"Tuan Devano, permisi saya ke kamar sebentar," ujar Luna.
"Oh iya. Emhhh, Luna sepertinya tadi beberapa kali ponselmu berbunyi, coba kau lihat! Mungkin ada yang penting."
"Iya Tuan," jawab Luna sambil mengambil ponselnya dari atas meja. Saat Luna menatap layar ponselnya, Devano tampak tersenyum menyeringai ketika melihat raut cemas yang begitu tergambar di wajah Luna.
"Ada apa Luna?"
"Oh tidak apa-apa, saya ke kamar dulu, Tuan," ucap Luna untuk menutupi kekalutan yang kini melanda hatinya.
"Iya," jawab Devano.
'Kau saat ini sedang bingung kan, Luna? Sekarang, hanyutlah dalam kebingunganmu itu Luna sayang. Hahahaha!' batin Devano saat melihat Luna meninggalkan dirinya.
'Dasar anak nakal, ada-ada saja! Oh Tuhan, ingin rasanya aku berlari sejauh mungkin dari masalah ini. Tapi, aku tak mau jadi pecundang. Aku tidak mau Mama, dan rumah kenangan masa kecilku harus menjadi korban dari kebodohan adikku. Apakah aku harus meminta bantuan pada Tuan Devano?' batin Luna. Dia kemudian membalikkan tubuhnya.
'1, 2, 3, ayo berbalik,' batin Devano. Di saat itulah Luna membalikkan tubuhnya dan menatapnya.
"Ada apa, Luna?"
"Oh tidak apa-apa, Tuan. Sa-saya hanya ingin mengucapkan selamat malam. Selamat malam, Tuan Devano."
"Selamat malam, Luna."
Luna lalu masuk ke dalam kamarnya lagi. 'Dasar, malu-malu kucing,' batin Devano.
"Tuan Devano, saya membutuhkan uang. Maukah Tuan menolong saya? Oh tentu saja Luna, berapa yang kau butuhkan? Lima puluh juta, Tuan. Lima puluh juta, itu sangat mudah bagiku, sekarang ayo tidurlah denganku, dan biarkan Joni masuk ke dalam lubang golfmu yang masih sempit itu," ucap Devano lirih seakan sedang berbicara dengan Luna, sambil memonyongkan bibir dengan nada menye-menye.
Sementara di dalam kamar, Luna yang sekarang merebahakan tubuhnya di atas ranjang, kini tampak mematikan ponselnya, matanya menatap langit-langit kamar, berbagai pikiran kini menari di dalam benaknya. "Lebih baik, kubicarakan besok saja dengan Tuan Devano. Sepertinya dia tidak seburuk yang kubayangkan," ujar Luna sebelum terlelap.
Keesokan Harinya...
Devano membuka pintu kamarnya. Di saat itulah, aroma masakan tercium dari arah dapur apartemennya.
"Siapa yang memasak? Apa Luna sedang memasak?" ujar Devano. Dia kemudian berjalan ke arah Dapur dan melihat Luna yang sedang memasak nasi goreng.
Namun, bukan itu yang jadi pusat perhatian Devano, tapi bokkong sintal milik Luna yang sedang bergerak ke kanan dan ke kiri saat menggoreng nasi goreng tersebut di atas kompor.
"Ehemm."
Mendengar sebuah suara di belakangnya, Luna lalu membalikkan tubuhnya dan melihat Devano yang saat ini sedang berdiri di belakangnya.
"Tuan Devano. Selamat pagi."
"Selamat pagi, Luna," jawab Devano sambil menelan salivanya dengan kasar takkala melihat lekuk tubuh Luna yang terlihat begitu indah.
'Oh shitttttt! Pelayan butik itu memang benar-benar bodoh! Dia sudah memilih pakaian seseksi ini! Bagaimana aku mengendalikan Joni'ku,' batin Devano saat melihat Luna yang saat ini mengenakan blazer ketat warna abu-abu dan dalaman tanktop berenda dengan belahan dada yang sedikit turun.
"Tuan, lebih baik anda duduk saja di meja makan."
"Oh iya Luna," jawab Devano. Dia kemudian berjalan ke arah meja makan lalu duduk di meja makan tersebut.
Tak berapa lama, Luna pun datang menghampirinya dengan membawa dua buah piring berisi nasi goreng.
"Ini Tuan, silahkan. Tapi, maaf jika rasanya tidak seenak masakan rumah makan," ucap Luna. Dia kemudian duduk di samping Devano.
Devano hanya tersenyum, mencoba mengendalikan hasratnya yang kini terasa begitu menggebu-gebu. "Ini lebih dari cukup, terima kasih, Luna," jawab Devano sambil menelan salivanya dengan kasar saat melihat belahan dada Luna, yang memperlihatkan sedikit tonjolan buah dada di balik tanktop berenda yang dikenakan Luna.
'Besar sekali, pasti ada buah chery yang ranum di dalamnya, dan susu kenyal yang nikmat,' batin Devano.
