RIZAL
Perasaan tidak enak menyelimuti ku. Melihat teman-temanku sudah menungguku tapi aku malah masih mandi. Setelah memakai baju, aku langsung bergegas menemui mereka dibawah.
“Sorry ya, pasti lama ya nunggu Gue mandi?” Tanyaku dengan perasaan tidak enak.
“Gak papa kok. Aku baru aja dateng sama si Halim dan Akbar,” Jawab Vivi.
“Syukurlah, Gue kira dah pada lama nungguin. Gue kan jadi gak enak,”
“Sante aja kali,” Jawab mereka bertiga serentak.
“Hehe, yaudah yok..mau maen apaan nih?” Tanyaku kepada teman temanku.
“GDA VII aja Jal, kaya biasanya,” Usul Halim yang ingin bermain video game. Namun Vivi dan Akbar berkata ingin bermain permainan papan.
Aku pun memutuskan untuk bermain permainan papan. Halim terlihat kecewa, namun aku berkata kepada Halim kalau bermain video game bisa di lain kesempatan. Saat sedang ada Vivi dan Akbar disini ,ada baiknya bermain permainan yang diinginkan mereka juga.
Setelah bisa menerima keputusan, akhirnya Halim juga memutuskan untuk ikut bermain permainan papan.
“Tapi kita mau main apaan nih? Emangnya lu punya permainan papan Jal?” Tanya Halim.
“Iya nih, aku pengen main monopolo, dah lama gak main, hehe,” Ujar Vivi.
“Iya..monopolo boleh juga,” Sahut Akbar.
“Iya iya, gampang..Gue punya banyak kayak begituan, bentar ya..Gue ambil kotak mainan di kamar Gue,” Ujarku. Setelah itu, aku pun naik ke kamarku dan mengambil kotak dibawah kasurku.
…
Setelah sudah sampai di ruang tamu, aku membuka kotak mainan lamaku dihadapan teman temanku yang sudah penasaran. Namun betapa kagetnya aku melihat semua mainan lamaku serta beberapa permainan papan yang seharusnya aku miliki sudah tidak ada di kotak ini.
“Mana Jal? katanya punya banyak, kok gak ada apa apa?” Tanya Halim yang nampak sedang menggeledah isi kotak mainanku. Vivi dan Akbar juga nampak kecewa. Aku juga benar benar kaget, padahal tadi saat aku meletakan hadiah Pak Gus disini masih ada macam macam permainan.
“Eh bentar, ini ada satu nih, hehe asik dapet satu!"
Halim mengambil sesuatu dari dalam kotak. Saat Halim mengeluarkan benda yang dia ambil aku terkejut karena benda yang dimaksud Halim adalah hadiah pemberian Pak Gus dulu.
“Apaan nih Jal?” Tanya Halim sambil melihat lihat hadiah Pak Gus.
“Eh..jangan dibuk--,”
KREEEK!
DUAAAR!
...
Baru ingin aku peringatkan, namun Halim sudah menyobek bungkusannya. Bersamaan dengan suara guntur yang tiba-tiba menggelegar.
Setelah terbuka, Halim mengambil isi hadiah itu.
“Loh..kok malah buku?” Halim nampak keheranan. Bukan hanya Halim, Vivi, Akbar, bahkan aku juga heran.
Ternyata isinya buku? Aku baru tahu.
Teman temanku heran karena buku itu nampak bukan seperti permainan, sedangkan aku heran karena ternyata hadiah dari Pak Gus adalah sebuah buku, tidak seburuk yang kupikirkan selama ini.
“Kok bukunya gak bisa dibuka sih? lengket banget cuy halamannya.,” Ucap Halim yang sedang mencoba membuka lembaran buku itu.
“Bentar bentar, coba Gue liat,” Celetuk Akbar sambil mencoba meminta buku itu dari Halim.
