raya, sontak wanita itu menurunkan tangannya dan menggeleng.
“Tidak Tuan, tapi…”
“Hmmm, ini kamu atur ulang jadwal untuk
Tuan Muda besok pagi, dan hari ini harus kelar” Kata Asisten Je menyerahkan
berkas yang baru diketiknya dan diprint ke arah Raya. Wanita itu menatap
bingung.
“Kenapa? Tidak mau? Mau kupecat? Baru
sehari sudah mau membangkang?” Tanyanya tajam. Raya menggeleng cepat dan
menerima berkas dari tangan Asisten Je.
“Baik Tuan, akan segera saya kerjakan,
saya permisi dulu” Raya membungkuk hormat dan berlalu keluar dari ruangan
Asisten Je, namun sedetik kemudian ia terheran-heran mendengar tawa Asisten Je
yang menggema di ruangannya.
“Aneh” desis Raya tanpa memperdulikan
bosnya itu. Ia kembali masuk ke ruangannya dan meletakkan tasnya di kursi
kemudian kembali meneliti dan mengatur ulang jadwal Tuan Muda Alvero.
Setidaknya membutuhkan waktu kurang lebih 1 jam untuk merevisi jadwal tersebut.
“Ah… ternyata tidak sampai satu jam berkas sudah selesai… alhamdulillah” kemudian
Raya segera mengeprintnya dan menata kembali dalam map. Kali ini aku harus
langsung pamit pulang, sepertinya dia sengaja menunda kepulanganku.
Tok
Tok
Tidak ada suara apapun yang menyuruhnya
masuk, sehingga Raya langsung membuka pintu dan ternyata memang benar tidak ada
keberadaan asisten kaku itu. Raya berdecak kesal.
“Huh, rupanya dia sengaja mengerjaiku,
seenaknya saja memberi pekerjaan kemudian pulang tanpa pamit…awas saja kau…”
“Siapa yang kau umpat hah?” Tanya suara
di belakangnya membuat Raya berjengkit kaget.
“Ma sya Allah…” Wanita itu sampai
memegang dadanya yang berdegup kencang, bukan karena berdebar tapi karena
terkejut.
“Tuan…Anda mengagetkan saja…berkasnya
sudah saya taruh di meja Anda Tuan, sekarang saya permisi dulu…” Raya segera
membungkuk dan bergegas keluar sebelum asisten itu berbuat ulah lagi.
Dengan cepat Raya berlari ke arah lift
dan memencet tombolnya, sampai ia keliru menekan lift khusus bos, tapi ia belum
menyadari hal itu. Wanita itu terus berlari keluar dari lift menuju tempat
parkir. Tampak Pak Malik sudah menunggu dengan setia di samping mobil.
“Kenapa lari neng, seperti dikejar
setan aja?” Tanya Pak Malik heran.
“Iya pak setan triplek” Jawab Raya
sekenanya.
“Hah…mana ada neng setan triplek”
“Ada pak, dah ayo pak pulang, saya
sudah rindu sama anak-anak, ternyata tidak bertemu seharian membuat saya sangat
kangen sama mereka” Pak Malik terkekeh dan segera menjalankan mobilnya. Tanpa di
sadari oleh Raya, ternyata ada sepasang mata yang mengawasi pergerakannya
sampai hilang dari parkiran. Tampak senyum menyeringai muncul di bibir
penuhnya.
“Kita lihat seberapa kuat kamu
bertahan, aku akan membuatmu tersiksa sehingga kau akan meminta berhenti dengan
sendirinya.” Kata Asisten Je dengan keyakinan penuh bahwa usahanya akan
membuahkan hasil.
Raya sampai di rumah dengan di sambut
tangisan dari Hanum yang menggelegar memekakkan telinga bagi siapapun yang
mendengarnya. Raya buru-buru menghampiri gadis kecilnya itu.
“Lho sayang…kenapa nangis?” Tanya Raya
seraya menggendong gadis kecil itu.
“Tak Tita oong, mama dak balik”
“Hah…kenapa gitu sayang? Ini buktinya
mama ada di sini?” Raya menggelengkan kepala melihat tingkah lucu Hanum, pasti putri
sulungnya itu menggoda Hanum.
“Udah diem dong…ayo kita masuk dulu
ya?”
“Neng Raya, bapak pamit dulu ya…”
“O iya pak, mobilnya nggak dibawa aja
pak?”
“O ndak usah neng, bapak pakai sepeda
supra ini saja, kenangan ini neng”
“O ya sudah pak, hati-hati ya”
“Dada dedek Hanum…”
“Dada tek” Gadis kecil itu masih
sesenggukan di bahu Raya. Ketika masuk dilihatnya Bu Nanik datang dari dapur
dengan membawa secangkir teh hijau yang masih mengepul asapnya.
“Ayo Hanum turun dulu ya, biar mama
istirahat dulu…yuk sama eyang” Bujuk Bu Nanik tapi gadis kecil itu malah
mengeratkan kedua tangannya di leher Raya.
“Inda mau, anti mama ilang” Raya dan Bu
Nanik tertawa gemas, kemudian Raya duduk di sofa untuk menyegarkan
tenggorokannya dengan teh hijau buatan Bu Nanik.
“Maaf ya bu, tadi ada lembur mendadak
jadinya Bu Nanik lama nungguin Hanum nya”
“Tenang saja nak, Hanum anak yang
cerdas kok, nggak pernah rewel”
“Nggak rewel kok cengeng” Ketus Titania
yang datang dari dalam kamar.
