Negeri Equaterald: Langkah Pertama

Negeri Equaterald: Langkah Pertama

Sore yang Dingin

RIZAL

Berteduh dari hujan di halte bus pinggir kota Jakarta. Bus yang kutunggu tak kunjung datang. Angin dingin bertiup membuatku ingin tidur setelah lelah bersekolah sedari pagi. Sudah hampir satu jam aku menunggu, dan aku berpikir busnya tidak akan datang. Aku pun pulang berjalan kaki menyusuri jalanan pinggir kota yang sepi karena hujan. Menggigil menahan dinginnya udara di sore ini.

Saat tubuhku sudah kelelahan, tampak sebuah toko tua di ujung jalan yang sepi. Karena diriku sudah tidak kuat lagi berjalan pada dinginnya udara di luar, aku pun memutuskan untuk masuk ke toko itu dan mengeringkan diriku serta celanaku di sana sambil menunggu hujan reda.

Didalam toko tua berdinding kayu itu aku berteduh. Mataku menerawang kearah jalan raya yang sepi karena sedang diguyur hujan. Hanya nampak seseorang bertubuh tambun yang sedang hujan-hujanan di tengah jalan raya. Dari caranya menari aku sudah tahu kalau orang itu adalah tetangga gilaku yaitu Pak Gus. Sudah berkali-kali di rehabilitasi namun tetap saja dia tidak sembuh sembuh. Aku sampai heran, sebenarnya tetanggaku ini benar benar gila atau tidak?

Baru sebentar aku melamun, namun Pak Gus sudah menghilang dari jalan raya, cepat sekali dia menghilangnya.

WOOAAH!!

Di saat mataku tertuju pada jalan raya, tiba tiba seseorang sudah duduk disampingku.

“Hayoo.., nyari apa hayoo??” Dengan suara yang khas, orang ini berbicara kepadaku. Bajunya basah kuyup seperti sehabis di guyur hujan.

Perlahan mataku mulai mengenali orang ini, senyum konyol di wajahnya sudah cukup bagiku untuk mengetahui siapa orang ini. Ya, siapa lagi kalau bukan Pak Gus.

Sesaat kemudian Pak Gus berdiri menghadapku dan memberiku sepucuk surat, “Saya, Kapten Gus.. memberikanmu surat dari sang Raja, harap segera di baca,” Ucap Pak Gus sambil memberiku surat yang dia maksud, “Dengan ini aku rasa tugas kapten Gus sudah selesai.., permisi Rizal, Raja sudah menungguku,” Tambah pak Gus. Begitu dia menyerahkan sebuah surat, dia langsung berlari menyebrangi jalan raya hingga kemudian masuk ke pemukiman warga.

“Apa apaan sih Pak Gus, gak jelas banget,” Gumamku. Surat yang Pak Gus berikan barusan hanya aku masukkan kedalam tasku.

Sebenarnya beberapa hari lalu aku mendapat surat semacam ini dari Pak Gus, isi suratnya hanya untuk menyuruhku segera membuka bungkusan hadiah Pak Gus, tapi apapun yang terjadi, aku tidak akan mencoba membuka hadiah itu lagi.

Beberapa menit berlalu, Aku kemudian meneruskan perjalanan pulangku karena hujan sudah mereda.

Saat diriku sedang berjalan, aku merasakan goncangan seperti gempa. Aku berhenti sejenak untuk memastikan tidak ada gempa susulan. Ketika keadaan sudah kurasa aman, aku melanjutkan langkahku. Belakangan ini gempa sering terjadi, aneh sekali.

Setelah sepuluh menit berjalan, akhirnya aku sampai ke rumahku.

“Ayah, Ibu..Rizal pulang.”

Ya, Rizal adalah namaku. Nama lengkap ku adalah Rizal Damardjati. Sekarang aku sedang bersekolah pada salah satu SMA Negeri di Jakarta. Di Sekolahku, aku murid yang cukup pandai. Aku selalu menjaga posisiku di 10 besar rangking kelas. Tahun ini adalah tahun keduaku berada di SMA. aku berharap setelah lulus aku bisa mendapat beasiswa dan kuliah di perguruan tinggi supaya dapat meringankan beban orangtuaku.

“Ayah sama ibu belum pulang kak,” jawab adik laki laki ku.

