"Bagaimana dengan Devan?" tanya Hayu, saat pria itu datang kerumahnya.
"Cih, tidak menawariku masuk dulu? Datang-datang langsung nanyain orang lain," sindir Pian, membuat Hayu mendelik.
"Ya udah, cepetan masuk!" Hayu memberikan segelas minuman dingin, lalu duduk didepan Pian.
"Jadi...?"
Pian mengeleng-gelengkan kepalanya, akibat ulah Hayu yang tak sabaran mendengar kabar pria itu. "Dia baik-baik saja, Yu. Hanya saja aku bingung sekarang," ungkap Pian membuat Hayu ikutan bingung.
"Maksud kamu? Bingung kenapa?"
"Devan memaksa meminta kerja. Kau tahu sendiri kondisinya masih belum sembuh?" tanya Pian, terlihat ia juga menghawatirkan Devan.
Hayu terdiam. "Aku juga pasti tidak akan mengizinkan dia bekerja," cetus Hayu. Bagaimana bisa pria itu meminta kerja, disaat dirinya jelas-jelas masih sakit.
"Hayu.... bukannya aku membelanya, hanya saja. Wajar jika Devan mendesakku membantunya mencari pekerjaan. Karena sebagai pria pasti harga dirinya terluka harus menerima uang dari seorang perempuan untuk bertahan hidup," jelas Pian panjang lebar, namun sedikit hati-hati takutnya Hayu tersinggung.
Lagi-lagi Hayu terdiam. "Aku mengerti, tapi bagaimana bisa dia kerja? Sedangkan kerja di Desa semuanya berat?" tanya Hayu semakin khawatir. Namun, ia tidak memiliki hak untuk melarang Devan.
"Jika kau mau... Bagaimana jika ajak dia bekerja diladang tempatmu bekerja saja?" tanya Hayu. Pian mengangguk mengerti, menurutnya itu adalah pekerjaan yang paling mudah, yang tidak perlu memakan banyak tenaga.
"Baiklah. Aku akan menjaganya disana, kau tetap dirumah saja sampai berita ini meredah," pesan Pian. Hayu mengangguk. Tapi, aku tidak janji Pian, maafkan aku,' batin Hayu menatap kepergian sahabatnya.
Setelah kepergian Pian, Hayu keluar untuk mencari sang Ibu dan membantu Ibunya berjualan. Karena, sejak rumor buruk tentang keluar dagangan sang Ibu menjadi semakin sepi. Hayu tak bisa lama-lama berdiam diri saja dirumah sementara sang Ibu kelelahan.
"Enggak tahu malu sekali dia. Sudah berbuat tidak-tidak masih saja berani menunjukkan wajahnya," cibir para warga.
"Benar, jika aku lebih baik aku pergi dari desa," jawab ibu-ibu.
"Aku kira dia anak baik-baik. Tapi, keluarganya memang tidak ada yang baik," jelas seorang Ibu-ibu. Memancing emosi dalam diri Hayu.
"Maksud kalian apa yah, mengatakan keluarga kami tidak baik? Kalian pikir kalian itu sudah baik dengan mengatakan seseorang seperti itu?" tanya Hayu tak suka.
"Dan, lagi apa kalian semua ada bukti jika aku melakukan hal yang tidak-tidak dengan dia! Kalian pasti tidak tahu, jika Ibuku sudah meminta izin pada kepala Desa dihari dia ditemukan," jelas Hayu, namun dimata warga Hayu hanya mencoba membela dirinya sendiri.
"Halah, jangan bohong kamu. Dasar maling teriak maling, penjara penuh, Yu," cibir mereka lalu meninggalkan Hayu yang menahan tangisnya.
Jahat sekali mereka, mereka pikir semua ucapan mereka adalah benar?’
"Astaga, Hayu! Apa yang kamu lakukan diluar, Nak? Ibu sudah katakan dirumah saja," jelas Ratna khawatir, melihat mata putrinya memerah yang pasti ia habis menangis.
Hayu menyenderkan kepalanya di bahu sang Ibu. "Padahal Ibu menahan semua omong kosong mereka semua disini, tapi aku hanya berdiam diri dirumah. Ibu kenapa enggak bilang, Hayu merasa jahat sebagai anak, Bu," jelas Hayu, menangis.
Hayu merasa sedih, juga merasa bahagia Ibunya begitu melindungi dirinya. Ditengah-tengah kesedihan mereka, tiba-tiba orang yang paling tidak ingin mereka lihat datang.
