Aku seolah tak mengenal ibuku, aku seolah menjadi anak tiri di rumah ini, kenapa ibu begitu perduli dengan perasaan kak Gita? Tapi ibu sama sekali tidak pernah perduli dengan perasaan ku, putri kandungnya sendiri.
“Itu semua kesalahan Ibu dan Ayah, tapi kenapa harus aku yang menanggung Bu?” bulir bening yang sedari tadi kutahan kini keluar dari sudut mataku.
“Karena kamu putri Ibu ..” dengan entengnya ibu menjawab demikian, tidak ada kata maaf sedikitpun yang terucap dari bibirnya, membuat aku seolah merasa bahwa ibuku tak pernah memikirkan perasaan ku selama ini.
“Aku tidak pernah meminta dilahirkan dari rahim ibu!” seru ku, kekecewaan yang mendalam membuat aku spontan bernada kasar pada ibuku, rasanya dadaku terlalu sesak untuk menahan perasaan ini. Aku melihat tatapan nanar dari ibu, dia melayangkan tangannya pada ku dan sepersekian detik selanjutnya, tangan itu
sudah mendarat di pipiku.
Aku tidak menyangka, ibu sudah tega bermain tangan pada ku, tatapan kekecewaan kulemparkan padanya, dan tidak ada raut wajah penyesalan yang ibu ku tunjukkan, dia seolah sudah merasa benar telah menamparku.
“Jangan kurang ajar kamu Anyelir!” seru Ibu padaku.
“Lalu aku harus diam saja? aku tahu, ibu tidak lagi membutuhkan aku, yang ibu inginkan hanya kak Gita!” seru ku, panas dan nyeri di pipi ini tidak sebanding dengan panas dan perih di hati ku, perasaan kecewa yang aku pendam bertahun-tahun seolah sudah tidak mampu lagi ku bendung, aku ingin memuntahkan semuanya, aku ingin mengeluarkan semuanya, agar beban dihatiku bisa sedikit berkurang. Tapi, aku tak pernah bisa mendapatkan kesempatan itu, sekali aku menjawab perkataan ibu, maka aku akan dianggap durhaka olehnya.
Tidak bolehkah aku jujur tentang perasaan yang aku pendam selama ini?
“Ibu tenang saja, karena sebentar lagi aku akan keluar dari rumah ini, dan ibu akan kehilangann anak perempuan ibu, dan ibu tenang saja, masih ada kak Gita kan? hanya kak Gita yang ibu inginkan,” aku membanting pintu kamarku dengan keras, dan aku pergi meninggalkan ibuku, aku butuh ketenangan dan aku butuh waktu.
Ketika aku melangkah pergi, aku mendengar suara ibu yang meminta ku kembali, dia terus berteriak tapi aku mengabaikannya, aku juga mendengar kalau nanti malam aku sudah harus berada di rumah karena calon suamiku akan datang. Aku masih tidak menyangka, setelah apa yang aku katakana pada ibu, dia masih terus memikirkan pernikahan ini, pernikahan yang mengorbankan aku menjadi pelunas hutang.
Aku masih terduduk di tepi danau, disini memang sudah menjadi tempat andalanku saat tengah dirundung masalah yang menumpuk seperti sekarang ini, sekelebat bayangan ibu menamparku membuat aku kembali menitikkan air mata, entah kenapa belakangan ini aku menjadi cengeng membuat aku kesal pada diriku sendiri.
“Apa ini memang akhir dari hidupku? Bagaimana dengan perjalanan cintaku dengan Arman?” iya aku memang sudah menjalin hubungan beberapa bulan ini dengan pria bernama Arman, seorang mahasiswa kedokteran. Aku berpikir, mungkin aku harus memberitahukan hal ini pada Arman sekarang juga, dan mungkin Arman bisa membantuku.
Kulajukan mobil ku menuju apartment kekasihku, aku sering kesana bersama teman-teman yang lain, karena memang aku jarang sekali menghabiskan waktu berdua, kalaupun iya mungkin hanya sekedar nonton bioskop. Hubungan aku dan Arman biasa saja, karena kami tidak pernah melakukan hubungan diluar batas, bahkan first kiss ku pun masih terjaga dengan baik.
Kini aku melangkah dengan pasti menuju unit apartment Arman, saat sudah didepan pintu aku langsung saja memasukkan kode keamanan yaitu tanggal lahir Arman, pintu terbuka dan aku pun masuk. Tapi, manataku
menyipit, kala aku melihat pakaian berserakan, dan yang lebih anehnya itu adalah pakaian wanita.
‘Aku seperti mengenal pakaian ini?’ batinku, tapi aku menggelengkan kepalaku dengan cepat, tidak mungkin dia, karena pakaian seperti ini tentu saja banyak diluaran. Tapi ini milik siapa?
