Jujur saja, melawan tim yang bermain di I-Youth itu bukanlah hal yang mudah. Sudah 65 menit lebih waktu berjalan, tim kami masih kesulitan untuk membongkar pertahanan yang diciptakan oleh tim A yang berisi banyak pemain berpengalaman di I-Youth.
Sialnya lagi, kami sepertinya dipermainkan oleh mereka semua. Setelah memasuki babak kedua, tim A malah lebih banyak memainkan operan-operan pendek dan mengulanginya begitu-begitu saja, seperti tidak berniat untuk menyerang. Dan sudah 15 menit lebih mereka melakukan hal itu berulang-ulang kali.
Aku terus memperhatikan setiap orang yang ada di lapangan, tidak melakukan hal yang gegabah sambil menunggu mereka melakukan kesalahan. Namun sepertinya tidak banyak yang berpikiran sama sepertiku, termasuk Axel Raihan.
Dia terus berlarian kesana-kemari, mengejar bola yang terus dialirkan oleh tim A tanpa henti. Bahkan tidak jarang tim A mengejek apa yang dilakukan oleh Axel sebagai tindakan yang sia-sia, namun Axel diam saja dan terus mengejarnya.
"Sudah saatnya!" Pemain gelandang musuh tiba-tiba merubah gaya permainan, dia langsung memberikan sebuah umpan langsung ke depan, di sana sudah ada bek sayap yang melebar dan siap menerima bola.
Aku terlambat menyadarinya, mereka mencoba melakukan serangan cepat. Aku pun berusaha mengejar bek sayap yang bergerak melebar itu untuk menghentikan langkahnya, namun dia berhasil melalui ku, ya aku terlalu mudah untuk dilalui karena tidak punya banyak pengalaman di lapangan.
Bola masih dibawa ke sisi lapangan, lalu dia memberikan umpan ke tengah dengan teknik Cutback yang bagus sekali yang mengelabui pemain belakang tim kami. Pada akhirnya pemain bernomor punggung 9 musuh kembali menyelesaikan tugasnya dengan mudah, dia hanya melakukan tap-in untuk memasukkan umpan cutback tadi dan membuat skor berubah jadi 3-0.
"Hari ini mudah sekali ya!" ujar si pemain nomor 9 begitu mencetak gol ketiganya.
Aku kesal dengan ucapannya, namun sepertinya ada yang lebih kesal dariku. Axel ku lihat berlari cepat sekali menuju arah pemain bernomor punggung 9 itu berdiri. Dengan melihat raut wajahnya saja aku sudah bisa menebak apa yang akan ia lakukan, dan entah kenapa tubuhku seperti bergerak sendiri dan langsung berlari menghadang laju Axel. Pada akhirnya aku yang ditabrak oleh Axel dan terjatuh cukup keras ke tanah, aku bahkan sempat kehilangan kesadaran untuk beberapa detik.
Sayup-sayup ku mendengar suara Derry yang memanggilku, perlahan aku membuka mata dan samar-samar melihat Derry dan yang lainnya bergegas menuju ke arahku.
"Oi sobat kau baik-baik saja kah?" Derry langsung bertanya keadaanku namun dengan caranya sendiri, dia sambil menampar-namparku seakan itu adalah caranya untuk mengetahui keadaanku, begitu selesai dia langsung mengangguk kepala seperti seorang dokter yang sudah tahu apa penyakit pasiennya.
Aku perlahan-lahan mencoba berdiri, merasakan kekuatan kakiku mencoba mencengkeram bumi sekali lagi. "Aku baik-baik saja" kataku sambil mengacungkan jempol ke arah mereka semua. Masih sakit memang, namun aku harus menutupinya untuk hari ini.
Aku berjalan sedikit terpincang-pincang pada awalnya, namun lama-lama mulai kembali seperti biasanya walaupun ada terasa sedikit sakit. Aku berjalan melewati Axel Raihan yang terdiam, aku hanya bilang padanya untuk tidak usah meminta maaf padaku namun sepertinya dia tidak menerima akan hal itu.
"Aku tidak menerimanya! Aku tidak bisa menerimanya! Katakan padaku, apa yang harus aku lakukan untuk meminta maaf padamu" Axel semakin keras kepala, namun aku sedikit menyukai sifatnya yang seperti ini.
Dengan senyuman di wajah aku terpikirkan suatu rencana untuk mencetak gol kali ini, aku pun langsung memberitahukan syarat itu padanya. "Kalau begitu kau harus berlari kali ini, aku akan terus memberikan umpan kepadamu" ujarku, kali ini aku juga sedikit bersemangat.
"Baiklah aku mengerti" ujar Axel dan dia kembali ke posisinya sedia kala.
Kami memulai lagi dari awal, kali ini kami lebih percaya diri untuk melakukan permainan operan pendek, walaupun kami juga ditekan dengan sangat ketat. Namun aku berusaha untuk terus menjaga bola agar tidak direbut oleh tim musuh, aku bekerjasama dengan Zaki di lapangan tengah untuk membuka ruang.
Aku melakukan scanning sesaat, dan ku lihat Axel berada di posisi yang sangat bagus, ia bahkan berhasil mengecoh beberapa pemain belakang tim musuh untuk bergerak ke arahnya, jadi aku tidak akan mengoper padanya. Aku mengoper pada pemain sayap yang tidak terkawal sama sekali di sisi kiri, dan ia langsung melesatkan sepakan namun sayang sepakannya masih bisa ditepis oleh kiper.