"Anda mau minum apa Tuan? Biar saya buatkan? Teh, kopi, atau susu?"
"Susu kenyal," jawab Devano dengan spontan.
Luna pun begitu terkejut mendengar jawaban Devano. "Susu kenyal? Apa itu? Dimana saya bisa membelinya, Tuan?"
'Astaga, aku salah bicara,' batin Devano kembali.
"Tuan!" panggil Luna yang melihat Devano kini terdiam.
"Oh, emhhh iya Luna."
"Tuan, anda ingin susu kenyal? Dimana saya bisa membelinya, Tuan?"
"Oh tidak usah, Luna. Kau tidak perlu repot-repot membelinya, karena harganya sangat mahal. Lagipula, tidak ada toko yang menjualnya di daerah ini."
"Benarkah?"
"Iya Luna, lebih baik kita sarapan saja."
"Iya Tuan."
Mereka kemudian menyantap sarapan mereka. Setelah selesai, mereka keluar dari unit apartemen tersebut.
"Tuan, lebih baik saya naik kendaraan umum saja."
"Memangnya kenapa?"
"Emh, saya tidak enak dengan karyawan yang lain, Tuan. Pasti mereka berfikir yang tidak-tidak jika kita berangkat dalam satu mobil."
"Tidak apa-apa, tidak masalah bagiku."
"Tapi ini bisa jadi masalah bagi saya, Tuan. Tolong mengertilah."
Devano tampak mengerutkan keningnya, sambil menarik matanya ke atas. "Baiklah, tapi tolong jangan naik kendaraan umum, naik taksi saja."
"Iya Tuan. Saya pergi dulu," ucap Luna. Dia kemudian meninggalkan Devano yang kini sedang menatapnya.
"Naik kendaraan umum? Ck, yang benar saja, Luna. Takkan kubiarkan ada orang lain yang menikmati keseksian tubuhmu, selain aku," ujar Devano.
Sedangkan Luna yang saat ini sudah ada di lobi apartemen, tampak memasuki sebuah taksi yang sudah dipesannya. Karena jarak apartemen dan kantor Devano yang tidak terlalu jauh, kini Luna pun sudah sampai di kantornya. Namum, saat dia baru saja turun dari taksi, tiba-tiba dia mendengar sebuah suara yang tak asing sedang memanggilnya.
"Mba Luna!" panggil suara tersebut.
'Astaga, dia lagi,' batin Luna saat melihat Kayla yang sedang berjalan menghampirinya.
"Ada apa, Kay?" sahut Luna malas.
"Arka, Mba. Arka!"
"Ada apa Kay? Ada apa dengan Arka? Apa yang diperbuat anak nakal itu lagi?"
"Ihhh, Mba kok ngomong gitu sih?"
"Memang seperti itu kenyataannya, Kay. Dia selalu membuat masalah bagiku!" gerutu Luna.
"Mba, ini bukan saatnya untuk berdebat, Mba. Karena ada hal yang lebih penting."
"Hal yang lebih penting? Hal yang lebih penting apa?"
"Arka, Mba. Tadi malam rentenir itu bawa Arka dari rumah, dan baru mau bebasin Arka kalau mba udah bayar utang-utang Arka ke mereka."
"Astagaaaa!" ucap Luna dengan setengah berteriak.
"Mbaaaaa!!! Ayolah, Mba! Mba harus bisa bebasin Arka. Mba kan kerja di perusahaan sebesar ini. Masa nggak bisa sih minjemin uang 50 juta! Atau, memang Mba Luna lebih seneng kalo Arka disandera mereka terus dijeblosin ke polisi? Mba memang kakak yang picik dan nggak bertanggung jawab!"
"KAYLA!!!" teriak Luna sambil menatap Kayla dengan tajam, dia kemudian mengangkat tangannya yang terasa sudah bergetar.
PLAKKKK
Sebuah tamparan pun mendarat di pipi Kayla. "Mba! Kenapa Mba malah tampar aku?"
"Kau memang layak mendapat tamparan itu, Kay! Karena kau sama kurang ajarnya dengan Arka! Sekarang, lebih baik kau pulang! Aku akan mengusahakan uang itu untuk membebaskan Arka!" bentak Luna. Dia kemudian berjalan meninggalkan Kayla yang masih memegang pipinya sambil menatap Luna dengan tatapan tajam.
Sementara Devano yang menatap mereka dari kejauhan tampak tersenyum. "Selamat datang ke dalam pelukanku, Luna sayang," ujar Devano sambil tersenyum kecut.
NOTE:
Karena othor lagi males menye-menye bikin bab khusus visual, othor masukin visualnya di sini aja yee 😂😂😂
Luna Aurelia
Devano Alexander Haidar
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Nami chan
wth 😖
2023-11-24
1
mahda ilvi
visualnya sih oke🤭🤣🤣
2023-03-18
0
^__daena__^
astaga pengen lempar sendal dehh ke Devano 🤣🤣🤦
2022-09-11
0