NovelToon NovelToon

Negeri Equaterald: Langkah Pertama

Sore yang Dingin

RIZAL

Berteduh dari hujan di halte bus pinggir kota Jakarta. Bus yang kutunggu tak kunjung datang. Angin dingin bertiup membuatku ingin tidur setelah lelah bersekolah sedari pagi. Sudah hampir satu jam aku menunggu, dan aku berpikir busnya tidak akan datang. Aku pun pulang berjalan kaki menyusuri jalanan pinggir kota yang sepi karena hujan. Menggigil menahan dinginnya udara di sore ini.

Saat tubuhku sudah kelelahan, tampak sebuah toko tua di ujung jalan yang sepi. Karena diriku sudah tidak kuat lagi berjalan pada dinginnya udara di luar, aku pun memutuskan untuk masuk ke toko itu dan mengeringkan diriku serta celanaku di sana sambil menunggu hujan reda.

Didalam toko tua berdinding kayu itu aku berteduh. Mataku menerawang kearah jalan raya yang sepi karena sedang diguyur hujan. Hanya nampak seseorang bertubuh tambun yang sedang hujan-hujanan di tengah jalan raya. Dari caranya menari aku sudah tahu kalau orang itu adalah tetangga gilaku yaitu Pak Gus. Sudah berkali-kali di rehabilitasi namun tetap saja dia tidak sembuh sembuh. Aku sampai heran, sebenarnya tetanggaku ini benar benar gila atau tidak?

Baru sebentar aku melamun, namun Pak Gus sudah menghilang dari jalan raya, cepat sekali dia menghilangnya.

WOOAAH!!

Di saat mataku tertuju pada jalan raya, tiba tiba seseorang sudah duduk disampingku.

“Hayoo.., nyari apa hayoo??” Dengan suara yang khas, orang ini berbicara kepadaku. Bajunya basah kuyup seperti sehabis di guyur hujan.

Perlahan mataku mulai mengenali orang ini, senyum konyol di wajahnya sudah cukup bagiku untuk mengetahui siapa orang ini. Ya, siapa lagi kalau bukan Pak Gus.

Sesaat kemudian Pak Gus berdiri menghadapku dan memberiku sepucuk surat, “Saya, Kapten Gus.. memberikanmu surat dari sang Raja, harap segera di baca,” Ucap Pak Gus sambil memberiku surat yang dia maksud, “Dengan ini aku rasa tugas kapten Gus sudah selesai.., permisi Rizal, Raja sudah menungguku,” Tambah pak Gus. Begitu dia menyerahkan sebuah surat, dia langsung berlari menyebrangi jalan raya hingga kemudian masuk ke pemukiman warga.

“Apa apaan sih Pak Gus, gak jelas banget,” Gumamku. Surat yang Pak Gus berikan barusan hanya aku masukkan kedalam tasku.

Sebenarnya beberapa hari lalu aku mendapat surat semacam ini dari Pak Gus, isi suratnya hanya untuk menyuruhku segera membuka bungkusan hadiah Pak Gus, tapi apapun yang terjadi, aku tidak akan mencoba membuka hadiah itu lagi.

Beberapa menit berlalu, Aku kemudian meneruskan perjalanan pulangku karena hujan sudah mereda.

Saat diriku sedang berjalan, aku merasakan goncangan seperti gempa. Aku berhenti sejenak untuk memastikan tidak ada gempa susulan. Ketika keadaan sudah kurasa aman, aku melanjutkan langkahku. Belakangan ini gempa sering terjadi, aneh sekali.

Setelah sepuluh menit berjalan, akhirnya aku sampai ke rumahku.

“Ayah, Ibu..Rizal pulang.”

Ya, Rizal adalah namaku. Nama lengkap ku adalah Rizal Damardjati. Sekarang aku sedang bersekolah pada salah satu SMA Negeri di Jakarta. Di Sekolahku, aku murid yang cukup pandai. Aku selalu menjaga posisiku di 10 besar rangking kelas. Tahun ini adalah tahun keduaku berada di SMA. aku berharap setelah lulus aku bisa mendapat beasiswa dan kuliah di perguruan tinggi supaya dapat meringankan beban orangtuaku.

“Ayah sama ibu belum pulang kak,” jawab adik laki laki ku.

Adikku bernama Fadhil Candelabra biasa dipanggil Fadhil. Dia sekarang sudah kelas 6 SD, kelulusanya tinggal menunggu bulan. Nama Candelabra sendiri diambil orang tuaku dari nama pohon langka di Brazil. Selain adikku, namaku juga terinspirasi dari pohon damar yang semakin langka di Indonesia.

Kedua orang tuaku memang bekerja di Badan Perlindungan Tanaman Nasional. Mungkin mereka menamai anaknya dengan nama tanaman agar jika tanaman damar dan candelabra punah. Aku dan adikku akan tetap mengingatnya.

“O iya kakak lupa dil” Jawabku, “Tadi kerasa gempa gak Dil?” Sambungku.

“Gempa? Gak kerasa tuh,” Jawab Fadhil.

"Masa sih?"

Tidak salah jika Fadhil tidak merasakan gempa. Gempa tadi memang tidak terlalu besar.

“Sampe kapan sih kak ayah sama ibu perginya, dari kemarin kok belum pulang?” Tanya Fadhil.

“Ayah sama ibuk lagi ada tugas di luar kota Dil, katanya 5 hari lagi baru pulang,” Jawabku.

Kedua orang tuaku memang selalu sibuk. Mereka berangkat kerja mulai pukul lima pagi dan pulang pukul delapan malam setiap harinya. Belum lagi jika ada tugas di luar Daerah, mereka bisa tidak pulang berhari hari.

“Hah? Pergi lagi? Bukanya baru bulan kemarin Ayah sama Ibu pergi?” Kata adikku sambil mengerutkan dahinya keheranan.

Memang sulit bagi Aku dan Fadhil untuk bisa menghabiskan waktu bersama ayah ibu. Jika bisa bertemu setiap malam saja rasanya sudah senang sekali.

“Udah..gak papa. Kan ayah ibu kerja juga buat kita dek,” Kataku sambil menepuk-nepuk pundak Fadhil.

“Iya, Fadhil tau,”

Di rumahku saat ini, hanya ada aku dan Adikku, serta kucing peliharaanku, "Chiko.., ck..ck..ck..puss..,"

Aku sangat senang memiliki peliharaan yang selalu bisa menemaniku kapanpun.

...

“Kak, Fadhil laper! Makan di luar ayo!” Kata Fadhil sambil menarik tanganku.

“Kakak masakin aja dil, sebentar kok masaknya,” Ucapku yang masih duduk melepas lelah.

“Nggak.., Adek bosen, pengen makan di luar!” Teriak Fadhil. Nampaknya Fadhil sangat ingin makan diluar.

“Iya deh,bentar ya, tak ganti baju dulu sabar.” Kataku sambil menahan diri dari tarikan tangan Fadhil.

Setelah ganti baju dan menaruh tasku. Kami pun pergi ke warung makan didekat SMA ku.

“Ini warung apa kak?” Tanya Fadhil.

“Ini Warteg Dil, kita bakal makan di sini,”

“Lah kok ke warteg kak? Adek maunya ayam MFC yang ada saos tomatnya!” Erang Fadhil yang tidak mau masuk Warteg.

“Aduh Dil, kalo keseringan ke MFC nanti uang yang dikasih ayah cepet habis, kalo dah habis nanti gabisa makan lho,” Kataku kepada Fadhil untuk meyakinkannya. Akhirnya Fadhil mau untuk makan di warteg.

Walau gaji orangtuaku cukup banyak, namun sejak aku SMP, kami harus tetap membayar hutang kakekku yang sudah meninggal, sangat besar setiap bulannya. Hingga membuat kami harus berhemat sampai hutang kakekku lunas.

Saat sedang makan tiba-tiba punggungku di tepuk oleh seseorang. Ternyata orang itu adalah si Halim, dia adalah teman kelasku di SMA.

“Wah ngagetin orang lagi makan aja lu lim, Gue kira siapa tadi,” Kataku sambil memegang dada yang kaget.

Nama lengkap Halim adalah Halim Perdana Kusuma. Tinggi tubuhnya 188 cm, sangat tinggi untuk ukuran orang orang Indonesia. Namanya memang sama seperti nama seorang pahlawan perjuangan. Dia bercita cita ingin menjadi seorang pilot pesawat tempur. Sama seperti pahlawan aslinya.

“Hehe, ya maap jal, gak tau Gue kalo lu lagi ngunyah,” Jawabnya sambil garuk-garuk kepala. "Lu sendiri aja jal?” Tanya Halim.

“Nggak, ini Gue lagi sama adek Gue. Fadhil namanya” Jawabku.

“Ohh, ini adek lu. Kok lu gak pernah cerita kalo punya adek?” kata Halim sambil merangkul Fadhi,. “Salam kenal yak, nama kakak Halim!”

Halim mencoba berkenalan dengan Fadhil, Tapi Fadhil masih malu malu dengan orang yang lebih tua darinya.

Apalagi Halim terlihat sangar dengan badannya yang besar dan berotot membuat Fadhil sedikit takut. Setelah itu kami makan bersama di warteg dan bertukar cerita hingga tak terasa waktu sudah menunjukan pukul delapan malam.

...

“Gue duluan ya lim, dah malem nih” kataku sambil menggandeng Fadhil.

“Oke bro, ati-ati di jalan” Jawab Halim sambil melambaikan tangannya.

Saat berjalan pulang, aku melewati gang tempat Pak Gus biasanya melakukan kegilaan. Semua anggapan bahwa Pak Gus gila datang dari gosip yang banyak beredar di masyarakat. Yang kutahu Pak Gus sebenarnya warga biasa pada umumnya. Namun karena sempat dinyatakan menghilang beberapa hari, Pak Gus menjadi berbeda setelah kembali kerumahnya dengan sendirinya. Mulai saat itu, warga sekitar sering melihatnya melakukan hal-hal aneh hingga menganggapnya gila. Sejujurnya aku merasa kasihan kepada Pak Gus, yang selalu dijauhi orang.

Namun tidak biasanya Pak Gus malam ini tidak ada di gang ini. biasanya dia berdiri bersandar di tembok gang.

Kemana Pak Gus?

Meski begitu, dengan tidak adanya Pak Gus membuat Fadhil menjadi tenang ketika melewati gang ini. Akhirnya Aku dan Fadhil sampai rumah sebelum pukul sembilan malam.

Setelah masuk ke rumahku, aku dan Fadhil masih menyempatkan untuk menonton film di televisi bersama sama. Hingga tak lama kemudian Fadhil terlelap tidur didepan televisi, dan aku pun menggendong Fadhil untuk aku tidurkan di tempat tidurnya. Setelah itu, aku juga naik menuju kamarku sendiri, belajar sebentar hingga mengantuk dan tertidur, itulah yang aku lakukan setiap harinya.

Keesokan harinya disaat aku bangun dari tidurku, aku tidak mendengar suara Pak Gus yang biasanya berteriak teriak. Aku membuka jendela dan melihat suasana pagi ini, sudah semenjak sore kemarin aku belum melihat Pak Gus lagi.

...

“KAKK..BUATIN ADEK SARAPAN!!” Teriak Fadhil dari lantai bawahku.

“IYAA!! SABAR DIL,” Sahutku.

Aku turun dan membantu menyiapkan perlengkapan sekolah Fadhil.

Setelah semua keperluan selesai, aku mengantarkan Fadhil terlebih dahulu ke sekolahnya sebelum aku menuju sekolahku.

...

Setelah sampai di sekolahku, seperti biasa aku langsung mencari Vivi, Vivian Alana nama lengkapnya. Dia adalah temanku sejak kecil. Sejak kecil aku selalu dekat dengan Vivi, dia cantik dan juga merupakan murid yang pintar dalam bahasa dan sastra, dan selalu menjadi peringkat 1 di kelas. Namun sayangnya pada ujian kemarin Vivi menurun menjadi peringkat 2.

Di kelas, aku duduk bersebelahan dengan Vivi. Entah mengapa teman temanku selalu salah sangka kalau aku adalah pacar Vivi, namun sebenarnya kami berdua hanyalah teman sejak kecil. Aku juga yakin kalau Vivi sudah punya pacar, tetapi dia tidak pernah membicarakannya kepadaku.

Di saat aku dan Vivi sedang duduk santai, dari sudut kelas aku melihat Halim yang menghampiriku membawa buku tulis dan pulpen.

“Hihihi, Vivi..liat PR-lu dong.., boleh gak?” Ucap Halim saat sampai didepan meja dengan senyumnya.

“Oke..,” Jawab Vivi.

Vivi mengeluarkan bukunya untuk diberikan kepada Halim. Setelah diberikan buku catatan Vivi, Halim langsung kembali ke mejanya dan mengerjakan PR yang belum sempat dia kerjakan. Vivi memang orang yang baik, menurutku terlalu baik.

KRRIIINGGG!!!

Setelah bel istirahat berbunyi, semua murid pergi ke kantin untuk membeli makanan tak terkecuali aku dan Halim.

“Eh Jal, nanti sekitar jam 6 Gue boleh main ketempat lu gak? Hehe,” Tanya Halim. Memang Halim hampir setiap minggu setidaknya sekali bermain ke tempatku.

“Boleh..boleh..,” Jawabku.

“Asekk, eh tapi Gue ngajak si Akbar sekalian ya.., kasian si Akbar gak pernah main haha,” Tambah Halim.

“Seriusan? Emangnya Akbar mau kalo diajak main?” Tanyaku.

Ngomong-ngomong soal Akbar, dia adalah salah satu murid yang cerdas. Dia lah satu-satunya murid yang mampu menggeser Vivi dalam peringkat kelas. Dia anak dari seorang pengusaha besar dari Surabaya. Perusahaan orang tuanya sudah ada hingga luar negeri. Selama ini Akbar selalu membayangi Vivi di peringkat 1. Ambisinya untuk menjadi peringkat 1 tidak perlu ditanyakan lagi. Mungkin karena dalam ujian kemarin dia mampu berada di peringkat 1, dia ingin sedikit bersantai.

“Yaudah deh kalo Akbar mau ikutan, mungkin dia kepengen main,” Tambahku.

Setelah selesai istirahat, kami kembali ke kelas untuk melanjutkan pelajaran terakhir hari ini.

KRRIIINGGG!!!

Bel Pulang sekolah pun berbunyi. Aku dan Vivi selalu ke perpustakaan terlebih dahulu sebelum pulang, sementara yang lain kebanyakan sudah pulang.

...

Disaat aku sedang membaca buku di perpustakaan, Vivi yang duduk disampingku bertanya kepadaku apakah dia juga boleh ikut bermain ke rumahku setelah ini.

“Loh kok kamu tau Vi?”

Aku penasaran, darimana Vivi tahu jika aku punya agenda bermain di rumahku.

“Iya..tadi dikasih tau Halim hehe,” Jawab Vivi.

Ternyata Halim yang memberitahunya. Tapi, Sudah lama Vivi tidak bermain ke rumahku. Seingatku terakhir kali dia main ke rumahku adalah saat SMP. Kenapa dia tiba-tiba ingin bermain ke rumahku lagi?

“Oh.., boleh-boleh, main aja gak papa,”

“Makasih Zal..!” Ujar Vivi dengan gembira.

Kami pun melanjutkan membaca baca buku yang ada hingga sekitar pukul 3 sore. Setelah itu, kami pun pulang.

...

“Aku pulang duluan ya Vi, mau nyiapin cemilan dulu nih hehe,”

Aku melambaikan tanganku kepada Vivi yang semakin menjauh dan menghilang di pertigaan jalan. Aku masih penasaran kenapa Vivi tiba-tiba ingin bermain ke rumahku sejak terakhir kali SMP. Aduh, kenapa tadi aku tidak menanyakan ini kepadanya?

VIVI

Lagi dan lagi diriku membuang kesempatan menyampaikan perasaan suka diriku kepada Rizal. Diriku ini memang payah. Sudah lama memang aku menyukai Rizal dan sifatnya yang baik hati, bersemangat dan tidak mudah putus asa. Aku masih ingat ketika Rizal menolongku dari seorang penculik saat kami masih SD, aku tidak akan melupakan saat itu. Namun entah mengapa Rizal selalu menganggapku sebagai temannya saja? atau mungkin hatinya sudah ada untuk orang lain?

Apapun itu setelah ini aku punya janji ingin bermain ke rumah Rizal. Aku sempat beranggapan Rizal akan keberatan, karena sudah lama aku tidak bermain ke rumahnya. Untungnya Rizal memperbolehkanku ikut. Sebaiknya aku segera pulang dan bersiap siap untuk pergi lagi menuju rumah Rizal. Ada hal yang perlu kukatakan kepadanya.

...----------------...

 

Main yukk!

RIZAL

Teman yang bermain ke rumahku biasanya hanya Halim. Namun kali ini Akbar dan Vivi ikut bermain. Tidak biasanya mereka bermain ke rumahku, bahkan untuk Akbar baru pertama kali akan bermain ke rumahku.

Dalam perjalanan menuju ke rumah, aku menyempatkan membeli berbagai macam camilan untuk teman-temanku nanti agar tidak bosan bermain di rumahku. Setelah membeli camilan, aku bergegas kembali ke rumah untuk bersih bersih karena biasanya Fadhil selalu memberantakan rumah saat aku masih sekolah.

Sesaat setelah menginjakan kakiku di rumah, aku langsung memanggil Fadhil untuk kuberitahu jika nanti malam teman-temanku akan datang.

“Dil.., Fadhil!” Teriaku.

“Apa kak?” Jawab Fadhil sembari menghampiri kamarku.

“Nanti jam 6 malem temen temen kakak mau ke sini. Nanti jangan rusuh ya! Awas aja kalo rusuh!” Aku memberitahu Fadhil dengan nada tinggi.

“Iya iya, kalo gitu nanti adek main ke rumah temen adek aja ya,” Jawab Fadhil.

“Nah pinter, mandi dulu sana. Habis itu gantian kakak,” Ucapku sambil mengacak acak rambut Fadhil.

Setelah Fadhil pergi ke kamar mandi, aku kemudian mempersiapkan snack-snack dan minuman untuk teman temanku. Tidak lupa juga membersihkan ruang tamuku.

...

"Chiko.. makan dulu sini..,"

"Meoww!"

...

Disaat sedang bersih bersih, aku melihat sebuah benda yang terletak di lantai. Pada bungkus benda itu tertulis, ‘untuk Rizal, selamat ulang tahun yang ke 10’.

Dari luarnya saja aku sudah tahu kalau ini adalah hadiah dari Pak Gus yang dia berikan kepadaku dulu waktu kecil.

Siapa yang meletakannya disini? Seharusnya benda ini ada di kolong kasurku. Pasti ini ulah Fadhil, padahal aku sudah menyuruhnya untuk tidak mengurusi barang barang pribadiku.

“DIILL! Ini kok barang kakak ada disini?! Kan udah dibilangin jangan ambil ambil sembarangan..,” Aku berteriak memanggil Fadhil dari ruang tamu.

“Ha??? Apa?” Jawab Fadhil dengan suara menggema dari dalam kamar mandi.

Benar juga, Fadhil tidak bisa mendengarku dengan jelas dari ruang tamu. “Gak jadi Dil..,”

“Ha?? Adek gak denger,” Sahut Fadhil kembali dari kamar mandi.

Sudahlah, lebih baik aku bertanya kepada Fadhil nanti saja. Lebih baik sekarang aku kembalikan saja benda ini ke kamarku. Aku pun meletakannya di kotak barang-barang milikku dikamar, aku menutup kotak itu rapat-rapat agar Fadhil tidak bisa membukanya lagi.

...

Sudah lebih dari setengah jam aku menunggu Fadhil mandi, Tapi Fadhil belum keluar juga.

“Ini bocah ngapain aja sih di dalem kamar mandi? lama bener,” Gerutuku.

Beberapa menit kemudian akhirnya Fadhil keluar dari kamar mandi. “Kak, adek dah selesai, kalo kakak mau mandi dah bisa,” Kata Fadhil saat masih mengeringkan tubuhnya dengan handuk.

“Lama banget sih dil mandinya?! Liat tuh dah jam berapa? Kalo temen temen kakak dateng terus liat kakak masih dakian kan gak lucu!” Ucapku sambil menunjuk jam yang menunjukan pukul 17:35.

“Ya udah makanya cepetan! Malah pake acara marah marah!" Jawab Fadhil dengan raut muka kesal, “Kalo masih marah, nanti pas temen kakak dateng bakal adek usir!”

“Loh..loh jangan gitu dong,” Ucapku panik.

“Yaudah iya, kakak mau langsung mandi aja deh. Kalo nanti ada yang dateng pas kakak lagi mandi, suruh duduk aja dulu ya,” Perintahku kepada Fadhil.

"Oke!!!" Jawab Fadhil.

HALIM

Pulang sekolah emang enaknya tidur dulu cuy. Kalo udah tidur gini, mata Gue rasanya seger banget gitu. Badan masih lemes gegara bangun tidur begini enaknya berendem air anget sih, biar bener-bener fresh haha.

Selesai mandi, Gue ngecek hp bentaran, eh kok notif nya banyak banget? Siapa nih? Pas Gue cek ternyata si Akbar nyepam Gue.

“Ngapain sih ni anak? Tumben nyepam Gue,”

Akhirnya Gue telpon si Akbar, siapa tau dia mau ngobrol penting.

TUUUT! TUUUT!

...

“Lah..kok malah gak diangkat sama si Akbar sih?!”

Maunya gimana sih ni anak, tadi nyepam Gue banyak banget, sekarang Gue telpon malah gak diangkat.

...

TING..TONG!

Sekarang malah tiba tiba ada tamu mencet bel rumah, mana Gue belum pake baju lagi.

“Bentar ya!!” Gue pun cepet cepet pake baju seadanya. Bodo amat warnanya pink.

Setelah pake baju Gue langsung bukain pintu, biar tamunya masuk dulu. Eh, bukanya tamu ternyata malah si Akbar yang nongol.

“Lah, ngapain lu kesini?”

“…”

si Akbar diem aja.

“Jangan diem aja woi,” Kata Gue.

“Lim, Gue dah di depan rumah lu dari tadi! Lu lupa ya janjian jam lima?!” Ucap Akbar ngegas.

Tapi dia langsung cekikikan begitu liat Gue pake baju pink.

“Ngapain janjian jam lima?” Gue masih bingung ngapain si Akbar nungguin Gue dari jam lima.

Gue masih nyoba nginget, emangnya Gue punya janji apa sama Akbar? dan setelah diinget inget Gue baru sadar kalo Gue ngajak Akbar buat ikutan main ke rumahnya Rijal habis ini. Gue juga lupa kalo malem ini mau main ketempat Rijal, hehe.

“Wah!! Maap bar, Gue ketiduran hehe. Bentar ya Gue siap siap bentaran,” Sumpah demi tuhan, Gue lupa kalo ada janjian ke rumah Rijal bareng si Akbar hari ini.

karena waktu yang semakin mepet, akhirnya Gue cuman sempet make jaket doang.

“Buset! cepet banget!” Kata si Akbar kaget liat Gue dah siap.

“Iyalah. Gue kalo siap siap mah gak lama,” Jawab Gue pake nada sombong.

“Lah berarti lu gak mandi?” Tanya si Akbar.

“Udah lah.., asal lu tau sebenernya dari tadi tuh Gue berendem air anget di kamar mandi, makanya Gue lupa kalo ada janjian..hehe,” Jawab Gue

“Wah parah lu” Ucap Akbar sinis.

“Biarin.., Yang penting kan sekarang dah berangkat,” Sahut Gue.

Dan setelah itu Gue sama Akbar langsung berangkat ke rumah si Rijal jalan kaki. Lumayan capek cuy, jalan setengah jam. Udah capek, bosen pula, sepanjang jalan si Akbar cuman baca buku terus, udah Gue ajak omong cuman hamm-hemm aja si Akbar. Gak lagi lagi deh Gue ajak si Akbar main lagi.

VIVI

Waktu menunjukan pukul enam, tapi aku baru mau sampai ke rumahnya Rizal. “Wah aku telat gak ya? Dah pada dateng belum sih?” Gumamku.

Selang beberapa menit aku akhirnya sampai ke rumah Rizal. Tapi sepertinya yang lain belum datang. Soalnya cuma ada 2 pasang sandal.

“Permisi.., Rizal” Sapaku dari luar. Namun belum ada jawaban. “Permisi Rizal, kamu ada di rumah gak? Riz--,” Belum sempat menyelesaikan ucapanku, tiba tiba pintu rumah itu terbuka.

Nampaknya yang membukakan pintu adalah adiknya Rizal. “Wah.., lucunya. Dek, kakak kamu ada gak?” Tanyaku kepada adik Rizal.

“E.., ada kok kak. Masuk dulu ya” Jawabnya sambil mempersilakanku masuk.

...

“Kakak lagi mandi, ditunggu aja ya. Aku mau main dulu…, dadah kak cantik hehe,” Kata adik Rizal sambil menutup pintu dan pergi dan meninggalkanku sendiri di dalam rumah Rizal.

“Waduh.., lagi mandi? oke oke, santai vi. Gak usah mikir lain lain,” Aku mencoba menenangkan diri.

“Eehh..Rumah Rizal gede juga ya, baru kali ini Aku main ke sini,” Kagumku.

Saat sedang melihat sekeliling, tiba tiba ada suara orang mengetuk pintu.

TOK TOK TOK…

“Siapa sih itu?” Karena penasaran aku kemudian membukakan pintu. Ternyata itu adalah Halim dan Akbar.

“Loh, dah sampe duluan kamu vi?” Tanya Akbar.

“I..Iya,” jawabku.

“Hayolo, kok cuman berdua sama si Rizal? Hehe. Tadi Gue ketemu adeknya Rizal, katanya kakak cantik dah dateng, hahaha,” Kata Halim sambil mencoba menjahiliku.

“Apaan sih, baru juga Aku dateng,” Ucapku dengan muka kesal.

Tiba tiba sebuah pintu didalam rumah terbuka. Dan ada lelaki yang keluar dari pintu itu.

“Dil? Fadhil.., udah ada yang dateng bel--” Suara orang dari pintu itu berhenti begitu melihat kami bertiga sudah ada dirumahnya.

“Oh, udah pada dateng toh. Tunggu ya Gue pake baju sebentar,” Nampaknya orang itu adalah Rizal, dia melanjutkan ucapannya dan kemudian menaiki tangga.

Dia sekarang hanya memakai celana pendek doang. Wah, pikiranku jadi kemana mana.

>~<

...----------------...

 

Mengingat masa lalu

RIZAL

Perasaan tidak enak menyelimuti ku. Melihat teman-temanku sudah menungguku tapi aku malah masih mandi. Setelah memakai baju, aku langsung bergegas menemui mereka dibawah.

“Sorry ya, pasti lama ya nunggu Gue mandi?” Tanyaku dengan perasaan tidak enak.

