"Apa?" tanya Luna karena tidak terlalu jelas mendengar perkataan Devano.
"Bukan apa-apa, Luna. Ayo kita pulang!"
"Pulang? Pulang kemana?"
"Tentu saja ke rumahmu! Bukankah mulai hari ini kau akan tinggal denganku?"
Luna tersenyum getir mendengar perkataan Devano. "Kenapa kau tersenyum seperti itu, Luna? Apa kau menyesal?"
"Oh, emhhh. Tidak Tuan, saya tidak menyesal."
Devano tersenyum nakal mendengar perkataan Luna. Dia kemudian mengemudikan mobilnya menuju ke rumah Luna.
Tak berapa lama mereka sudah sampai di depan rumah sederhana tersebut. "Jangan terlalu lama, Luna."
"Baik Tuan," jawab Luna. Dia kemudian turun dari mobil Devano lalu masuk ke dalam rumahnya. Saat dia masuk ke dalam rumah itu, Luna lalu menghampiri Mamanya yang sedang memasak di dapur.
"Ma!"
"Oh Luna, kau sudah pulang, Nak!"
"Iya Ma. Mama, maafkan aku. Sebenarnya aku pulang untuk pamit pada Mama karena selama tiga bulan aku ada pekerjaan di luar kota. Jadi, aku pulang untuk pamit pada Mama dan untuk mengambil barang-barangku saja, Ma."
Mendengar perkataan Luna, raut bahagia di wajah Mamanya pun memudar. "Luna, apa kau tiba-tiba seperti ini karena perkataan adikmu, Nak? Tolong jangan kau ambil hati perkataan adikmu. Semua yang dia katakan tidak benar, Nak. Kau bukanlah anak pungut seperti yang dia katakan."
"Tidak, Ma. Aku tidak pernah mengambil hati perkataan Arka. Aku memang ditugaskan oleh bosku untuk mengambil job tambahan di luar kota karena hari ini aku meminjam uang dengan nominal yang cukup besar padanya untuk membebaskan Arka. Jadi, aku harus secepatnya membayar hutangku pada bosku, Ma."
"Astaga, jadi kau meminjam uang pada bosmu untuk membebaskan Arka, Nak?"
"Iya, Ma."
"Astaga, seharusnya kau tidak perlu seperti itu, Luna. Biarkan Arka dan Kayla menyelesaikan masalah mereka sendiri."
"Tapi, Ma. Jika aku tidak melakukan itu, maka Arka akan dijebloskan ke penjara, Ma. Tidak hanya itu saja, tapi rumah ini juga mungkin akan disita oleh rentenir itu."
"Jadi Arka juga menggadaikan sertifikat rumah ini?"
Luna lalu menganggukkan kepalanya. "Mama, aku tidak punya banyak waktu. Aku mau berkemas dulu, Ma."
"Oh iya Luna. Ayo mama bantu!"
"Iya Ma."
Mereka lalu mengemasi barang-barang milik Luna. Sementara Devano yang menunggu di dalam mobil tampak begitu cemas.
"Lama sekali!" gerutu Devano sambil melihat arlojinya yang hampir menunjukkan jam makan siang.
Tak berapa lama, Devano pun melihat Luna yang keluar dari rumahnya dan sedang berpelukan dengan Mamanya.
"Aku pergi dulu, Ma."
"Hati-hati ya, Sayang. Sekali lagi, maaf jika Arka sudah merepotkanmu."
"Iya Ma, tidak apa-apa. Aku kakaknya, sudah sepantasnya aku melindungi adikku."
"Berjanjilah, ini yang terakhir kau membantu adikmu. Biarkan dia untuk belajar mandiri."
"Iya Ma, ini yang terakhir. Aku pamit, Ma."
"Iya, Sayang. Jaga dirimu baik-baik."
"Iya Ma," jawab Luna. Dia kemudian berjalan menuju ke mobil Devano.
"Maaf sudah membuatmu lama menunggu, Tuan."
"Tidak apa-apa, Luna."
"Kita pergi sekarang!" ucap Devano. Dia kemudian mengendarai mobilnya menuju ke apartemennya. Tak berapa lama, mereka sudah sampai di apartemen yang berada di pusat ibukota tersebut.
Luna melangkahkan kakinya memasuki apartemen tersebut sambil menarik kopernya meskipun perasaannya kini terasa begitu berkecamuk, rasa takut dan cemas karena harus hidup dengan seorang laki-laki yang baru saja dikenalnya sebenarnya begitu menghantui dirinya. Apalagi, laki-laki itu sudah memberikan kesan buruk sejak awal dia mengenalnya. Tapi, untuk saat ini dia benar-benar tidak punya pilihan lain, selain mengikuti kemauan Devano yang telah menolongnya, meskipun pertolongan itu dengan pamrih.
