Selesai sarapan, aku berniat berpamitan kepada Ayah, tapi ternyata Ayah memberikan aku uang sejumlah 500 ribu, padahal uang jatah jajan bulanan saja masih ada. Tapi, aku tidak menyia-nyiakannya, kapan lagi mendapatkan uang jajan lebih. Melihat aku mendapatkan uang jajan lebih, kak Gita juga tidak mau kalah.
“Yah, minta uang,” kak Gita menengadahkan tangannya didepan Ayah, dengan berharap Ayah juga akan memberikan apa yang kak Gita mau.
“Bukannya Ayah sudah memberikan uang jajan bulanan mingu lalu?” tanpa mengatakan hal lain, Ayah malah melengos meninggalkan kak Gita. Hal itu tentu saja membuat kak Gita kesal bukan kepalang.
Diam-diam aku tersenyum kecil, dan tidak lama aku melihat Ibu yang nampak mendekat kearah kak Gita memberikan uang dengan jumlah yang lebih banyak dari ku. Setelah itu, ibu melangkah pergi menyusul Ayah. Bisa
ku tebak, Ibu akan membicarakan sikap Ayah pagi ini, tapi aku tidak mau ambil pusing, aku memilih bergegas pergi ke kampus mengendarai mobil milik kak Gita.
Author pove
Gita menatap Anyelir dengan tatapan kesal, apalagi melihat Ayahnya yang pagi ini bersikap jauh berbeda dengan hari sebelum-sebelumnya.
‘Kurang ajar, dia berani memakai mobilku,’ batin Gita, dia menghentakkan kakinya keluar dari rumah.
Sedangkan Rosse menyusul suaminya yang berada di kamar, dia ingin membicarakan sikap Agam yang nampak sangat membela Anyelir pagi ini.
“Mas, kenapa sih kamu bersikap berbeda hari ini? kamu terlihat sangat membela Anyelir,” tukas Rosse dengan nada heran.
“Aku hanya ingin membuat Anyelir bahagia selama satu minggu ini, karena sebentar lagi, dia akan menikah dan menjadi tanggung jawab tuan Devan,” jawab Agam seraya menata berkas-berkasnya.
“Tapi nggak perlu begitu juga dong mas, kamu juga harus bisa adil dengan Gita … kasihan dia,” Rosse terlihat sangat membela Gita, padahal putri kandungnya adalah Anyelir.
“Adil? Sekarang aku tanya, apa kamu sendiri bisa adil kepada Anyelir? Kamu selalu saja membela Gita dihadapan Anye, bahkan ketika kekasih Anye direbuut oleh Gitam, kamu diam saja,” rupanya Agam tahu soal asmara kedua putrinya.
“Yak arena Anye akan menikah, jadi apa salahnya kalau Gita yang bersama dengan Arman?” Rosse nampak biasa saja menanggapi hal ini.
“Harusnya kamu merasa bersyukur dan beruntung, sudah melahirkan putri seperti Anye. Kalau saja dia tidak menolongku, Anye tidak akan pernah mungkin menikah, Anye tidak akan pernah mungkin berkorban demi keluarga
ini!” sentak Agam kesal.
“Mas, wajar kalau Anye harus berkorban, kalau bukan Anye lalau siapa? Gita? Apa kamu nggak merasa bersalah dengan Gita? Kita sudah memiliki hubungan dibelakang Ibunda Gita, dan kita sudah menyakiti Gita dengan pernikahan kita setelah 1 bulan kepergian almarhumah mba Erma,” ujar Rosse.
Agam menghentikkan aktivitasnya mendengar ucapan Rosse. “Itu kesalahan kita! Lalu kenapa harus Anye yang menanggung?” tanya Agam dengan tegas, “kalau tahu akan begini, seharusnya hubungan kita memang tidak
berada disini,” Agam meninggalkan Rosse yang masih tertegun dengan perkataan suaminya.
‘Mas Agam, apa dia menyesal sudah menikahi aku?’ batin Rosse sendu.
Anyelir pove
Akhirnya aku sudah sampai di kampus, ketika aku baru saja turun dari mobil, aku begitu terkejut karena ada seseorang yang mengejutkan aku, rupanya dia adalah Arman. Tapi aku melihat, Arman juga nampaknya terkejut ketika mengetahui wanita yang dikejutkannya adalah aku, mungkin dia pikir aku adalah kak Gita.