"Ck! Ck! Lihatlah drama orang-orang miskin?" Wati wanita itu datang dengan senyum mengejek.
"Benar, Ma. Kasihan sekali nasibnya, haha," kekeh Luna, putrinya. Mereka dengan tanpa belas kasihan mendorong dagangan Ratna, membuat kedua Ibu dan Anak itu terkejut.
"Luna! Apa yang kalian lakukan!" teriak Hayu, mengumpulkan kembali dagangannya.
"Sebenarnya apa maumu, Wati! Tidak puaskah kamu menghancurkan hidup kami, hah?" tanya Ratna sudah kehilangan kesabaran. Wati selalu saja mencari kesempatan untuk menghancurkannya, karena alasan konyol. Yaitu, Suaminya tertarik pada Ratna yang merupakan janda.
"Tidak! Sebelum kalian angkat kaki dari desa ini dan menderita, haha." Wati dan Luna tertawa bak kesetanan.
Hayu hanya diam, ia tidak tahu harus berbuat apa saat ini. Ini sudah teramat kesal, tapi jika ia bertindak gegabah jelas akan menjadi rumor lagi, ia tidak mau membuat masalah lagi.
"Sudahlah, Bu. Meladeni orang gila kita sama saja gilanya," ujar Hayu dengan berani. Ia mengangkat barang-barangnya dan menarik Ibunya pergi.
"Apa kau bilang! Dasar anak haram, sialan!" teriak Wati, murka tidak terima dikatai gila.
"Berani sekali kamu mengatai Aku dan Mamaku gila! Aku tidak akan tinggal diam dan membuatmu menderita, Rahayu!" teriak Luna, yang semakin tertantang merebut semuanya dari Hayu.
"Kita harus membuat rencana agar dia dan lelaki temuannya itu menderita. Jika perlu buat mereka sangat dipermalukan dan menikah," jelas Wati dan membuat Putri tercinta terlintas suatu ide jahat.
"Mama benar. Dan, Aku sudah memiliki ide yang pantas untuk gadis sialan itu," jelas Luna, seketika mereka saling tertawa gila.
Diperjalanan pulang Ratna dan Hayu hanya terdiam, mereka sama-sama tidak ada tenaga lagi untuk bicara. Tanpa sengaja bertemu Devan dan Pian diperjalanan pulang.
"Eh, Tante, Hayu. Kalian habis darimana?" tanya Pian, sedangkan Devan hanya diam menatap Hayu.
"Habis jualan, Pian," jelas Ratna tersenyum kecil.
"Bagaimana keadaanmu, nak Devan?" tanya Ratna. "Saya baik, Tante," jawab Devan sopan.
"Syukurlah."
Tanpa mereka sadar para warga sudah berkumpul menatap mereka. Dan mulai kembali menyebarkan gosip yang tidak-tidak.
"Wah-wah, wah sepertinya Ibu dan Anak sama saja, sama-sama ******, ups... sorry!" teriak Wati dengan sengaja, dan benar saja para warga semakin terpancing untuk mengatakan hal-hal buruk.
Apa lagi maunya dia,' batin Ratna sudah muak.
Wow, jangan bilang dia adalah pria yang ditemukan, sih anak haram itu? Dia sangat tampan...' Luna menganggumi Devan dalam hatinya, seketika ia menyesal telah menyetujui rencana Mamanya untuk menjebak keduanya, bahkan ia sudah memberikan ide terbaiknya.
"Sial," umpat Luna.
"Ada denganmu? Fokuslah menghasut para warga," bisik Wati dengan jengkel pada putrinya.
Dengan setengah enggan ia ikut andil. "Ternyata tidak sabaran ya, untuk bertemu dengan priamu, sampai-sampai baru pisah satu hari udah ketemuan lagi," jelas Luna menyulutkan api.
"Apa-apaan kamu! Siapa yang kalian katai ******!" bentak Hayu tidak terima. Mereka bisa mengatainya apapun, namun tidak dengan Ibunya.
"Emang ada orang lain selain Lo?" tanya Luna, dengan senyum mengejek.
"Benar! Kalian harusnya menikah karena telah kumpul kebo!"
"Benar dasar tidak tahu malu!"
"Kalian itu sudah berzina masih tidak mau mengakuinya, jangan pura-pura sok suci kalian!"
"Setuju!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
🌻🌟Bunga✨🥀
Yah, Hayu sama Devan jadi pisah😥
2022-08-22
2