"Taruh barang-barangmu di kamarmu, Luna. Aku tunggu di sini, lalu kita kembali ke kantor."
"Iya, Tuan."
Luna lalu menaruh barang-barangnya ke kamar yang ditempati olehnya. Sedangkan Devano tampak menunggunya duduk di sofa ruang tamu.
"Sudah, Tuan," ucap Luna yang kini sudah berdiri di belakangnya.
"Oh, baiklah. Ayo kita pergi sekarang!"
Devano kemudian bangkit dari tempat duduknya, lalu mendekat ke arah Luna. Saat Devano menarik tangannya tiba-tiba Luna balik menarik tangan Devano agar tidak pergi terlebih dulu. "Sebentar, Tuan!" ucap Luna. Saat mereka berhadapan, Luna kemudian mendekatkan wajahnya ke wajah Devano lalu mengecup pipinya.
CUP
Devano yang mendapat kecupan secara tiba-tiba dari Devano pun tampak begitu terkejut. "Lu-Luna?"
"Saya dengar, Tuan. Saya dengar permintaan anda saat di dalam mobil. Ini yang anda inginkan, kan? Anggap saja itu sebagai ucapan terima kasih karena sudah menolong saya."
'Hahhaha, anjay! Belum ada satu hari, kau ternyata sudah tidak tahan untuk menyentuh laki-laki setampan diriku, kan Luna? Kita lihat dalam tiga bulan kedepan, kau tidak hanya jatuh dalam pelukanku, tapi juga tergila-gila padaku,' batin Devano.
Devano lalu tersenyum sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Sudah, kita kembali ke kantor, Tuan," ucap Luna.
Saat dia akan melangkahkan kakinya, tiba-tiba Devano menarik tangannya, hingga tubuhnya terhempas ke dalam pelukannya.
"Tu.. Tuannnn!" ucap Luna yang mulai dihantui rasa takut. Apalagi, Devano kini menatapnya dengan tatapan begitu dalam.
"Tuan bukankah anda sudah berjanji untuk tidak menyentuh saya?"
"Luna, bukankah kau yang sudah terlebih dulu menyentuhkku? Aku hanya membalas sentuhan darimu, Luna."
'Astaga, dia memang sangat menyebalkan. Uh dasar laki-laki messum. Pikirannya sangat licik! Berani-beraninya mengambil kesempatan dalam kesempitan. Sekarang, apa yang akan dia lakukan?' batin Luna sambil menahan perasaan yang begitu berkecamuk, karena saat ini Devano mulai mendekatkan wajahnya lalu menempelkan bibirnya dan memmagut dengan begitu lembut.
'Astaga, dia tetap sama saja kurang ajar! Tapi, ini semua memang salahku karena aku yang terlebih dulu menciumnya. Ah, aku menyesal sudah menciumnya. Padahal aku melakukan semua itu sebagai ucapan terima kasihku karena sudah menolongku. Kalau seperti ini, aku tidak akan pernah menyentuh dia lagi!' batin Luna.
Dia pun membiarkan Devano melummat bibirnya. "Balas ciumanku, Luna!" bisik Devano. Terpaksa, Luna pun membalas paggutan bibir Devano.
'Dasar, kurang ajar! Brengssekkk! Lain kali aku harus lebih berhati-hati!' batin Luna kembali.
Saat mereka asyik memmagut bibir satu sama lain, ponsel milik Devano pun berbunyi, namun panggilan ponsel itu diabaikan begitu saja olehnya.
Sementara itu di ujung sambungan telepon, tampak seorang wanita paruh baya terlihat begitu kesal karena panggilannya diabaikan begitu saja oleh Devano.
"DEVANOOO SEBENARNYA APA YANG SEDANG KAU LAKUKAN? BUKANKAH KAU SUDAH BERJANJI AKAN DATANG KE ACARA RENCANA PERTUNANGAN INI!"
Bersambung...
NOTE:
Buat readers aku, yang sangat aku sayangi, aku cintai, dan aku banggakan, othor yang meksa kece ini mau kasih pesen nih, kalo kalian komen pake umpatan tolong di kasih bintang ya misal me*um, kalo ngga pake kata double ya misal messum, brenggsek. Soalnya kata umpatan itu langsung kehapus sistem. Kaya episode atas tuh, ada 5 komen yang kehapus sistem 😭😭
Ogheyyy, kalian understand kan? Salam Terjoni-joni dari othor 🤗🤕😷😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Linda Purwanti
udang dibalik bakwanya udah mulai dech dasar devano mesuuum
lanjuuuuuut thor
2022-09-01
1
Komangz Budi Prase
gasss foll tor aq penisirin
2022-09-01
0
󠇉
luna kau tidak usah memaki devano karna kau juga sangat menikmati nya 😒😭
2022-09-01
0