Aku mencoba sekuat tenaga terus berpikir positif,ku raih gagang pintu saat kamar Arman, karena samar-samar aku mendengar suara-suara aneh dari dalam. Aku benar-benar tidak menyangka dengan apa yang kulihat sekarang. Arman tengah bercumbu mesra dengan seorang wanita yang sangat aku kenal, kak Gita.
Aku tidak tahan lagi, aku pergi meninggalkan mereka berdua dengan penuh luka. Aku tidak menyangka Arman, lelaki yang aku kenal sebagai lelaki baik-baik tega mengkhianati aku, apalagi dengan kakak ku Gita. Apa tidak puas kah Gita membuat aku harus menggantikannya menikah dengan pria asing? Kini dia merebut Arman, sejak kapan hubungan mereka terjalin? Semua pertanyaan itu membuat aku semakin pusing.
Aku memutuskan pulang ke rumah, dan saat aku masuk keadaan rumah sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Aku melangkah menuju kamarku, dan aku mendengar suara ibu yang tengah mencari kak Gita. Aku tersenyum masam, kala aku tahu justru ibuku lebih mengkhawatirkan kak Gita disbanding aku. aku kembali melangkah menuju kamar ku, seolah tak mau tahu dengan mereka.
Aku masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu ku rapat-rapat, ku ambil salah satu foto, dimana itu adalah fotoku dan Arman yang diambil ketika kami dinner pertama kali, kuhancurkan foto itu sehancur-hancur nya seperti hatiku yang sudah dia patahkan sepatah-patahnya. Rasanya aku masih tidak menyangka, kalau Arman tega berkhianat dari ku, bahkan wanita itu adalah kak Gita, kakak tiri ku sendiri. Kak Gita bukan hanya menghancurkan masa depanku, tapi juga perasaannku, aku tidak tahu lagi harus bercerita dengan siapa, ibu ku sendiri pastinya akan jauh lebih membela kak Gita, dia tidak akan ambil pusing tentang urusan ku tentunya.
Malam hari, aku sudah bersiap diri, karena malam ini aku akan bertemu dengan calon suamiku, saat aku tengah sibuk membenahi make up ku, pintu kamar terbuka, dan aku pikir itu Ibu yang ingin memastikan bahwa aku tidak kabur.
“Wah lihat, ada yang sedang bersemangat bertemu calon suaminya,” dari suaranya saja aku sudah tahu siapa dia, iya dia adalah kak Gita. Dia tersenyum puas padaku, tidak ada rasa bersalah sama sekali.
“Kalau ka Gita cuman mau mengejekku sebaiknya kakak pergi,” usir ku, aku tidak mau lagi berbasa-basi dengannya.
“Oh sudah berani sekarang?” kak Gita semakin melangkah maju, dia membawa segelas jus ditangannya, dan aku tahu apa yang akan dia lakukan. Sebelum dia berbuat hal jahat padaku, aku lebih dulu menyenggol gelas kak Gita hingga mengenai dressnya.
“Loe!!” kak Gita nampak sekali menahan amarahnya.
“Anyelir!!” suara nyaring ibu terdengar, dan aku sudah tahu apa yang sebentar lagi terjadi.
“Kalau Ibu mau memarahi aku, maka aku tidak akan mau menemui calon suamiku,” ujar ku mengancam, hari ini mood ku sudah sangat buruk, dan aku tidak mau lagi kalau sampai detik-detik penting ini mood ku kembali di buat hancur, jadi jalan satu-satunya adalah ancaman.
Ternyata ancaman yang aku berikan pada Ibu benar-benar manjur, ibu nampak menghela nafasnya dan mencoba mengontrol emosinya, ingin sekali aku tertawa dihapadapan kak Gita, kalau kali ini rencanya membuat Ibu marah gagal.
“Ayo sayang, ibu bantu kamu membersihkan dress, kamu mau dinner kan sama pacar kamu,” ucap Ibu dengan halus, dia membawa kak Gita keluar dari kamarku, membuat aku bernafas lega.
“Eh tapi tunggu,” aku teringat sesuatu, 'tadi ibu bilang kak Gita mau dinner kan? sama Arman?' aku bertanya dalam hati, tapi lagi-lagi aku menggelengkan kepala, karena aku tidak mau terus memikirkan pria itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 199 Episodes
Comments
Sri Wahyuni
knp ga d gerebek aja pas liat s arman slingkuh ini mlah pergi bgtu az s anye dsar tolol
2022-09-03
0
Louisa Janis
kasihan Anyelir punya kekasih murahan
2022-09-01
1