Setelah mendapat buku itu, Akbar menggunakan kuku jarinya untuk membuka lapisan kertas pada buku itu. Dan bagian tengah buku itu berhasil dibuka.
“Ohh, ini mah gara gara bukunya udah lama banget kertasnya jadi pada nempel,” Kata akbar sambil memberikan kembali buku itu kepadaku, “Ini lu rendem aja pake air anget, habis itu buka pelan pelan. Kalo udah kebuka semua.., nanti dijemur dulu sampe kering lagi.., sana cepetan Zal,”
“GAK!!”
Aku reflek berteriak saat Akbar memberiku buku hadiah Pak Gus. Akbar terlihat kaget dengan reaksiku.
“Kenapa lu Zal? Kok kayak takut gitu?” Tanya Akbar yang berdiri didepanku, dia masih mencoba memberikan buku itu kepadaku.
“E..E..Enggak kenapa kenapa..kok, hehe,”
“Gak papa gimana? Kamu tuh sampe keringetan gitu lho Zal..,” Ucap Vivi sembari mengulurkan kepadaku sapu tangan miliknya.
“U..Udah ya..mending.. Gu..Gue ambilin air anget nya terus lu bisa rendem itu bukunya ya Bar,”
Aku langsung pergi menuju dapur untuk mengambil air yang hangat. Tanganku gemetaran saat menuangkan air hangat kedalam ember. Sebenarnya aku masih trauma dengan Hadiah yang diberi Pak Gus.
...
Setelah membawa ember berisi air hangat, aku langsung kembali menuju ruang tamu. Akbar pun merendamnya di air hangat yang telah kusiapkan dan membuka halamannya satu persatu.
Setelah di buka oleh Akbar dan Halim, hal yang membuatku dan yang lain terkejut adalah ternyata itu bukanlah sebuah buku. Melainkan sebuah peta yang dilipat dan dimasukan kedalam sampul buku.
“Wah wah, peta apaan nih?” Tanyaku.
"Loh? kamu sendiri kok gak tau Zal?" Tanya Vivi.
“Wih peta harta karun nih bro!” Celetuk Halim.
“Sok tau lu,” Sahut Akbar kepada Halim.
Saat Halim dan Akbar sedang berdebat, kulihat Vivi masih fokus kepada petanya. “Eh liat nih guys, di peta ini nama tempat tempatnya kaya di daerah Eropa!” Kata Vivi bersemangat, “Nih, Tapi kok aku belum pernah denger nama tempat ini kayak gini ya? apa nih tulisanya? E..Equa..Equaterald? Nama tempat di mana nih?” Tanya Vivi sambil mengacak acak rambutnya.
“Iya nih, seumur-umur maen ke luar negeri, Gue belum pernah ke tempat namanya beginian. Bahkan belum tau,” Sahut Akbar dengan wajah bingung.
“Udah nanti aja cari tahunya. Gue jemur dulu aja” Kata Halim sambil membawa peta itu ke halaman rumah.
Namun karena dijemur pada malam hari, waktu yang dibutuhkan untuk menjemur peta itu lebih lama dari perkiraanku. Sekarang waktu menunjukan pukul 8 malam. Beberapa jam sudah kami lalui dengan bermain video game kesukaan Halim.
“Wah ternyata seru banget game nya, btw lama bener keringnya tu peta,” Kata Akbar sambil meregangkan tangannya keatas.
“iya nih lama. Pulang aja kali ya?” Sahut Halim.
DUAAAR!
Sambaran petir semakin meningkat frekuensinya.
“I..Iya ya, lama juga. Besok habis pulang sekolah pada ke sini lagi b..boleh kok,” Tawarku kepada yang lain.
"Lagian kayaknya udah mau hujan.., mendingan pada pulang."
“Boleh zal?!” Jawab Vivi dengan antusias. “Seru juga ya main ke sini hehe.”
“Ya iya lah, makanannya Rijal enak enak hahaha!” Ucap Halim diikuti tawa.