Adikku bernama Fadhil Candelabra biasa dipanggil Fadhil. Dia sekarang sudah kelas 6 SD, kelulusanya tinggal menunggu bulan. Nama Candelabra sendiri diambil orang tuaku dari nama pohon langka di Brazil. Selain adikku, namaku juga terinspirasi dari pohon damar yang semakin langka di Indonesia.

Kedua orang tuaku memang bekerja di Badan Perlindungan Tanaman Nasional. Mungkin mereka menamai anaknya dengan nama tanaman agar jika tanaman damar dan candelabra punah. Aku dan adikku akan tetap mengingatnya.

“O iya kakak lupa dil” Jawabku, “Tadi kerasa gempa gak Dil?” Sambungku.

“Gempa? Gak kerasa tuh,” Jawab Fadhil.

"Masa sih?"

Tidak salah jika Fadhil tidak merasakan gempa. Gempa tadi memang tidak terlalu besar.

“Sampe kapan sih kak ayah sama ibu perginya, dari kemarin kok belum pulang?” Tanya Fadhil.

“Ayah sama ibuk lagi ada tugas di luar kota Dil, katanya 5 hari lagi baru pulang,” Jawabku.

Kedua orang tuaku memang selalu sibuk. Mereka berangkat kerja mulai pukul lima pagi dan pulang pukul delapan malam setiap harinya. Belum lagi jika ada tugas di luar Daerah, mereka bisa tidak pulang berhari hari.

“Hah? Pergi lagi? Bukanya baru bulan kemarin Ayah sama Ibu pergi?” Kata adikku sambil mengerutkan dahinya keheranan.

Memang sulit bagi Aku dan Fadhil untuk bisa menghabiskan waktu bersama ayah ibu. Jika bisa bertemu setiap malam saja rasanya sudah senang sekali.

“Udah..gak papa. Kan ayah ibu kerja juga buat kita dek,” Kataku sambil menepuk-nepuk pundak Fadhil.

“Iya, Fadhil tau,”

Di rumahku saat ini, hanya ada aku dan Adikku, serta kucing peliharaanku, "Chiko.., ck..ck..ck..puss..,"

Aku sangat senang memiliki peliharaan yang selalu bisa menemaniku kapanpun.

...

“Kak, Fadhil laper! Makan di luar ayo!” Kata Fadhil sambil menarik tanganku.

“Kakak masakin aja dil, sebentar kok masaknya,” Ucapku yang masih duduk melepas lelah.

“Nggak.., Adek bosen, pengen makan di luar!” Teriak Fadhil. Nampaknya Fadhil sangat ingin makan diluar.

“Iya deh,bentar ya, tak ganti baju dulu sabar.” Kataku sambil menahan diri dari tarikan tangan Fadhil.

Setelah ganti baju dan menaruh tasku. Kami pun pergi ke warung makan didekat SMA ku.

“Ini warung apa kak?” Tanya Fadhil.

“Ini Warteg Dil, kita bakal makan di sini,”

“Lah kok ke warteg kak? Adek maunya ayam MFC yang ada saos tomatnya!” Erang Fadhil yang tidak mau masuk Warteg.

“Aduh Dil, kalo keseringan ke MFC nanti uang yang dikasih ayah cepet habis, kalo dah habis nanti gabisa makan lho,” Kataku kepada Fadhil untuk meyakinkannya. Akhirnya Fadhil mau untuk makan di warteg.

Walau gaji orangtuaku cukup banyak, namun sejak aku SMP, kami harus tetap membayar hutang kakekku yang sudah meninggal, sangat besar setiap bulannya. Hingga membuat kami harus berhemat sampai hutang kakekku lunas.

Saat sedang makan tiba-tiba punggungku di tepuk oleh seseorang. Ternyata orang itu adalah si Halim, dia adalah teman kelasku di SMA.

“Wah ngagetin orang lagi makan aja lu lim, Gue kira siapa tadi,” Kataku sambil memegang dada yang kaget.

Nama lengkap Halim adalah Halim Perdana Kusuma. Tinggi tubuhnya 188 cm, sangat tinggi untuk ukuran orang orang Indonesia. Namanya memang sama seperti nama seorang pahlawan perjuangan. Dia bercita cita ingin menjadi seorang pilot pesawat tempur. Sama seperti pahlawan aslinya.

“Hehe, ya maap jal, gak tau Gue kalo lu lagi ngunyah,” Jawabnya sambil garuk-garuk kepala. "Lu sendiri aja jal?” Tanya Halim.

“Nggak, ini Gue lagi sama adek Gue. Fadhil namanya” Jawabku.

