Raya mendatangi pos 1 yang memanggil namanya
lewat pengeras suara. Di ruang itu ia kembali di wawancarai dalam Bahasa
Inggris, mulai pendidikan sampai pengalaman kerja. Raya adalah sarjana lulusan
S-2 di Inggris, jadi melihat riwayat pendidikan yang diceritakan sudah membuat
nilai plus untuk sang pewawancara.
Setelah itu ia lanjut dengan pos 2
yaitu tes psikologi yang menurutnya sangat-sangat mudah, ia mampu menjawab puluhan
soal itu dalam waktu 20 menit, karena pertanyaan di dalam lembar itu sudah
sangat biasa bagi Raya, jadi tanpa berpikir wanita itu langsung mencoret abjad
yang di inginkan.
Seleksi terakhir berada di pos 3 yaitu
cek kesehatan luar dalam, bahkan ceck up keseluruhan dilakukan, karena mereka
tidak ingin kecolongan menerima karyawan dengan penyakit menular dan berbahaya.
Selesai proses itu Raya diminta menyerahkan email untuk bisa dihubungi jika
lolos nanti, kemudian ia langsung menuju tempat parkir dimana Pak Malik masih
menunggu dan memintanya untuk mengantarnya langsung pulang ke rumah.
.
.
.
Sementara itu, di ruangan yang besar
dan mewah tampak tiga laki-laki gagah itu berdiskusi dengan Alvero sang CEO
besar yang berada di kursi kebesarannya, Asisten Je duduk di depannya dan
laki-laki satunya berdiri di sisi meja.
“Bagaimana hasilnya?” Tanya Alvero
menatap Asisten Je, sementara laki-laki itu menoleh kepada laki-laki yang
berdiri di sebelahnya. Laki-laki berwajah Asia itu mengangguk.
“Dari seleksi pertama yang lolos hampir
separuh Tuan Muda, dan hari ini yang lolos hanya 150 orang” Jawab Antoni ramah.
“Hmmm…”
“Tapi yang sampai pada tahap lolos cek kesehatan
hanya 50 orang saja Tuan Muda” Lanjut Antoni. Alvero dan Asisten Je saling
pandang.
“Pastikan semua bisa berjalan lancar,
aku tidak ingin ada kekeliruan sedikitpun” Kata Asisten Je tegas.
“Baik Asisten Je” Kata Antoni.
“Dan jangan lupakan pesan istriku…”
Kata Alvero.
“Baik Tuan Muda” Laki-laki itu
membungkuk mengiyakan.
“Kau boleh keluar” Kata Asisten Je.
“Baik, saya permisi Tuan Muda…” Antoni kembali
membungkukkan badannya kemudian berlalu keluar ruangan.
“Menurutmu apa Meili harus hadir untuk
tes terakhir besok?” Taya Alvero.
“Kalau Nona Muda menginginkan, tentu
boleh Tuan Muda” Jawab Asisten Je. Sebenarnya ia malas untuk mencari sekretaris
wanita, ia lebih nyaman bila bekerja dengan laki-laki, ia tidak harus
berkomunikasi dengan wanita, apalagi kalau wanita itu nanti berusaha mencari
masalah dengannya.
“Hmmm, pasti dia akan merajuk kalau
melewatkan hal itu, secara dia menginginkan sekretaris wanita untukmu…”
“Ck…”
“Hei…kau marah sama istriku?!” Bentak
Alvero membuat Asisten Je menggeleng panik.
“Tidak Tuan Muda, hanya saya tidak
terbiasa dengan sekretaris wanita, bagi saya mereka pasti merepotkan” Keluhnya
membuat Alvero tertawa.
“Biasakanlah dirimu, karena penentu
terakhir nanti ada di tangan istriku” Asisten Je mengangguk pasrah.
“Dahlah lanjutkan tugasmu, aku akan
makan siang dengan istriku…kau tak perlu ikut, karena ini acara romantis…”
Ejeknya tersenyum. Asisten Je hanya mengangguk walau dalam hatinya mendesis
marah terus disindir oleh bos sekaligus sahabatnya itu.