“Hehe makasih, tapi maap yak, mainan Gue ilang semua, jadinya Akbar sama Vivi gak enak deh mainnya hehe,” Kataku sambil memandangi peta yang sedang di jemur di luar.
“Nggak kok Zal, kalo aku sih tetep seneng kok main ke rumahmu,” Ujar Vivi.
“Iya kok Zal, Gue juga seneng akhirnya bisa main GDA VII,” Sahut Akbar.
Aku senang jika teman temanku senang.
“Eh iya lupa! ceritain Zal tentang peta itu! kenapa sih lu kayaknya benci sama tu peta? emangnya salah apa peta itu ke elu Zal? Kok kayaknya lu gak suka sama tuh peta?” Tanya Akbar menyambung perkataannya.
Gawat.., Akbar masih ingat pertanyaannya tadi. Apakah aku benar benar harus menjawab agar mereka tidak penasaran lagi?
“Iya nih Gue juga pengen tau, sejak kapan kok bisa sampe kertasnya nempel semua begitu? ceritain lah..,” Halim juga bertanya kepadaku.
Aku menghela napas dan berkata, “Gue dapet itu pas pesta ulang tahun Gue yang ke sepuluh dari salah satu tetangga Gue yang bisa di bilang agak gila, Pak Gus namanya..,” Aku mulai menceritakan kejadian bagaimana aku bisa menemukan peta itu.
Vivi, Halim, dan Akbar mendengarkanku. sambil duduk di sofa ruang tamu, aku mulai bercerita awal mula aku membenci Hadiah yang diberikan Pak Gus. Namun disaat aku memberitahu nama tetanggaku ini, Halim dan Vivi seperti sudah mengenal tetanggaku ini.
“Pak Gus? Dia mah emang sering keliaran di daerah rumah Gue Jal! emang agak miring sih orangnya,” Ucap Halim.
“Iya, aku juga tahu Pak Gus dari temen temenku yang rumahnya deket sini, orangnya agak gendut kan?” Ujar Vivi.
Ternyata Pak Gus sering berkeliaran kemana mana. Aku sedikit terkejut ternyata Pak Gus sudah banyak dibicarakan orang orang. Walau Halim dan Vivi sudah tau, namun sepertinya baru kali ini Akbar mendengar nama Pak Gus, memang tempat tinggal Akbar cukup jauh dari sini.
“Semuanya dimulai sehari setelah Hadiah itu diberikan kepadaku..,”
...
Setiap orang pasti punya masa lalu yang tidak akan dia lupakan, hal itu juga terjadi padaku. Setiap anak kecil yang diberi hadiah pasti akan merasa senang, aku pun juga demikian, namun bukanya rasa kesenangan yang kudapatkan di saat menerima hadiah ulang tahun dari Pak Gus tujuh tahun yang lalu, di saat ulang tahunku yang ke sepuluh.
Aku mulai menceritakan kisah masa kecilku setelah mendapatkan hadiah Pak Gus kepada teman-temanku. Semuanya berjalan tidak seperti yang kuharapkan, masa kecilku tidak seindah yang dikira.
“Dulu tuh sebenernya Gue suka suka aja dikasih hadiah ini sama Pak Gus, Gue sering banget mau ngebuka hadiah Pak Gus, tapi tiap sesaat sebelum Gue mau ngebuka bungkusan kadonya.., Gue selalu dapet kabar buruk tentang orang yang Gue kenal,”
“Hah? Dapet kabar buruk gimana?” Halim bertanya kepadaku.
Aku pun menjawab Halim dengan melanjutkan perkataan ku. Aku menyebutkan jika dulu saat pertama kali aku mencoba membuka kado dari Pak Gus, tepatnya sehari setelah ulang tahunku, tiba tiba saja ayahku terjatuh di depanku dan mengerang kesakitan di dadanya, dan setelah di bawa ke rumah sakit, dokter yang merawatnya bilang bahwa ayahku terkena serangan jantung hingga harus dirawat beberapa minggu.
