Pertemuan aneh dengan Derry di sore hari kala itu, ternyata membentuk suatu jalinan benang merah. Setiap aku latihan, maka Derry juga akan ikut latihan dan menemaniku, kami pun sekarang menjadi teman dan saling berbagi kisah.
Seperti sore ini, setelah semua latihan harianku usai. Kami berdua duduk di lapangan sambil meminum-minuman isotonik, kami berdua bercerita tentang kehidupan kami masing-masing.
Derry, Derry Suriansyah. Dia anak yang cukup baik, walaupun penampilannya seperti anak laki-laki yang mengerti tentang fashion, sungguh berbeda dengan diriku. Dia lulusan SMP Buceros, salah satu sekolah paling bergengsi di Kalimantan Selatan bahkan di Indonesia.
"Eh jadi kamu masuk SMA 1 Pengambangan juga ya Rizaldi? Aku juga masuk sekolah itu" ucap Derry sumringah sekali begitu mendengarku yang masuk SMA 1 Pengambangan.
"Eh? Kamu mendaftar kesana juga Derry?" Aku cukup kaget mendengarnya.
Bagaimana tidak, yang ku bisa tangkap dari semua cerita Derry, dia bukanlah tipe anak yang memiliki kesulitan ekonomi sehingga masuk sekolah negeri.
SMP Buceros bukalah sekolah biasa, biaya masuknya saja bisa membuatku sesak nafas melihat betapa banyaknya angka nol di belakangnya. Belum lagi bayaran yang lain dan juga iuran perbulannya, aku bisa jual diri hanya karena memikirkan semua biayanya.
Karena hal itulah aku menjadi sedikit kebingungan, aku sungkan untuk menanyakan kepada Derry mengapa ia malah memilih masuk SMA 1 Pengambangan daripada lanjut ke SMA Buceros. Tetapi sepertinya Derry mengetahui hal yang menggangguku itu, namun Derry tetap tersenyum dan menjelaskannya kepada ku.
"Alasannya sederhana, aku malas belajar!" Dia tertawa terbahak-bahak setelah berkata seperti itu, meninggalkan ku yang kebingungan harus bersikap seperti apa dan akhirnya ikut tertawa walaupun terasa garing.
"Lalu Rizaldi, apa sebenarnya tujuanmu latihan seperti ini tiap hari? Tidak mungkin kan kamu terlalu banyak waktu luang"
Aku terdiam sejenak mendengar pertanyaan Derry, bukan karena aku kebingungan untuk menjawabnya karena aku sudah punya jawaban yang sangat jelas, seperti melihat bintang di malam hari. Aku hanya sedikit ketakutan, ketakutan kalau jawabanku nantinya akan ditertawakan oleh Derry.
Aku sadar diri, sebelumnya aku hanyalah pecundang, pengecut, dan cupu yang tidak bisa apa-apa. Bermain sepakbola? Aku baru saja memulainya, walaupun dengan sistem tetapi aku masih belum bisa apa-apa.
Dibandingkan dengan Derry, dia lebih menguasainya daripada aku. Aku rasa dia adalah seorang penjaga gawang, karena saat latihan menendang bola, dia selalu berhasil menepis tendangan ku dengan sangat mudah dan bahkan bisa menangkapnya seperti menangkap seekor capung di padang rumput luas.
Aku begitu takut, sampai Derry pun tahu kalau aku sedang ketakutan. "Sudahlah tidak usah takut dan ragu, cukup katakan dengan lantang!"
Aku masih sedikit ragu, tapi Derry terus membujukku untuk mengucapkannya dan akhirnya ku ucapkan dengan lantang, keinginan ku terbesarku saat ini. "Aku ingin menjadi pemain sepakbola yang hebat, seperti idola ku Ward Prowse! Sebelum itu aku harus masuk ke Akademi Sepakbola Pengambangan Cananga terlebih dahulu, sebelum mewujudkan impianku itu"
Derry tersenyum puas setelah mendengar ucapanku, aku sudah terlalu takut kalau dia akan menertawakan hal itu namun rupanya tidak. Derry tidak menertawakan hal itu, dia malah gembira bisa mendengar kalimat itu keluar dari mulutku dengan sangat lantang. "Itulah yang ingin ku dengar sedari tadi" ucapnya sambil terus tersenyum. "Maka dari itu kau harus masuk Pengambangan Cananga, apapun masalahnya!"
Aku mengangguk pelan dan penuh percaya diri saat ini, aku harus masuk ke Akademi Sepakbola Pengambangan Cananga, bagaimana pun caranya.