Sebenarnya Meili sudah sering ingin
menjodohkan Asisten Je dengan temannya, namun selalu gagal karena laki-laki itu
benar-benar menutup diri dari yang namanya wanita. Entah kenapa ia begitu
membenci dan jijik jika bertemu dengan wanita, tentu selain Meili istri bosnya.
Meili sampai pernah mengutarakan penasarannya kepada Alvero apa Asisten Je itu
gay, tapi hal itu di tolak oleh Alvero maupun Asisten Je tanpa alasan yang
jelas.
Sekarang Meili mempunyai kesempatan
untuk mendekatkan Asisten Je dengan sekretaris pilihan Meili, agar laki-laki
itu bisa merubah persepsinya terhadap wanita, tentu Meili tidak akan sembarang
memilih sekretaris, makanya ia hanya meminta datang di akhir seleksi untuk
melihat siapa saja pelamar yang lolos di tahap terakhir.
Masalah penyakit Asisten Je yang tidak
bisa menyentuh wanita, itu bisa di atasi dengan memakai sarung tangan tipis
yang mirip dengan warna kulit, seolah ia tidak memakainya, sehingga ketika
tidak sengaja bersentuhan Asisten Je tidak akan mengalami gatal-gatal dan
lecet. Walaupun Meili belum membuktikan sendiri kenyataan itu, ia juga tidak
berani menyentuh Asisten Je bahkan hanya sekedar berjabat tangan. Apalagi sikap
Alvero yang posesif, bahwa tidak ada yang boleh menyentuhnya kecuali DIA, sang
pemilik hati.
.
.
Ting…
Bunyi hp Raya menandakan ada notifikasi
email yang masuk. Wanita itu membaca emailnya dan tersenyum merekah. Di sana
tertulis bahwa ia mendapat undangan tes lanjutan untuk besok jam 10.00 dari PT.
Diamond Jewerly.
“Kenapa mama tersenyum?” Tanya Titania
curiga. Malam ini Raya menemani Titania belajar dengan Hanum tiduran di sofa.
Raya menunjukkan notifikasi email pada
putrinya, membuat gadis muda itu tersenyum canggung. Ia tidak mau mamanya
mengenal sosok laki-laki, cukup dengan mereka pasti mamanya akan bahagia.
“Boleh mama lanjut?” Raya bertanya
pelan.
“Boleh kok ma, sayang kali mama udah
berusaha masak mau dilewatkan…” Raya tersenyum dan mengelus kepala putrinya.
“Terima kasih sayang”
“Tapi jangan di forsir ya ma, Tita
nggak mau nanti mama malah lupa sama kita” Ingat Titania lagi.
“Pasti sayang…, sudah selesai
belajarnya?” Titania mengangguk dan membereskan buku pelajarannya kemudian
memasukkan ke dalam tasnya.
“Ya sudah kakak tidur gih, lihat adek
kayaknya udah ngantuk tuh” Raya mengangkat tubuh Hanum di gendongannya kemudian
mengantar kedua putrinya ke kamar dan menemani mereka sebentar sampai tertidur.
Ia segera menuju ke kamarnya dan membersihkan diri sebentar kemudian istirahat
agar besok bisa bangun dengan tubuh yang fresh.
.
.
Jam 05.00 seperti biasa Raya sudah siap
dengan kostum olahraga, ia sudah siap di teras dengan ditemani dua anaknya
untuk lari pagi.
“Nak Raya mau lari pagi?” Sapa Bu Nanik.
“Eh…ibu, iya nih, ibu mau ikut?”
“Nggak lah nak, ibu mau membersihkan
rumah saja…”
“Bu apa Raya cari orang lagi untuk
membersihkan rumah ya?” Raya merasa tidak enak dengan Bu Nanik yang malah
merembet membersihkan rumah kadang malah memasak.
“Sudah nggak papa nak…”
“Nanti Raya coba tanya ke Pak Malik deh
bu, niatan Raya kan hanya menunggui Hanum, kok malah semuanya ibu yang lakuin…”
“Oalah nak, ibu tulus kok…sudah ndak
papa”
“Ndak papa bu, nanti pokoknya ibu hanya
menjaga Hanum saja, titik” Kata Raya tegas dengan nada yang tidak mau dibantah.