Mendengar ucapanku, Halim, Vivi, dan Akbar berkata kalau itu mungkin saja sebuah kebetulan.
“Kebetulan? Huh..bukan kebetulan namanya kalo lebih dari sekali kan?” Aku membantah pernyataan mereka jika peristiwa itu hanya kebetulan.
Semuanya terkejut mendengar ucapanku barusan. Aku melanjutkan bahwa setelah kejadian Ayahku, aku kembali ingin membuka hadiah Pak Gus lagi. Kali ini kabar buruknya kembali datang dari keluargaku.
“Yang kedua terjadi pas awal masuk SMP..Kakek Gue meninggal.., kejadiannya tepat sebelum Gue mau ngajak kakek buat buka kado ini bareng bareng.., Gue syok banget waktu itu..,”
Air mata mulai menetes di saat aku kembali mengingat waktu dimana semua hal buruk terjadi ketika aku menggengam hadiah ini.
“Maap Jal, Gue gak tau bakal sampe kayak begini,” Halim memegang pundakku dengan lesu.
“Gak papa Lim,” Aku mengusap air mata yang ada di pipiku, “Ditambah lagi.., baru baru ini Gue juga diputusin sama pacar Gue.. pas anniversary Gue sama dia.., padahal Gue baru mau ngasih hadiah yang dikasih Pak Gus ke dia,” Ucapku. “Masih banyak hal sial yang Gue dapet dari kecil.., Gue udah gak ngerti lagi.., mau Gue buka atau Gue buang juga tetep aja sama sama ngebawa sial buat Gue,” Tambahku.
“Maap Jal Gue malah jadi ngingetin lu ke hal sedih,” Ucap Halim.
“Iya nih Zal, Gue juga sama,” Celetuk Akbar.
“Gak papa kok, Gue juga tau masa lalu gak boleh diinget inget terus,”Ucapku sembari merangkul Akbar dan Halim.
“Yang sabar ya Zal, kita semua ada di sini buat kamu,” Ujar Vivi dengan matanya yang berkaca kaca.
“Dah dah, pulang dulu yok, besok lagi ya Zal. Gue ada urusan habis ini soalnya, maap yak.., Gue jadi gak enak sama lu,” Kata Akbar. Kemudian Akbar pun pamit dan pulang terlebih dahulu.
“Woi Bar, tunggu Gue.., eh jal Gue juga duluan ya! maap dah ngerepotin!” Halim pamit pulang sambil tergesa gesa.
Di saat Akbar dan Halim sudah keluar dari rumahku, Vivi masih duduk di ruang tamu. Sebenarnya aku masih ingin menjemput adikku pulang karena sudah malam, “Yaudah deh Vi, aku juga mau nyariin adekku. Dah malem nih, mending kamu juga pulang deh,” Kataku kepada Vivi yang masih duduk.
“O..Oke zal…, Eh zal..,” Vivi memanggilku.
“Apa? Kenapa manggil?” Tanyaku sebelum aku membereskan sisa sisa makanan dan minuman yang kami minum tadi.
“Anu.., aku bantuin ya beres beresnya hehe” Kata Vivi sambil tersenyum.
“Oh boleh boleh,” Aku dan Vivi kemudian membereskan sisa-sisa makanan, kami juga sempat berbincang-bincang cukup lama. Setelah selesai Vivi kemudian pamit pulang.
“Udah jam sembilan nih, aku pulang dulu ya..dadah!" Vivi melambaikan tangannya kepadaku.
"Iya.., ati-ati ya.., dah mau hujan nih..,"
...
Setelah teman temanku pulang, aku segera menjemput Fadhil yang masih main di rumah temannya hingga larut malam. Memang Fadhil suka seenaknya sendiri kalau sedang bermain. Darimana sih Fadhil mendapat sifat seperti itu? Heran.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
?????
semangat 45 thor 😁
2022-08-30
2