“Ohh, ini adek lu. Kok lu gak pernah cerita kalo punya adek?” kata Halim sambil merangkul Fadhi,. “Salam kenal yak, nama kakak Halim!”

Halim mencoba berkenalan dengan Fadhil, Tapi Fadhil masih malu malu dengan orang yang lebih tua darinya.

Apalagi Halim terlihat sangar dengan badannya yang besar dan berotot membuat Fadhil sedikit takut. Setelah itu kami makan bersama di warteg dan bertukar cerita hingga tak terasa waktu sudah menunjukan pukul delapan malam.

...

“Gue duluan ya lim, dah malem nih” kataku sambil menggandeng Fadhil.

“Oke bro, ati-ati di jalan” Jawab Halim sambil melambaikan tangannya.

Saat berjalan pulang, aku melewati gang tempat Pak Gus biasanya melakukan kegilaan. Semua anggapan bahwa Pak Gus gila datang dari gosip yang banyak beredar di masyarakat. Yang kutahu Pak Gus sebenarnya warga biasa pada umumnya. Namun karena sempat dinyatakan menghilang beberapa hari, Pak Gus menjadi berbeda setelah kembali kerumahnya dengan sendirinya. Mulai saat itu, warga sekitar sering melihatnya melakukan hal-hal aneh hingga menganggapnya gila. Sejujurnya aku merasa kasihan kepada Pak Gus, yang selalu dijauhi orang.

Namun tidak biasanya Pak Gus malam ini tidak ada di gang ini. biasanya dia berdiri bersandar di tembok gang.

Kemana Pak Gus?

Meski begitu, dengan tidak adanya Pak Gus membuat Fadhil menjadi tenang ketika melewati gang ini. Akhirnya Aku dan Fadhil sampai rumah sebelum pukul sembilan malam.

Setelah masuk ke rumahku, aku dan Fadhil masih menyempatkan untuk menonton film di televisi bersama sama. Hingga tak lama kemudian Fadhil terlelap tidur didepan televisi, dan aku pun menggendong Fadhil untuk aku tidurkan di tempat tidurnya. Setelah itu, aku juga naik menuju kamarku sendiri, belajar sebentar hingga mengantuk dan tertidur, itulah yang aku lakukan setiap harinya.

Keesokan harinya disaat aku bangun dari tidurku, aku tidak mendengar suara Pak Gus yang biasanya berteriak teriak. Aku membuka jendela dan melihat suasana pagi ini, sudah semenjak sore kemarin aku belum melihat Pak Gus lagi.

...

“KAKK..BUATIN ADEK SARAPAN!!” Teriak Fadhil dari lantai bawahku.

“IYAA!! SABAR DIL,” Sahutku.

Aku turun dan membantu menyiapkan perlengkapan sekolah Fadhil.

Setelah semua keperluan selesai, aku mengantarkan Fadhil terlebih dahulu ke sekolahnya sebelum aku menuju sekolahku.

...

Setelah sampai di sekolahku, seperti biasa aku langsung mencari Vivi, Vivian Alana nama lengkapnya. Dia adalah temanku sejak kecil. Sejak kecil aku selalu dekat dengan Vivi, dia cantik dan juga merupakan murid yang pintar dalam bahasa dan sastra, dan selalu menjadi peringkat 1 di kelas. Namun sayangnya pada ujian kemarin Vivi menurun menjadi peringkat 2.

Di kelas, aku duduk bersebelahan dengan Vivi. Entah mengapa teman temanku selalu salah sangka kalau aku adalah pacar Vivi, namun sebenarnya kami berdua hanyalah teman sejak kecil. Aku juga yakin kalau Vivi sudah punya pacar, tetapi dia tidak pernah membicarakannya kepadaku.

Di saat aku dan Vivi sedang duduk santai, dari sudut kelas aku melihat Halim yang menghampiriku membawa buku tulis dan pulpen.

“Hihihi, Vivi..liat PR-lu dong.., boleh gak?” Ucap Halim saat sampai didepan meja dengan senyumnya.

“Oke..,” Jawab Vivi.

Vivi mengeluarkan bukunya untuk diberikan kepada Halim. Setelah diberikan buku catatan Vivi, Halim langsung kembali ke mejanya dan mengerjakan PR yang belum sempat dia kerjakan. Vivi memang orang yang baik, menurutku terlalu baik.

KRRIIINGGG!!!