“Baiklah nak, tapi untuk hari ini biar
ibu ya”
Raya tersenyum mengiyakan, kemudian
pamit mengajak anak-anaknya lari pagi.
“Iyan lali dulu ya” Pamit Hanum.
“Iya sayang…”
Dengan riang Raya dan kedua putrinya
berlari menyusuri kompleks perumahan yang cukup elit itu. Jajaran rumah yang
besar dan rapi serta di sepanjang sisi kanan jalan di tanami pohon yang rindang
membuat susana pagi itu semakin sejuk. Lagi-lagi ia dipertemukan dengan
laki-laki yang beberapa hari lalu juga lari pagi. Tapi sepanjang penglihatan
Raya, laki-laki itu seolah tidak memandang sekitarnya, pandangannya hanya lurus
ke depan tanpa menoleh kanan ataupun kiri. Di telinganya nampak terpasang
headshed untuk mendengar musik.
“Mama…ada om danten” Kata Hanum dengan
bahasa yang lucu membuat Raya membelalak menatap putri kecilnya.
“Hush…gak boleh ya Hanum…” Gadis itu
hanya terkikik geli dengan larangan mamanya, tapi matanya tak berhenti menatap
laki-laki yang berlari di depan mereka. Sementara Titania tetap berlari dalam
diam. Setelah puas berlari mereka kembali ke rumah dan membersihkan diri dengan
Raya yang memandikan Hanum terlebih dahulu. Ia kemudian menuju kamarnya untuk
mandi dan bersiap-siap juga mendatangi perusahaan emas itu untuk tes lanjutan.
Titania sudah berangkat duluan, ia
bilang bahwa hari ini ia piket, jadi ia membawa bekal untuk dimakan sehabis
piket kelas.
Pukul 10.00 Raya sudah standby di loby
perusahaan menunggu untuk dipanggil tes lanjutan. Ia duduk bersama puluhan
pelamar yang lolos lainnya. Raya memperhatikan sekelilingnya, hampir semua
wanita yang hadir memakai pakaian yang menurutnya kurang pantas, mungkin hanya
lima orang yang memakai pakaian tertutup termasuk dirinya, walaupun hanya dia
seorang yang memakai jilbab.
Gosip tak faedahpun sempat mampir di
telinganya dari para wanita-wanita itu. Mereka berbisik-bisik dengan yakin
bahwa yang diterima pasti yang cantik dan seksi, buat apa wanita muslimah
melamar menjadi sekretaris, menurut mereka wanita berjilbab itu hanya pergi
untuk pengajian saja. Mereka terkikik seraya menatap sinis ke arah Raya, tapi
wanita itu hanya acuh saja.
Jam 10.00 tepat mereka diharapkan masuk
ke ruangan yang telah disediakan laptop dan printer serta kertas, mereka masuk
dalam lima tahap, jadi tahap pertama yang masuk 10 orang. Mereka harus
menyelesaikan tugas yang berikan dalam waktu 30 menit. Tanpa diketahui oleh
para pelamar, di balik kaca besar itu ada tiga orang yang memantau jalannya
seleksi akhir itu. Alvero, Meili, dan tentu saja Asisten Je, mereka mengamati
setiap perilaku pelamar itu dengan teliti dan detail, karena mereka tidak ingin
salah dalam memilih.
Setelah tiga jam berlalu, giliran Raya bersama 9 orang
lainnya masuk ke dalam ruangan untuk melaksanakan tugas. Di balik kaca itu,
ketiga orang tersebut tetap memperhatikan setiap menit apa yang terjadi pada
para pelamar itu. Menurut mereka sampai empat gelombang ini belum ada yang
menarik perhatian mereka, hampir saja mereka menyerah. Tampak Asisten Je mengamati
langkah seorang wanita yang sangat tenang pembawaannya menuju ke kursi yang
ditunjukkan oleh petugas dan duduk di atasnya. Kenapa ia seperti tidak asing
dengan wanita itu ya, lirihnya dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments
Soraya
cerita yg beda dr novel2 lain, biasanya mencari skertaris buat ceo tpi klo ini buat asisten
2023-10-24
0