HALIM
“Permisi,”
Pintu rumah Rijal pun kebukak tapi bukan Rijal yang bukain, melainkan adeknya si Rijal, kalo gak salah namanya Fadhil. Fadhil pun langsung nyuruh kami buat masuk dulu, katanya sih kakaknya ada di dalem. Pas kami bertiga masuk ke rumah Rijal, eh..adeknya malah langsung ngacir pergi main katanya.
Mentang mentang kakaknya udah ada yang ngawasin langsung ditinggal aja sama adeknya.., parah.
Di dalem rumah, kami langsung nyari Rijal yang gak ada di mana-mana, soalnya kami gak dikasih tau sama Fadhil yang langsung pergi.
"Meow.."
Halah, bukannya ketemu Rijal, malah ketemu kucingnya Rijal. "Hussh! pergi cing!"
"Ngapain diusir Lim.., lucu lho..," Kata si Vivi.
"Yang lucu kucingnya apa Rizal?" Akbar boleh juga becandanya.
Muka Vivi langsung merah.
"Hahaha,"
...
Udah 5 menit nyari, akhirnya kami nemu si Rijal yang ternyata lagi masak di dapurnya.
Pantes aja dari tadi dipanggil gak denger denger, ternyata Rijal lagi pake earphone. “WOI! Dipanggil panggil ternyata lagi enak enak dengerin musik sambil masak,”.
“Hehe, iya iya maap,” Kata si Rijal setelah Gue panggil dia dari deket. Rijal pun ngelepas earphone nya. “Kalian kesini mau ngapain? main lagi nih?” Tanya si Rijal.
“Iya zal! Mau mai--,”
“Sssst..gimana sih Bar?! Orang lagi sakit malah di suruh main,” Kata Gue kepada si Akbar.
“Hehe, gak papa kok kalo mau main, Gue juga udah mendingan nih,” Ucap si Rijal dengan senyum polosnya.
Gue pun ngingetin si Rijal kalo gak usah maksain main, nanti yang ada malah tambah sakit. Tapi si Rijal ngomong kalo dia bener bener dah mendingan.
“Beneran dah sehat kan Zal?” Tanya Vivi kepada Rijal yang berdiri di samping Gue.
Si Rijal pun njawab iya. "Iya.., aku dah mendingan kok..,"
Begitu si Rijal ngejawab kalo dia beneran dah sehat, tiba tiba si Vivi langsung dorong badannya si Rijal sampe ke dinding.
Ternyata Vivi cuman mau meluk Rizal.
Loh..loh.., ada apaan nih tiba tiba Vivi meluk Rijal?
“Maafin aku ya Zal, gara gara semalem kamu jadi sakit..,” Kata Vivi sambil memeluk Rijal.
“Eh..udah gausah dipikir Vi, sante aja, hehe.” Ucap si Rijal.
Hah? Vivi minta maaf karena kejadian semalem? Habis ngapain semalem? “Bentar bentar, ini sebenernya ada apa ya? Kok Gue bingung, ngapain lu minta maap Vi?” Tanya Gue ke mereka berdua. Gue penasaran apa yang sebenernya terjadi tadi malem.
“E..Anu., semalem--,”
“Semalem Gue nganterin Vivi pulang ke rumahnya sambil kehujanan..,” Sebenernya tadi yang mau ngejawab tuh si Vivi tapi langsung di potong sama Rijal.
Rijal pun ngelanjutin penjelasannya. Katanya, kemarin malem pas hujan deres setelah dia nelpon keadaan Gue sesaat setelah semuanya pada pulang.., Rijal terus nelpon si Vivi tapi gak diangkat angkat angkat. Karena khawatir, Rijal pun nelusurin jalan ke arah rumahnya Vivi, bener aja ternyata Vivi kejebak di halte bus. Terus Rijal pun nganterin Vivi pulang.
Tapi pas Rijal mau balik ke rumahnya, jaketnya Rijal ketinggalan di tempat Vivi yang bikin si Rijal kedinginan dan masuk angin. Begitu sih inti ceritanya Rijal.
Oh ternyata kemarin pas Gue, Akbar, dan Vivi pulang.., si Rijal langsung nelponin Gue dan yang lain karena khawatir kenapa napa di jalan soalnya hujannya emang deres banget semalem, Rijal emang perhatian banget ya orangnya. “Oh begitu ceritanya, maap Gue gak tau hehe,”
Pantesan si Rijal gak mau ngasih tau kalo dia lagi sakit, dia kayak udah tau kalo Vivi bakal ngerasa bersalah, dan beneran terjadi saat ini.
…
RIZAL
Walaupun sebenarnya aku masih tidak begitu sehat, tapi aku tidak mau terlihat lemah dihadapan teman temanku. Aku harus bertindak seperti aku biasanya. “Gimana nih? Mau main apa mau pulang? Hehe,”.
Mereka bertiga terlihat berpikir sebelum menjawab pertanyaanku. Namun dengan cepat Akbar menjawab kalau dia ingin bermain disini.
“Yaudah kalo mau main, Gue mau masak sebentar, kalian duduk dulu aja di ruang tamu,”.
