Anyelir kini tengah bersama sahabatnya, disalah satu caffe terdekat, karena jam kuliah mereka juga sudah selesai, jadi bisa bersantai sejenak. Mereka kini tengah membicarakan soal fitnah yang tengah beredar seputar Anyelir, mereka sangat penasaran siapakah orang yang sudah menyebarkan fitnah tersebut, dan mereka langsung menuju pada Gita, kakak tiri Anyelir. Karena, mereka sangat paham seperti apakah sikap Gita kepada Anyelir, penuh iri dan dengki, sampai-sampai kekasih Anyelir saja direbut oleh Gita.
“Jangan nuduh sembarangan dulu, kita nggak punya bukti,” ujar Anyelir menasehati para sahabatnya yang tengah terbakar api amarah.
“Kita nggak nuduh Nye, gue udah coba tanya sama salah satu temen gue yang satu kelas sama Gita, dan kata dia bener kok Gita yang udah nyebarin berita bohong ini,” ujar Ana dengan raut wajah kesal, dia tidak terima sahabat terdekatnya di fitnah dengan keji.
“Iya Nye, dan loe denger sendiri kan tadi? Ada yang bilang kalau Gita malah bilang nggak mungkin bokap loe yang beli mobil,” Dinda mulai menimpali.
“Nye, loe nggak boleh tinggal diem, Gita udah keterlaluan tau nggak, loe udah berkorban demi keluarga, dan apa yang Gita punya sekarang, itu semua karena pengorbanan loe, tapi apa yang dia lakuin,” Nabila ikut tersulut emois. Melihat teman-temannya yang nampak tidak terima, terlintas ide jahil Anyelir. Dia mengeluarkan ponselnya, dan meminta teman-temannya untuk diam, Anyelir mulai mencari nomor telepon seseorang dan memanggilnya.
Tapi, ada hal yang membuat Nabila, Dinda dan juga Ana bingung, yaitu karena Anyelir berpura-pura tengah menangis, dua sesenggukan seraya mencoba menghubungi nomor seseorang yang belum teman-temannya ketahui.
“Halo ayah …” Anyelir memulai dramanya, rupanya dia mengubungi Agam.
“Anyelir? Kamu kenapa nak?” terdengar suara Agam yang nampak mengkhawatirkan kondisi putrinya.
“Ayah, tolong Anye …” isak Anyelir semakin mendalami perannya.
“Tolong? Apa yang terjadi dengan kamu nak?” suara Agam semakin cemas.
“Kak Gita … dia memfitnah aku,” isaknya, membuat Agam menautkan alisnya, kalau ada nama Gita yang disebut oleh Anyelir, pasti berakhit tidak baik.
“Apa yang kakak kamu lakukan?” kali ini nada bicara Agam terdengar serius, awalnya Anyelir berpura-pura seolah dia enggan menceritakan kepada Agam apa yang sebenarny terjadi, dengan alasan takut kalau Gita dan ayahnya bertengkar. Tapi, Agam meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja. Anyelir mulai menceritakan soal mobil yang dia kendarai, sampai akhirnya dia menceritakan bagaimana Gita menyebarkan berita hoax tersebut sampai satu kampus mengatai Anyelir wanita yang tidak baik.
Mendengar penuturan dari putri bungsunya, tentu saja Agam sangat marah dan kecewa dengan Gita yang dengan tega memfitnah Anyelir, padahal jelas Gita tahu dari siapa mobil tersebut. Kalaupun Gita tidak menyukai Anyelir, apa harus dia menggiring opini para mahasiswa dan mahasiswi di sana untuk berpikir buruk tentang Anyelir?
“Ayah, aku nggak bisa membela diri sekarang, karena ayah tahu kan? syarat dari kak Devan,” ketika berbicara dengan ayahnya, maka Anyelir akan mengganti panggilan kepada Devan dengan panggilan kak, agar ayahnya tidak curiga bahwa hubungannya dengan Devan sangat kaku dan dingin.
“Baiklah, kamu tenang saja, ayah akan urus semuanya,” ujar Agam meyakinkan Anyelir.
“Baik yah, aku cuman takut kak Devan tahu dan akan marah ke kak Gita, dan aku takut akan berdampak buruk pada perusahaan ayah,” ucap Anyelir dengan nada sendu.
“Iya nak, kamu tenang saja, ayah akan memberikan kakak kamu pelajaran,” ucap Agam meyakinkan Anyelir, setelah selesai mengadu pada ayahnya, Anyelir pun tersenyum pada semua sahabatnya, karena rencana sudah berhasil.
**
Gita pulang ke rumahnya dengan senyum yang mengembang, karena rencana dia membuat nama baik Anyelir hancur sudah berhasil, cemoohan yang tertuuju untuk adik tirinya itu seolah menjadi puisi yang indah untuk didengar oleh Gita, suara sorakan yang bergemuruh menjadi suara nyanyian merdu bagi Gita. Dia belum merasakan sebahagia ini melihat Anyelir yang harus menanggung malu. Dia masuk ke rumah dengan suasana hati yang sangat baik, tapi itu tidak bertahan lama.