Setelah bel istirahat berbunyi, semua murid pergi ke kantin untuk membeli makanan tak terkecuali aku dan Halim.

“Eh Jal, nanti sekitar jam 6 Gue boleh main ketempat lu gak? Hehe,” Tanya Halim. Memang Halim hampir setiap minggu setidaknya sekali bermain ke tempatku.

“Boleh..boleh..,” Jawabku.

“Asekk, eh tapi Gue ngajak si Akbar sekalian ya.., kasian si Akbar gak pernah main haha,” Tambah Halim.

“Seriusan? Emangnya Akbar mau kalo diajak main?” Tanyaku.

Ngomong-ngomong soal Akbar, dia adalah salah satu murid yang cerdas. Dia lah satu-satunya murid yang mampu menggeser Vivi dalam peringkat kelas. Dia anak dari seorang pengusaha besar dari Surabaya. Perusahaan orang tuanya sudah ada hingga luar negeri. Selama ini Akbar selalu membayangi Vivi di peringkat 1. Ambisinya untuk menjadi peringkat 1 tidak perlu ditanyakan lagi. Mungkin karena dalam ujian kemarin dia mampu berada di peringkat 1, dia ingin sedikit bersantai.

“Yaudah deh kalo Akbar mau ikutan, mungkin dia kepengen main,” Tambahku.

Setelah selesai istirahat, kami kembali ke kelas untuk melanjutkan pelajaran terakhir hari ini.

KRRIIINGGG!!!

Bel Pulang sekolah pun berbunyi. Aku dan Vivi selalu ke perpustakaan terlebih dahulu sebelum pulang, sementara yang lain kebanyakan sudah pulang.

...

Disaat aku sedang membaca buku di perpustakaan, Vivi yang duduk disampingku bertanya kepadaku apakah dia juga boleh ikut bermain ke rumahku setelah ini.

“Loh kok kamu tau Vi?”

Aku penasaran, darimana Vivi tahu jika aku punya agenda bermain di rumahku.

“Iya..tadi dikasih tau Halim hehe,” Jawab Vivi.

Ternyata Halim yang memberitahunya. Tapi, Sudah lama Vivi tidak bermain ke rumahku. Seingatku terakhir kali dia main ke rumahku adalah saat SMP. Kenapa dia tiba-tiba ingin bermain ke rumahku lagi?

“Oh.., boleh-boleh, main aja gak papa,”

“Makasih Zal..!” Ujar Vivi dengan gembira.

Kami pun melanjutkan membaca baca buku yang ada hingga sekitar pukul 3 sore. Setelah itu, kami pun pulang.

...

“Aku pulang duluan ya Vi, mau nyiapin cemilan dulu nih hehe,”

Aku melambaikan tanganku kepada Vivi yang semakin menjauh dan menghilang di pertigaan jalan. Aku masih penasaran kenapa Vivi tiba-tiba ingin bermain ke rumahku sejak terakhir kali SMP. Aduh, kenapa tadi aku tidak menanyakan ini kepadanya?

VIVI

Lagi dan lagi diriku membuang kesempatan menyampaikan perasaan suka diriku kepada Rizal. Diriku ini memang payah. Sudah lama memang aku menyukai Rizal dan sifatnya yang baik hati, bersemangat dan tidak mudah putus asa. Aku masih ingat ketika Rizal menolongku dari seorang penculik saat kami masih SD, aku tidak akan melupakan saat itu. Namun entah mengapa Rizal selalu menganggapku sebagai temannya saja? atau mungkin hatinya sudah ada untuk orang lain?

Apapun itu setelah ini aku punya janji ingin bermain ke rumah Rizal. Aku sempat beranggapan Rizal akan keberatan, karena sudah lama aku tidak bermain ke rumahnya. Untungnya Rizal memperbolehkanku ikut. Sebaiknya aku segera pulang dan bersiap siap untuk pergi lagi menuju rumah Rizal. Ada hal yang perlu kukatakan kepadanya.

...----------------...

 

Terpopuler

Comments

Ram Stuy

Ram Stuy

Semangat Mas Luqman

2023-04-11

0

...