Walaupun gagal jadi gol tetapi sepertinya usahaku kali ini dinilai cukup baik oleh Coach Giovanni. Aku mulai sedikit perangai beliau, jika dia menunjukkan wajah serius namun alisnya sedikit terangkat ke atas, itu tandanya dia senang dengan kinerja anak buahnya di lapangan.
Yang mengambil sepak pojok adalah si Zaki. Zaki melihat sejenak keadaan di kotak penalti, mungkin menurutnya tidak memungkinkan pada akhirnya dia memberikan umpan pendek kepadaku.
Aku menahannya dengan kaki bagian dalam, sekilas bisa ku lihat kalau Axel berada di posisi yang paling bagus saat ini, dan dengan otomatis kaki ku langsung terangkat dan menerbangkan bola ke arah Axel yang ada di dekat mulut gawang.
Duel udara sudah tidak bisa dihindari, namun Axel tidak gentar untuk menghadapi para pemain belakang tim musuh yang punya badan lebih besar darinya. Axel melompat tinggi sekali dan menyundul bola, mengalahkan para pemain belakang tim musuh. Bola mengarah tajam ke arah gawang, dan kiper pun juga tidak bisa mengantisipasi hal itu dan menjadikannya sebuah gol yang indah.
"Yes itu gol!" Axel melompat untuk merayakan golnya, aku dari jauh hanya mengangguk pelan sambil sedikit tersenyum karena berhasil memberikan umpan yang bagus untuk pemain depan kami.
Lalu Axel Raihan berjalan ke arahku, ia menatapku cukup lama sebelum dia berkata. "Assist yang bagus!" Dia menepuk bahuku dan berjalan melewatiku. Hanya dengan begitu saja, aku sudah sangat bahagia. Rasa ini membuatku melayang-layang tinggi di atas awan bagai layangan.
Pertandingan pun terus berjalan dengan tempo yang tinggi sekali, pertandingan minigame ini bagaikan pertandingan puncak final bagiku. Tempo yang tinggi, beberapa kali ada pelanggaran, bahkan hampir saja ada terjadi perkelahian jika tidak dihentikan oleh para coach yang menilai di pinggir lapangan.
Beberapa penonton yang menyaksikan pertandingan minigame itu pun juga ikut bertepuk tangan setelah pertandingan usai, skor 5-2 untuk tim musuh dan kami kalah telak.
Di pertandingan ini, Axel berhasil mencatatkan dua gol, satu dengan assist dari ku dan satu lagi dari umpan terobosan Zaki.
Hari ini benar-benar melelahkan, rasanya seluruh tulang yang ada di tubuhku ingin segera menyeruak keluar karena beban hari ini. Aku jadi menyadari betapa mengerikannya tim ini hanya dengan latihan perdana hari ini, aku tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya dengan diriku tetapi apapun masalahnya aku akan tetap terus bertahan hingga akhir.
Pelatihan hari ini ditutup dengan beberapa kata oleh Coach Giovanni, kali ini dia berwajah serius namun alisnya bergerak ke kiri dan ke kanan cukup sering. Itu tandanya dia mencoba mencari tahu mana-mana pemain yang akan segera meroket dalam waktu dekat.
"Latihan perdana hari ini telah usai, ingat! Setiap latihan kalian akan dinilai oleh kami dan kami bisa memutuskan apakah kalian sudah siap bermain untuk tim A di I-Youth, ataupun bermain di liga lokal. Jadi keluarkan seluruh kemampuan kalian atau kalian harus keluar dari sini dengan penyesalan seumur hidup" Sebuah pidato berapi-api oleh coach, tapi hal yang beliau katakan semuanya itu adalah kebenaran.
Aku pun masih ada sedikit keraguan di hati, aku sering bertanya apakah aku pantas bermain di sini? Atau apakah aku sudah cukup baik untuk berada di sini? Karena itulah aku terus mengasah diri agar aku bisa menjawab semua pertanyaan itu dengan mantap suatu saat nanti.
Setelahnya aku pun pulang ke rumah, mandi dan makan malam bersama adik dan ibuku. Seperti biasanya, Keisha selalu menentang dan tidak suka kalau aku bermain bola, namun sebenarnya aku tahu kalau dia selalu memperhatikan diriku dan selalu mengkhawatirkan diriku.
"Lihat ma! Kaki abang Izal sampai lebam seperti ini, makanya Kei gak mau abang main bola ma" kata Keisha sambil mengolesi lebam di kakiku dengan minyak urut, walaupun dia marah-marah namun dia tetap perhatian padaku sampai mau memijit kakiku yang sakit itu. Untuk suara tingginya yang bagai petir Zeus di siang hari yang terik itu, aku hanya cukup menutupinya dengan earphone sambil mendengarkan musik kesukaanku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 178 Episodes
Comments
N4M3
lah kan dapat kartu 1 pemain ituu kok gk dpakek sihh?
msak dapt kartu cuman dapat statistik tambahan doang hadehh
2023-04-29
1
Farel Azure
seketika ingat meme aizen kalau baca kata beliau🗿🗿
2023-03-14
0
Nathan D Alexsander
mantap
2022-09-01
2