“Gita,” suara dingin Agam menyapa pendengaran Gita, membuat Gita mengernyit, karena melihat ekspresi ayahnya yang nampak tengah menahan amarah.
“Ayah?” Gita mendekat kearah Ayahnya yang tengah duduk di ruang tamu.
“Ada apa Ayah memanggilku?” Gita bertanya, seolah tidak ada hal yang terjadi.
Plaakk!!! Satu samparan keras mendarat ke pipi mulus Gita, membuat gadis itu merasa panas di pipinya.
“Kenapa Ayah menamparku!” seru Gita penuh emosi.
“Harusnya kamu mendapatkan lebih dari ini!!” seru Agam tak kalah dengan putrinya, kalau selama ini mungkin dia hanya akan diam ketika Gita membentaknya, tapi kali ini tidak. Dia akan mengajarkan kepada putrinya agar bisa bersikap lebih sopan kepaa orang lain.
“A-aku salah apa Yah?” nada bicara gita mulai terbata, dia takut melihat Ayahnya yang tengah emosi.
“Kamu bertanya salah kamu apa?! coba pikirkan apa yang sudah kamu lakukan pada Anyelir!” seru Agam, mendengar nama Anyelir disebut, membuat Gita semakin kesal, dia tidak suka kalau orang-orang yang ada di rumahnya terus saja membicarakan nama Anyelir.
“Anyelir dan Anyelir terus, apa nggak bisa Ayah fokus ke aku? aku putri Ayah!” seru Gita, dia menatap Agam dengan kecewa, padahal selama ini Agam selalu bertindak adil pada kedua putrinya, bahkan dia merasa, kasih sayangnya selama ini hanya tertuju kepada Gita, karena rasa bersalah telah mengkhianati bunda Gita.
“Ayah sudah adil kepada kamu, dan kamu harus ingat, Anyelir adalah adik kamu Gita! Kalau bukan karena dia, mungkin kamu sudah tidak bisa menikmati kemewahan ini, kamu sudah tidak bisa meneruskan kuliah kamu, apa kamu tidak bisa sedikit saja berterimakasih kepada Anyelir karena telah berkorban demi keluarga ini? atau setidaknya kalau kamu tidak menyukai Anyelir, maka jangan usik dia!” kini Gita paham kemana arah pembicaraan ayahnya, dia yakin kalau Anyelir mengadu kepada ayahnya seputar berita tentang Anyelir di kampus.
“Kamari kan tas kamu,” titah Agam, tapi nampak ada penolakan dari Gita, membuat Agam akhirnya bertindak kasar, dia merebut tas milik Gita dengan kasar. Dia mengambil dompet Gita, dan mengambil atm, karu kredit, serta kunci mobil.
“Ayah akan sita semua ini, dan akan Ayah kembalikan nanti saat kamu sudah membersihkan nama Anyelir,” ujar Agam dengan tegas.
“Ayah, aku nggak bisa, dan aku nggak tahu caranya,” tolak Gita, dia sendiri bingung harus berbuat apa, karena kalau dia mengakui semuanya bahwa apa yang dia bicarakan tentang Anyelir adalah bohong belaka, maka dia yang akan menjadi bulan-bulanan di kampus nanti.
“Ayah tidak perduli, kalau kamu memang tidak bisa, ya sudah maka semua ini akan berada di tangan Ayah selamanya,” Agam langsung meninggalkan Gita yang masih merengek dan memohon agar kunci mobil, atm dan kartu kredit miliknya dikembalikan, tapi Aga seolah menulikan pendengarannya, dia terus melangkah menuju ke kamar. Dan saat berada di tangga, dia berpapasan dengan Rosse, yang tengah menatap Gita dengan iba.
“Jangan ikut campur, dan jangan coba untuk membantunya, atau kamu juga akan merasakan akibatnya,” Agam memperingati Rosse, karena biasanya Rosse yang akan susah payah membantu Gita, namun kali ini tidak ada penolakan apapun dari Rosse, dia mengangguk tanda mengerti, dengan begitu Agam merasa lega.
Sebenarnya, Agam juga merasa kasihan kepada Gita, tapi dia tidak bisa terus menerus membiarkan Gita menyakiti Anyelir, bagaimanapun Anyelir tidak bersalah, karena Agam dan Rosse lah yang bersalah. Agam juga ingin Gita bisa berubah lebih dewasa, Agam ingin Gita bisa menghargai pengorbanan Anyelir yang sudah mau menggantikan Gita menikah denga Dvan. Dan ketegasannya selama ini juga untuk kebaikan putri-putrinya, karena Agam tidak tahu sampai kapan umurnya di dunia ini, dia tidak mau menyesal karena sudah gagal dalam mendidik anak-anaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 199 Episodes
Comments
Louisa Janis
ayo Gita Sadar jadi orang jangan menyalakan terus tapi harusnya bangkit sambil introspeksi diri maju tanpa melukai orang lain
2022-09-01
2