“A … Anye …” sangat terlihat kalau Arman nampak canggung bertemu denganku, mungin dia malu karena pertemuan terakhir kami, dia tengah berselingkuh dengan kak Gita.
“Apa?!” tanyaku ketus, tidak akan lagi air mata, dan kelemahan yang akan aku tunjukkan pada mereka.
“Arman …” disaat Arman masih nampak ragu ingin berkata apa, ada tangan yang menariknya, dan dia adalah kak Gita.
“Ayo kita pergi.” Ajak kak Gita pada Arman, dia mencoba menjauhkan Arman dariku, padahal siapa juga yang mau berhubungan dengan lelaki tukang mesum sepertu itu. Tidak mau ambil pusing dengan mereka, aku langsung melangkah menuju kelasku.
Sesampainya di kelasku, aku sudah langsung dihujani dengan pertanyaan-pertanyaan tentang hubunganku dengan Arman oleh sahabat terdekat ku. Aku sudah menduga semua ini pasti terjadi, apalagi mereka melihat bagaimana kak Gita dan Arman berjalan dengan mesra menuju kelas mereka. Kak Gita dan Arman sama-sama mengambil jurusan kedokteran. Sedangkan aku mengambil jurusan Desain grafis.
“Nye, loe putus sama Arman?” Dinda bertanya dengan antusias padaku.
“Iya Nye, soalnya kita tadi liat Arman jalan sama kakak loe, dan waktu mereka tegur karena mereka kelewat mesra, mereka bilang, sah-sah aja karena mereka berdua pacaran, emang bener?” Nabila tidak kalah penasaran.
“Nye jawab dong …” nampaknya Nina mulai tidak sabar.
“Oke … sabar …” aku mencoba menghela napasku, sengaja supaya mereka semakin penasaran, “iya, itu semua bener,” hanya itu yang ku jawab, dan sudah mampu membuat mereka menatap ku dengan tatapan terkejut.
“Loe serius?” Nabila kembali bertanya untuk memastikan, dan aku mangangguk sebagai jawaban.
Mereka semakin bertanya dengan serius, apa penyebabnya aku dan Arman putus, aku pun menjelaskan tentang apa yang aku lihat diapartement Arman waktu itu. Mendengar penjelasanku sahabat-sahabat ku tentu saja marah, namun aku menjelasakan bahwa aku sepenuhnya sudah ikhlas melepaskan Arman.
“Tapi gue tetep ngga terima, masa sahabat gue disakitin sampe begitunya,” ucap Dinda membela.
Melihat respon para sahabatku yang nampak begitu marah dengan Arman, aku juga jadi ragu untuk menceritakan tentang rencana pernikahan ku, mungkin memang sebaiknya hal ini dirahasiakan saja.
Author pove
Devan Willson, lelaki yang tampan dan tegas serta berwibawa, memiliki beberapa bisnis yang menjadi sumber kekayaannya. Dibalik itu semua, dia memiliki sejuta rahasia yang belum bisa terungkapkan, rencana pernikahan sudah didepan mata, tapi Devan masih disibukkan dengan pekerjaan kantornya, sedangkan semua urusan pernikahan sudah diserahkan kepada WO kepercayaannya.
“Tuan…” Felix Pradana, yang tidak lain asisten Devan, datang menghampiri.
“Ada apa?” tanya Devan datar.
“Surat kontrak pernikahan sudah berada di tangan saya,” ujar Felix.
“Kamu tahu kan apa yang harus kamu lakukan?” tanpa menjelaskan secara detail, Felix mengangguk paham dan langsung mengundurkan diri.
Anyelir yang tengah makan siang bersama teman-temannya merasa heran dengan nomor yang mengirimi Anyelir pesan, setelah Anyelir membaca pesan tersebut, Anyelir pun tahu siapa pengiriminya, yaitu Felix Pradana, asisten pribadi Devan. Pesan tersebut berisi pembertahuan, bahwa jam 12 siang Felix akan menunggu Anyelir di tempat yang sudah Felix tentukan. Anyelir membulatkan matanya sempurna, karena ini sudah jam 11.45 menit, itu berarti Anyelir hanya punya waktu 15 menit.
“Nye mau kemana?” tanya Nabila yang melihat Anyelir bersiap pergi.
“Ada urusan,” hanya itu jawaban yang Anyelir berikan, karena setelah itu Anyelir berlalu meninggalkan teman-temannya yang masih kebingungan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 199 Episodes
Comments
Louisa Janis
tenang Anye pasti indah pada waktunya
2022-09-01
1