Meski pada awalnya mereka terlihat sungkan, tapi aku tahu sebenarnya mereka ingin lebih lama lagi di rumahku.
Akupun menuju dapur untuk memasak makanan kecil-kecilan.
Setelah selesai memasak makanan, aku langsung menghampiri teman-temanku yang sudah lebih dahulu berada di ruang tamu.
Saat aku tiba, aku melihat teman temanku sedang duduk di sofa sambil memegang sebuah surat yang ada pada masing masing tangan mereka bertiga.
“Lagi pada ngapain nih? Surat apaan tuh?”
Aku bertanya apa yang mereka ingin lakukan dengan surat ditangan mereka.
“Lah justru kita yang harusnya nanya Zal..,” Kata Akbar, “Barusan kita liat di meja ada banyak surat, yaudah kita liat liat, tapi gak kita buka kok.”
Surat? Di meja ruang tamu? “Coba sini Gue liat suratnya..,”
Akbar, Halim, dan Vivi pun menyerahkan surat surat yang mereka temukan kepadaku, totalnya ada tiga bungkus surat. Sepertinya aku pernah melihat surat ini, tapi dimana?
Lantas aku pun membuka ketiga surat ini. Teman temanku yang penasaran melihat dengan seksama surat yang ku keluarkan isinya.
Setelah mengambil isi surat dan membacanya, ternyata ada salah satu surat ini yang pernah kubaca sebelumnya, yaitu surat pertama yang diberikan Pak Gus kepadaku sekitar sepuluh hari yang lalu.
Setelah aku membaca dua surat lainnya, aku menyadari jika ketiga surat ini saling berhubungan, di mana surat pertama menyuruhku untuk membuka hadiah dari tetanggaku yaitu Pak Gus, kemudian surat kedua juga sama saja, tapi didalamnya tertulis jika aku tidak mau membukanya maka biarlah orang lain yang membukanya. Surat kedua ini nampaknya adalah surat yang diberikan kepadaku dua hari lalu saat aku berteduh di sebuah toko tua.
Dan surat terakhir.., bungkusnya sama dengan yang aku lihat kemarin malam sebelum aku tidur, isinya seolah olah orang yang mengirim surat ini tahu kalau aku sudah membuka hadiahnya.
Dari ketiga surat yang sudah kubaca, ada sebuah kalimat yang tidak kupahami pada surat kedua, kalimatnya bertuliskan ‘Datanglah kemari pada saat yang tepat, Equaterald menunggumu disini’
“Maksudnya apaan sih ini?” Tanya Halim.
“Iya..aku gak paham,” Vivi juga.
“Dari siapa lu dapet surat ini?” Begitu pula dengan Akbar.
Mereka bertiga ternyata dari tadi menyimak ketiga surat yang sedang kubaca. Aku mengatakan kepada mereka jika surat surat ini diberikan oleh tetanggaku, yaitu Pak Gus. Aku memberitahu mereka jika dia sering memberiku surat surat semacam ini.
“Pak Gus lagi? Kok kayak sering banget sih orang itu ketemu sama lu Jal?” Ucap Halim.
“Gak tau.., Gue juga jadi lebih sering ketemu Pak Gus belakangan ini,” Ucapku, “Tapi, asal kalian tau aja, harusnya surat surat ini ada di kamar Gue lho..kok tiba tiba ada disini?” Heranku.
Teman temanku juga hanya menggelengkan kepala mereka seperti tidak mengerti.
Aku kembali membaca kalimat terakhir pada surat ketiga, ‘Datanglah kemari pada saat yang tepat, Equaterald menunggumu disini’ Aku terus memikirkan kalimat itu. Dan sepertinya aku menyadari sesuatu, "Vi.., kemaren kamu sempet baca salah satu kata di peta itu kan?" Tanyaku kepada Vivi.
"Iya Zal.., seingetku ada tempat yang namanya.. E..Equ.. Equaterald! Nah..iya itu!" Jawab Vivi.
Equaterald? Namanya sama seperti yang tertulis di surat kedua yang diberikan Pak Gus dua hari lalu.
Sebentar.., aku merasa ada yang aneh dengan ketiga surat ini. Aku bahkan baru membuka ketiga surat ini sekarang.
Aneh... kenapa surat dari Pak Gus lebih mengetahui tentang peta itu?
“PETANYA!!” Pasti ketiga surat ini berhubungan dengan peta yang aku dan teman-temanku buka kemarin.
…
Bagaimana bisa surat ini mengetahui nama tempat di peta ini sebelum aku mengetahuinya? Ya, nama tempat yang kumaksud adalah Equaterald, nama yang disebutkan Vivi semalam sesaat setelah peta di buka.
Sementara itu, surat ini sudah aku dapatkan dua hari yang lalu. sehari sebelum aku mengetahui apa isi dari hadiah Pak Gus. Bagaimana ini bisa terjadi?
Aku berlari menuju pekarangan rumahku dimana kemarin malam Akbar menjemurnya.
Aku mengambil peta itu dengan tanganku, menggenggamnya seolah kenangan kelam masa itu sudah tidak menggangguku lagi.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Luqman Hakim
makasih thor..😊
2022-09-01
3
?????
mampir lagi
2022-09-01
2