...

mampir thor moga sukses...👍👍👍

2022-08-29

3

lihat semua
Episodes
1 Sore yang Dingin
2 Main yukk!
3 Mengingat masa lalu
4 Setelah Vivi pulang
5 Masih penasaran
6 Semuanya terlihat begitu nyata
7 Tak seindah yang terlihat
8 Gara gara Pak Gus
9 Zanetti | ittenaZ
10 Kejutan Pertama
11 Tekad yang sudah bulat
12 Misi Pertama: Lynden
13 Misi Pertama: 4 Kerajaan
14 Sekutu lama
15 Saatnya mengukir sejarah baru
16 Diluar Rencana
17 Dilema Hebat
18 Pilihan Terakhir
19 Bersatu!
20 Perjalanan menuju Lynden
21 Gerbang utama
22 Battle of Lynden
23 Ini bukanlah kemenangan
24 Raja Baru
25 Keberanian dan keputusan
26 Jangan ragu akan dirimu!
27 Datang untuk kembali
28 Akibat salah perhitungan
29 Mirkav! Tolong!
30 Menggantung nasib
31 Musuh terkuat
32 Datang pada waktu yang tepat
33 Menemukan Jatidiri
34 Peluang terakhir
35 Menuju akhir
36 Equaterald
37 Bangkit dari keterpurukan
38 Melihat lebih jauh kedepan
39 Belajar untuk menerima
40 Bertindak sebagai Raja
41 Kedatangan 'mereka'
42 Datang dari tempat yang berbeda
43 Blair Desmond
44 Mencari cahaya dalam gelap
45 Mereka tidak berbahaya
46 Rindu disaat yang salah
47 Untuk terakhir kalinya
48 Seseorang yang tepat
49 Permintaan maaf
50 Permohonan
51 Mencari kepastian
52 Keputusan Blair
53 Misi pencarian
54 The Lord of Wrath
55 Semangat yang belum padam
56 Realita sebenarnya
57 Untuk Vivi
58 Gurun kematian
59 Kemenangan dan kekalahan
60 Pertaruhan
61 Pertaruhan: Final Battle
62 Memenuhi Takdir
63 Sebuah janji
64 Hari Terakhir
65 Beri aku tiga jam
66 Ruang dan waktu
67 Deja vu
68 Alasan dibalik keputusan
69 Sulit menjaga sesuatu
70 Panggilan
71 Pagi yang Cerah
Episodes

Updated 71 Episodes

1
Sore yang Dingin
2
Main yukk!
3
Mengingat masa lalu
4
Setelah Vivi pulang
5
Masih penasaran
6
Semuanya terlihat begitu nyata
7
Tak seindah yang terlihat
8
Gara gara Pak Gus
9
Zanetti | ittenaZ
10
Kejutan Pertama
11
Tekad yang sudah bulat
12
Misi Pertama: Lynden
13
Misi Pertama: 4 Kerajaan
14
Sekutu lama
15
Saatnya mengukir sejarah baru
16
Diluar Rencana
17
Dilema Hebat
18
Pilihan Terakhir
19
Bersatu!
20
Perjalanan menuju Lynden
21
Gerbang utama
22
Battle of Lynden
23
Ini bukanlah kemenangan
24
Raja Baru
25
Keberanian dan keputusan
26
Jangan ragu akan dirimu!
27
Datang untuk kembali
28
Akibat salah perhitungan
29
Mirkav! Tolong!
30
Menggantung nasib
31
Musuh terkuat
32
Datang pada waktu yang tepat
33
Menemukan Jatidiri
34
Peluang terakhir
35
Menuju akhir
36
Equaterald
37
Bangkit dari keterpurukan
38
Melihat lebih jauh kedepan
39
Belajar untuk menerima
40
Bertindak sebagai Raja
41
Kedatangan 'mereka'
42
Datang dari tempat yang berbeda
43
Blair Desmond
44
Mencari cahaya dalam gelap
45
Mereka tidak berbahaya
46
Rindu disaat yang salah
47
Untuk terakhir kalinya
48
Seseorang yang tepat
49
Permintaan maaf
50
Permohonan
51
Mencari kepastian
52
Keputusan Blair
53
Misi pencarian
54
The Lord of Wrath
55
Semangat yang belum padam
56
Realita sebenarnya
57
Untuk Vivi
58
Gurun kematian
59
Kemenangan dan kekalahan
60
Pertaruhan
61
Pertaruhan: Final Battle
62
Memenuhi Takdir
63
Sebuah janji
64
Hari Terakhir
65
Beri aku tiga jam
66
Ruang dan waktu
67
Deja vu
68
Alasan dibalik keputusan
69
Sulit menjaga sesuatu
70
Panggilan
71
Pagi yang Cerah

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!