Teruntuk logika...
Selama ini aku selalu hidup dalam belenggu logika akan sebuah jalan hidup yang kupikir selalu benar. Ya, bagiku logika memang selalu benar, hingga menghakimi kalbu yang sedang mencari sebuah titik terang akan sebuah kata, yang disebut dengan cinta. Padahal, tanpa logika tahu, jika cinta sebenarnya begitu indah, begitu menghanyutkan, meskipun terkadang juga menghancurkan. Dan kini aku mulai mengikuti kalbuku, dan melupakan logikaku.
Luna, aku mencintaimu. Bagiku, kau adalah keindahan yang pernah kutemui.
Mungkin, mulai saat ini aku harus menyimpan logikaku dan hidup dengan keindahan kalbu, dan saatnya aku harus menyimpan kalimat yang selalu kuucapkan, sebelum kalimat itu menghancurkan keindahan itu sendiri.
Selamat tinggal, just sexxx no love.
Devano membelai wajah cantik yang saat ini terlelap dalam dekapannya. "Luna, maafkan aku. Maaf jika sejak awal bertemu denganmu, aku memiliki maksud yang tidak baik padamu. Tapi entah mengapa aku justru hanyut ke dalam permainan yang kuciptakan sendiri. Luna, maafkan aku. Aku akan memperbaiki semua ini. Aku akan mempertahankanmu dalam hidupku karena aku tidak mau kehilanganmu. Melihatmu bersama laki-laki lain saja begitu menyakitkan bagiku, apalagi melihatmu menjadi milik laki-laki lain, aku tidak sanggup. Mungkin, aku harus mempertimbangkan rencana perjodohan ini. Lebih baik, besok aku bicara dengan keluarga Shakila untuk membatalkan rencana perjodohanku dengannya," ujar Devano. Dia kemudian mengecup kening Luna, lalu mendekap tubuhnya dan terlelap bersamanya.
***
Luna dan Devano tampak masuk ke dalam gedung kantor dengan raut wajah yang begitu bahagia. Namun, tanpa mereka sadari sepasang mata tengah mengamati gerak-gerik mereka lalu mengutak-atik ponselnya dan kini tampak menelepon seseorang.
Di ujung sambungan telepon, tampak seorang wanita paruh baya menutup panggilan telepon dari seseorang dengan begitu marah.
"Kurang ajar! Ini benar-benar tidak bisa dibiarkan!" teriak wanita itu.
"Aku harus bertemu dengan Devano secepatnya!!" ujar wanita itu sambil berjalan keluar dari rumahnya, dan masuk ke dalam mobilnya.
Tak berapa lama, wanita itu pun sudah sampai di sebuah gedung perkantoran yang ada di kawasan pusat ibu kota.
Dengan menahan rasa emosi yang begitu menggelora di dalam hatinya, dia memasuki gedung kantor itu dengan begitu tergesa-gesa hingga mengabaikan sapaan orang-orang yang ada di sekitarnya. Apalagi, saat melewati meja sekretaris di depan ruangan yang sedang dia tuju.
"Selamat pagi, Nyonya Viona," sapa seorang wanita cantik yang duduk di depan ruangan itu. Namun, sapaan itu dia abaikan begitu saja bahkan Viona hanya membalasnya dengan tatapan tajam.
CEKLEK
Dia kemudian membuka pintu ruangan itu dan mendekat ke arah seseorang yang tampak sedang sibuk dengan laptop dan beberapa berkas di atas tumpukan mejanya.
"DEVANO!" panggil Viona.
"Mama, ada apa Ma?" ujar Devano yang melihat Viona kini sudah berdiri di hadapannya.
"Jangan pura-pura bodoh, Devano!"
"Berpura-pura bodoh? Berpura-pura bodoh apa maksud Mama?"
"Tentang kau dan sekretaris sialan itu! Kau punya hubungan khusus kan dengan sekretaris sialan itu?" bentak Viona.
"Kenapa Ma? Apa ada yang salah?"
"Tentu saja sebuah kesalahan besar, Devano! Ingat sebentar lagi kau akan bertunangan dengan Shakila! Dan sekarang, kau malah menjalin hubungan dengan wanita tidak jelas itu! Apa kau tidak punya otak, Devano?"
"Mama! Tolong jangan berkata seperti itu, Ma!"
"Memang itulah kenyataannya! Kau benar-benar memalukan karena sudah menjalin hubungan dengan wanita seperti dia, Devano! Asal-usulnya saja tidak jelas! Apa kau sudah lupa dengan perkataanmu yang mengatakan jika kau hanya bersenang-senang dengannya? Apa kau sudah lupa semboyan hidupmu, just sexxx no love itu?"
"Mama, bukankah sudah kukatakan agar Mama tidak berkata yang tidak-tidak pada Luna? Dia wanita baik-baik, Ma! Lalu, tentang semboyan itu, aku sudah mengubur kalimat itu dalam-dalam. Sudah cukup aku bermain-main dengan banyak wanita karena aku sudah menemukan tujuan hidupku, Ma."
"Tujuan hidup? Cihhh! Wanita baik-baik bagaimana? Bagaimana bisa disebut dengan wanita baik jika asal-usulnya pun tak jelas, Devano! Mau ditaruh dimana muka mama kalau kau menikah dengan wanita itu! Devanooo lebih baik mama mendengar semboyan hidupmu yang menjijikkan itu dibandingkan melihatmu berhubungan dengan seorang wanita seperti Luna!"
"Memangnya kenapa Ma? Memangnya ada apa dengan Luna? Apa salah Luna hingga Mama berkata seperti itu?"
"Jadi, kau belum sadar juga kalau gadis itu tidak setara dengan keluarga kita!"
"Apa yang membuat Mama berkata seperti itu? Kenapa Mama begitu picik melihat seseorang hanya dari materinya saja? Apa mama tidak bisa melihat ketulusan dan kepolosan dari Luna? Untuk saat ini, aku merasa beruntung bisa bertemu dengan Luna, Ma! Dan tolong Mama jangan berkata yang tidak-tidak padanya!"
"Berani-beraninya kau berkata seperti itu pada Mama Devano! Kau sudah sangat lancang berani berkata seperti itu pada Mama!"
"Aku akan menghormati Mama jika Mama juga bisa menghormati orang lain, apalagi Luna! Aku akan menikahinya, Ma!"
"DEVANOOOO KAU BENAR-BENAR TIDAK WARAS! INGAT KAU AKAN BERTUNANGAN DAN MENIKAH DENGAN SHAKILA! BUKAN DENGAN WANITA ITU!!"
"Aku akan membatalkan perjodohanku dengan Shakila."
"Devano! Apa kau sudah gila? Apa kau tidak sadar dengan apa yang telah kau ucapkan?"
"Aku sangat sadar dengan apa yang kuucapkan. Aku akan menikah dengan Luna dan membatalkan pertunanganku dengan Shakila!"
"Devano, kenapa tiba-tiba kau jadi berubah seperti ini? Pasti wanita jallang itu yang sudah mempengaruhimu, kan?"
"Sama sekali tidak ada yang mempengaruhiku, Ma. Bahkan dia pun tidak tahu jika aku berniat untuk menikahinya!"
"CUKUP DEVANO, CUKUP!"
"Baik, kalau begitu silahkan Mama pergi dari kantor ini."
"Devano!"
"Jika sudah tidak ada lagi yang akan dibicarakan tolong Mama pulang sekarang juga! Keputusanku sudah bulat. Aku akan membatalkan pertunangan itu dan menikah dengan Luna."
"Kau benar-benar sudah gila, Devano!" bentak Viona. Dia kemudian keluar dari ruangan Devano, lalu membentak Luna yang dia temui di depan ruangan Devano.
"Puas kau sekretaris sialan!" bentak Viona sambil berlalu meninggalkan Luna. Mendengar bentakan Viona pada Luna, Devano kemudian bergegas keluar dari ruangannya.
"Luna, maafkan Mama."
"Tidak apa-apa, Devano," jawab Luna meskipun raut kesedihan tak dapat dia sembunyikan dari wajahnya. Devano kemudian mengangkat wajah Luna.
"Ayo kita pergi!"
"Pergi? Pergi kemana?"
"Jalan-jalan."
"Tapi pekerjaanku masih banyak, Devano!"
"Tidak usah kau pikirkan, bukankah aku bosmu? Jadi kau harus mengikuti perintahku! Ayo pergi!" perintah Devano sambil menarik tangan Luna. Mereka kemudian berjalan keluar dari kantor itu dengan begitu mesra, dan saling becanda satu sama lain. Namun tanpa mereka sadari sepasang mata tengah mengamati mereka.
"Tidak akan, tidak akan kubiarkan hubungan mereka terus berlanjut. Apapun yang terjadi, Devano harus menikah dengan Shakila. Dan akan kubuat Devano kembali dengan semboyan hidupnya lagi, just sexxx no love. Setidaknya itu jauh lebih baik dibandingkan aku harus melihatnya bersama wanita sialan itu!" ujar Viona.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Linda Purwanti
nene lampir suatu saat km pasti malu klo ternyata luna adalah sachi
orgtua durjana anak udah mau jd baik malah suruh jd jahat
lanjuuuut
2022-09-05
0
Tiahsutiah
good gevano👍👍👍
2022-09-04
0
Erni Handayani
Emak durjana.. Anak ny mau insaf malah ditarik keneraka
Suka suka lu dah mak gendeng
2022-09-04
0