Setelah itu kami berdua pulang karena hari sudah mulai larut.
Aku pulang kerumah dengan perasaan yang lebih bahagia dari sebelumnya, aku mendapatkan motivasi tambahan untuk masuk ke Akademi Sepakbola Pengambangan Cananga kali ini. Pertemuanku dengan Derry benar-benar membuat hidupku semakin berubah, kami berdua bahkan berjanji untuk masuk Akademi bersama-sama.
Aku pun sampai di rumah, ku lepas sepatuku sebelum masuk ke rumah.
"Aku pulang!"
"Ah, abang sudah pulang ternyata"
"Loh ma, kok sudah pulang?" Aku sedikit terkejut melihat ibu yang ternyata sudah ada di rumah lebih dulu, aku langsung melihat jam di handphoneku dan ternyata masih jam 7 malam.
"Sudah-sudah, ayo masuk langsung mandi terus makan ya" Tidak biasanya ibu bersikap sedikit aneh seperti ini, tetapi aku nurut saja daripada nanti kena kutuk jadi batu.
Aku pun mandi lalu setelahnya pergi ke ruang makan, di sana sudah ada Keisha dan ibu yang menunggu kehadiran ku di meja makan.
Ibu menunggu dengan wajah penuh senyum, senyuman yang sangat manis dan menggoda seperti senyuman valkryie yang menjemput jiwa para ksatria viking ke valhalla. Sedangkan wajah Keisha adikku yang manis sedikit lebih gelap, dia bagai raja dunia bawah yang sedang mengawasi para roh-roh manusia.
Aku bingung apa yang sedang terjadi, aku seperti melihat sesosok malaikat dan iblis di hadapan ku saat ini, aku tidak tahu apa yang terjadi bahkan saat aku duduk saja ibu dan Keisha masih saja menatapku dengan ekspresi yang sama.
"Ada apa ya ma? Kei?"
"Buka tudung sajinya bang" perintah ibu
Aku pun berniat membuka tudung saji dengan rasa bingung yang masih melanda, namun saat tanganku menyentuh tudung saji, Keisha langsung menahan tanganku agar tidak membuka tudung saji.
"Kei ada apa?" Ku tanya dan yang ku lihat wajahnya Keisha sekarang benar-benar seperti iblis yang sedang marah besar. Aku langsung menelan ludah melihat ekspresi Keisha, jika Keisha sudah berekspresi seperti itu, makan dia pasti marah dan aku sedang melakukan kesalahan.
Tetapi kesalahan apa yang ku lakukan?
"Abang tidak boleh membuka ini!" Ucap Keisha penuh penekanan.
"Adek! Adek tidak boleh begitu sama abang, ayo abang buka tudung sajinya"
"Jangan! Mama yang jahat, nyuruh abang main bola, nanti kalau abang cedera gimana? Kalau sakit kena tabrak orang bagaimana?"
"Kamu itu jadi adek harusnya dukung dong abang mu!"
"Gak! Pokoknya Keisha gak mau dukung abang Rizaldi buat main bola!"
Ah, aku sudah tahu apa isi dari tudung saji itu hanya dari mendengar percakapan ibu dan Keisha. Selagi mereka berdua beradu argumen, aku membuka tudung saji tanpa memperdulikan mereka berdua dan benar saja isinya sesuai dugaan, yaitu sepatu bola yang baru.
Bagaimana dengan ibu dan adikku? Mereka masih beradu argumen, bahkan aku sudah mengaut nasi dan makan mereka masih saja beradu argumen tentang masa depanku.
Aku selesai makan dan mereka terus saja meributkan hal itu, akhirnya tiada pilihan lagi selain melakukan langkah terakhir untuk membuat mereka berdua tenang, tapi sebelumnya aku harus mencuci tangan dan mencuci piring bekas aku makan.
Lalu setelahnya aku pun memberikan kedua orang yang paling ku cintai itu dengan sebuah ciuman di pipi dan karena itu mereka pun berhenti berdebat dan baru saja menyadari kalau aku sudah selesai makan. Aku pergi meninggalkan mereka berdua ke kamar, karena aku sudah terlalu lelah mendengar perdebatan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 178 Episodes
Comments
hamdan
jalinan benang merah
benang merah selalu di ibaratkan dengan pasangan
apakah rizaldi dan derry akan menikah
2022-11-22
5
Hoodwink master
kenapa gak denny chan aja namanya wkk
2022-08-24
0
Nathan D Alexsander
keren
2022-08-21
0