“Huwaaaa Tak Tita atan mama” Jerit
gadis kecil itu dengan tersendat karena tangisannya kembali menggema.
“Kakak….” Raya menatap Titania lembut.
“Habisnya resek ma, masak iya tiap
menit tanya kapan mama pulang?!” Jelas Titania membela diri. Raya hanya
menggeleng.
“Hanum kakak hanya goda-goda, udah
jangan nangis, nanti cantiknya hilang gimana, wajah Hanum nanti jadi kayak
nenek sihir yang semalam” Kata Raya. Gadis kecil itu langsung berhenti menangis
walaupun masih ada isakannya.
“Anium inda mau dadi enek cihil” Ia
ingat semalam mamanya menceritakan dongeng seorang nenek sihir yang jahat
dengan wajah yang menyeramkan, matanya besar dan merah, hidungnya panjang dan
bengkok, bibirnya lebar menyeringai, kadang tertawa kadang menangis, jadi kalau
Hanum suka menangis nanti jadi kayak nenek sihir.
“Ya sudah, yuk mama mandi dulu ya,
setelah itu mainan”
“Hole hole anin anin” Tangisnya sudah
benar-benar berhenti berganti dengan goyangannya di pangkuan Raya. Bu Nanik
hanya tertawa gemas dengan kelakuan lucu Hanum, sedangkan Titania hanya
mendengus kecil. Raya meminum habis teh hijaunya setelah itu beranjak menuju
kamarnya untuk membersihkan diri.
20 menit kemudian ia sudah keluar dari
kamar mandi dengan mengenakan gamis motif bunga dan memakai jilbab terusan.
Wanita itu keluar kamar dan mendapati Hanum sudah menunggunya di sofa ruang
tamu.
“Ayuk mama” Ajak gadis kecil itu seraya
meraih tangan mamanya dan diseretnya keluar rumah.
“Lho kemana sayang?” Tanya Raya heran.
“Anin mama, anji adi” Ucapnya cemberut.
“Eh mama bilang begitu?” Gadis kecil
itu mengangguk, karena melihat binar bahagia di mata anaknya Raya tidak ingin
membuatnya kecewa. Wanita itu melirik jam dinding di ruang tengah, dilihatnya
masih pukul 17.20, cukuplah untuk mengajak Hanum jalan-jalan di sekitar taman
perumahan.
“Baiklah, hayuk kita jalan-jalan sore
di taman di depan perumahan sana saja ya” Ajaknya kemudian disambut jingkrakan
Hanum.
“Holee aciikkk, atak ayuk?” Seru Hanum
memanggil kakaknya yang masih duduk di sofa, sementara Bu Nanik telah siap-siap
pulang.
“Kakak mau ikut?” Tawar Raya melihat
keengganan Titania dan gadis itu menggeleng malas. Raya tersenyum.
“Yuk Hanum, kakak lagi istirahat, kita
berdua aja yang jalan-jalan ya”
“Iyah ayuk mama epet”
Hanum berlari-lari dengan bahagia di
taman itu, sementara Raya hanya mengikuti dari belakang. Perumahan ini memang
difasilitasi dengan playground sehingga anak-anak kecil pada sore hari bisa
bermain-main di playground itu. Seperti sore ini, tampak banyak sekali
anak-anak kecil seumuran Hanum dan yang lebih tua lagi sedang main ayunan di
sana di temani oleh ibu mereka.
Raya tersenyum mengangguk menyapa para
ibu muda yang sedang menunggui anaknya.
“Wah..mbak warga perumahan yang baru
ya, kok baru kelihatan sekarang?” Tanya seorang ibu muda.
“Iya, mohon maaf belum sempat
memperkenalkan diri, saya langsung bekerja” Ucapnya tak enak hati.
“Ooo iya, memang banyak di sini ibu-ibu
yang bekerja, kita-kita aja yang pengangguran ya mbak?” Timpal ibu muda lainnya
seraya tertawa.
“Hmm iya, tapi jangan salah lho mbak
walaupun pengangguran kita banyak duit kok” Sambung ibu muda satunya lagi
dengan tertawa. Raya tersenyum kikuk, ia merasa salah masuk dalam perkumpulan
wanita sosialita yang nyinyir.
“Eh…emang suami mbak kerja apa, kok
mbaknya masih aja kerja?” Ini yang Raya tidak suka dalam perkumpulan wanita
rumpis, selalu yang ditanya hal yang pribadi.
“Maaf saya ke anak saya dulu, marii”
Raya bergegas mendekati anaknya yang sedang main ayunan. Rupanya dia sudah
mendapat teman baru di sini.
Ibu-ibu muda yang suka gossip itu pada
berbisik-bisik.
“Eh, suaminya pengangguran kali…” Kata
ibu pertama.
“Atau kalau nggak suaminya karyawan
biasa yang gajinya pas-pasan” Sela ibu kedua.
“Eh…tapi, selama hampir seminggu di
sini aku kok gak pernah lihat suaminya ya?” Timpal ibu ketiga.
“Ah…masak” Jawab mereka bersamaan.
“Jangan-jangan wanita simpanan” Kata
wanita pertama yang menyapa Hanum tadi. Dan sejak itu isu keberadaan Raya telah
ramai di kalangan ibu-ibu muda dimana ia dikenal sebagai seorang ibu yang tidak
diketahui kemana dan siapa suaminya. Raya sendiri tidak ambil pusing dengan isu
yang beredar, asal tidak mengganggu keluarganya maka ia akan diam saja.
To Be Continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments