"Apa?"
"Cium!" pinta Devano sambil memainkan matanya.
"Astaga! Di saat kondisimu seperti ini kau masih bisa becanda, Devano!"
"Aku tidak becanda, Luna! Tenggorokanku sakit, butuh vitamin C! Cium!" rajuk Devano.
"Aku buatkan bubur dulu untukmu!"
"Disini saja, Luna!"
"Devano! Bukankah kau sendiri yang bilang tenggorokanmu sakit? Aku buatkan bubur dulu!"
"Vitamin C, Luna!"
Luna kemudian bangkit dari sisi ranjang Devano sambil menggelengkan kepalanya.
"Luna!"
"Apalagi?"
"Peluk!"
"Dasar manja!" gerutu Luna.
"Aku tidak bisa lebih dulu menyentuhmu. Sedangkan kau tahu orang sakit itu butuh vitamin, Luna!"
"Aku belikan vitamin!"
"Vitamin darimu Luna!"
"Dasar!" gerutu Luna.
Dia kemudian berjalan meninggalkan kamar Devano menuju ke dapur untuk membuatkan bubur. Sedangkan Devano berdecak kesal karena Luna meninggalkannya begitu saja.
"Ck! Pelit sekali!!" ujar Devano. Dia kemudian merebahkan tubuhnya kembali di atas ranjang lalu memejamkan matanya.
Lima belas menit kemudian, Luna tampak memasuki kamar itu kembali sambil membawa semangkok bubur.
"Devano, bangun! Makan dulu, terus minum obat!" panggil Luna. Namun, Devano masih terdiam sambil terus memejamkan matanya.
"Devano!" panggil Luna kembali, namun Devano tetap memejamkan matanya.
"Dasar manja!" gerutu Luna. Dia kemudian mendekatkan wajahnya ke wajah Devano lalu mengecup pipinya.
CUP
Tepat disaat itulah, Devano membuka matanya. Lalu tersenyum dengan senyuman nakal. "Ck! Dasar!" umpat Luna saat melihat Devano yang sudah membuka matanya.
"Thanks for sweet kiss in this morning, Luna!" ucap Devano sambil terkekeh. Luna pun berdecak sebal.
"Modus!" gerutu Luna.
"Hanya mengambil kesempatan, Luna! Bukankah kita tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan?"
"Terserah kau saja! Aku tidak mau berdebat denganmu, Devano! Cepat buka mulutmu! Makan dulu, lalu minum obat!"
Devano pun menuruti perkataan Luna, dan menghabiskan bubur yang disuapkan oleh Luna.
"Sudah selesai, sekarang minum obatmu, Devano!"
"Peluk!"
"Dasar manja!"
"Baik, aku tidur saja!" gerutu Devano.
"Astaga! Seperti bayi! Dasar manja!"
Luna pun terpaksa memeluk Devano. "Thanks for your hug in this morning," ucap Devano sambil mengelus punggung Luna.
'Hangat, dan nyaman,' batin Luna sambil menarik kedua sudut bibirnya, tanpa diketahui oleh Devano.
"Sudah, sekarang aku ambilkan obatnya!"
Luna lalu melepaskan pelukannya, dan mengambil obat yang dia taruh di atas nakas, kemudian memberikan obat tersebut pada Devano.
"Sekarang, beristirahatlah Devano! Aku pergi ke kantor ya!"
"Jangan Luna! Tolong temani aku! Disini saja, temani aku, please! Apa kau mau tanggung jawab kalau sesuatu terjadi padaku, Luna? Bagaimana kalau tiba-tiba aku pingsan mendadak, lalu mati karena tidak ada yang menolongku? Apa kau mau kalau aku mati muda?"
"Astaga, Devano! Kau tidak akan mati karena demam. Sekarang istirahatlah! Aku akan mengambil kompres untukmu!"
Devano menganggukan kepalanya, sementara Luna keluar kembali dari kamarnya untuk mengambilkan kompres untuk Devano.
"Yes, jangan sebut aku Devano kalau dia tidak luluh padaku!" ujar Devano sambil terkekeh.
Luna kemudian masuk kembali ke kamar itu dengan membawa baskom kecil dan sebuah sapu tangan untuk mengompres dahi Devano.
"Terima kasih, Sayang!" ujar Devano sambil mengedipkan matanya, dan hanya dijawab cibiran oleh Luna yang membuat Devano terkekeh.
"Luna, sepertinya aku mulai ngantuk!"
"Mungkin obatnya mulai bereaksi! Tidurlah, Devano!"
"Tapi kau jangan pergi, di sini saja!"
"Aku tidak akan pergi."
"Aku tidak percaya."
"Astaga! Lalu, apa yang harus kulakukan?" keluh Luna dengan begitu sebal saat mulai melihat Devano yang kembali terlihat manja.
Devano tersenyum nakal, kemudian menepuk-nepuk ranjangnya. "Apa-apaan ini?"
"Elus!"
"Dasar messum!"
"Memangnya kau pikir apanya yang dielus, Luna? Aku hanya ingin kau mengelus punggungku! Seperti yang tadi kulakukan padamu!"
Luna menghembuskan nafas panjangnya. "Astaga, baiklah!" ucap Luna. Terpaksa, dia naik ke atas ranjang Devano, lalu mengusap punggung dan rambut Devano.
"Ini jauh lebih baik! Aku tidur dulu, Sayang! Tetap di sini sampai aku bangun!"
"Iyaaaaa! Dasar manja!"
Devano pun terkekeh, dia kemudian memejamkan matanya. Beberapa saat kemudian, dengkuran halus pun mulai terdengar.
"Dasar manja!" gerutu Luna sambil menatap wajah polos Devano yang kini terlelap.
"Kau memang lebih baik diam seperti ini," ucap Luna.
Suasana mendung pada pagi hari yang mulai beranjak siang, membuat Luna ikut mengantuk. Apalagi, kini rintik hujan mulai turun dan membuatnya hanyut ke dalam suasana cuaca yang begitu sendu. Luna kemudian merebahkan tubuhnya di samping tubuh Devano, lalu ikut terlelap.
Entah berapa lama mereka tertidur, saat Luna membuka matanya, tampak tangan Devano sudah ada di atas perutnya, dan saat ini dia ada dalam pelukan Devano.
"Astaga! apa-apaan ini? Kenapa aku tidur dalam pelukan laki-laki messum ini? Dia harus kuberi pelajaran!" gerutu Luna. Dia kemudian membalikkan tubuhnya hingga berhadapan dengan Devano.
Namun, saat dia ingin memakinya tiba-tiba melihat wajah Devano dari dekat membuat jantung Luna berdegup begitu kencang.
Luna mengamati setiap lekuk wajah Devano. Rahang tegasnya, bulu halus di wajahnya, dan hidung mancung serta bibir merahnya terlihat begitu menawan matanya. Dia pun hanya bisa menelan salivanya dengan kasar sambil perlahan mendekatkan tangannya pada wajah polos yang sedang terlelap itu kemudian membelai wajah tampannya.
"Kau memang jauh lebih manis jika diam seperti ini, Devano!" ujar Luna. Saat sedang asyik mengamati wajah Devano, tiba-tiba dia mendengar suara ponsel Devano yang berbunyi.
"Lebih baik, aku lihat dulu siapa yang menghubungi Devano, siapa tahu penting dan ada kaitannya dengan pekerjaan," ujar Luna.
Dia kemudian melepaskan pelukan Devano lalu mengambil ponsel Devano di atas nakas. "Oh, dari Nyonya Viona," ujar Luna. Tanpa sengaja, sepintas dia membaca pesan yang dikirimkan oleh Viona dan melihat sebuah foto wanita cantik serta sebuah pesan di bawahnya yang dikirim pada Devano.
MAMA:
Lihat Devano, itu foto Shakila. Bukankah dia jauh lebih cantik daripada sekretaris murahan itu.
Membaca pesan itu, Luna memejamkan matanya, merremas dadanya, hingga tanpa dia sadari setetes air mata keluar dari sudut matanya.
"Shakila? Ya, dia memang sangat cantik. Jauh lebih cantik dibandingkan denganku. Dan, aku memang tidak pantas jika dibandingkan dengan Shakila. Tapi, aku bukanlah seorang wanita murahan, aku wanita yang punya hati, hati yang ingin dihargai."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
yumna
vano getok aja lun....
2022-09-05
0
Tiahsutiah
mulut mama mu Devan pengen d lakban tuh😠 ucapan nya pedes melebihi bon cabe level 10 😡
2022-09-03
0
󠇉
oh mama knp mulut mu lebih pedes dari cabe setan 😭😏😏
2022-09-03
0