“Gak papa kok. Aku baru aja dateng sama si Halim dan Akbar,” Jawab Vivi.

“Syukurlah, Gue kira dah pada lama nungguin. Gue kan jadi gak enak,”

“Sante aja kali,” Jawab mereka bertiga serentak.

“Hehe, yaudah yok..mau maen apaan nih?” Tanyaku kepada teman temanku.

“GDA VII aja Jal, kaya biasanya,” Usul Halim yang ingin bermain video game. Namun Vivi dan Akbar berkata ingin bermain permainan papan.

Aku pun memutuskan untuk bermain permainan papan. Halim terlihat kecewa, namun aku berkata kepada Halim kalau bermain video game bisa di lain kesempatan. Saat sedang ada Vivi dan Akbar disini ,ada baiknya bermain permainan yang diinginkan mereka juga.

Setelah bisa menerima keputusan, akhirnya Halim juga memutuskan untuk ikut bermain permainan papan.

“Tapi kita mau main apaan nih? Emangnya lu punya permainan papan Jal?” Tanya Halim.

“Iya nih, aku pengen main monopolo, dah lama gak main, hehe,” Ujar Vivi.

“Iya..monopolo boleh juga,” Sahut Akbar.

“Iya iya, gampang..Gue punya banyak kayak begituan, bentar ya..Gue ambil kotak mainan di kamar Gue,” Ujarku. Setelah itu, aku pun naik ke kamarku dan mengambil kotak dibawah kasurku.

Setelah sudah sampai di ruang tamu, aku membuka kotak mainan lamaku dihadapan teman temanku yang sudah penasaran. Namun betapa kagetnya aku melihat semua mainan lamaku serta beberapa permainan papan yang seharusnya aku miliki sudah tidak ada di kotak ini.

“Mana Jal? katanya punya banyak, kok gak ada apa apa?” Tanya Halim yang nampak sedang menggeledah isi kotak mainanku. Vivi dan Akbar juga nampak kecewa. Aku juga benar benar kaget, padahal tadi saat aku meletakan hadiah Pak Gus disini masih ada macam macam permainan.

“Eh bentar, ini ada satu nih, hehe asik dapet satu!"

Halim mengambil sesuatu dari dalam kotak. Saat Halim mengeluarkan benda yang dia ambil aku terkejut karena benda yang dimaksud Halim adalah hadiah pemberian Pak Gus dulu.

“Apaan nih Jal?” Tanya Halim sambil melihat lihat hadiah Pak Gus.

“Eh..jangan dibuk--,”

KREEEK!

DUAAAR!

...

Baru ingin aku peringatkan, namun Halim sudah menyobek bungkusannya. Bersamaan dengan suara guntur yang tiba-tiba menggelegar.

Setelah terbuka, Halim mengambil isi hadiah itu.

“Loh..kok malah buku?” Halim nampak keheranan. Bukan hanya Halim, Vivi, Akbar, bahkan aku juga heran.

Ternyata isinya buku? Aku baru tahu.

Teman temanku heran karena buku itu nampak bukan seperti permainan, sedangkan aku heran karena ternyata hadiah dari Pak Gus adalah sebuah buku, tidak seburuk yang kupikirkan selama ini.

“Kok bukunya gak bisa dibuka sih? lengket banget cuy halamannya.,” Ucap Halim yang sedang mencoba membuka lembaran buku itu.

“Bentar bentar, coba Gue liat,” Celetuk Akbar sambil mencoba meminta buku itu dari Halim.

Setelah mendapat buku itu, Akbar menggunakan kuku jarinya untuk membuka lapisan kertas pada buku itu. Dan bagian tengah buku itu berhasil dibuka.

“Ohh, ini mah gara gara bukunya udah lama banget kertasnya jadi pada nempel,” Kata akbar sambil memberikan kembali buku itu kepadaku, “Ini lu rendem aja pake air anget, habis itu buka pelan pelan. Kalo udah kebuka semua.., nanti dijemur dulu sampe kering lagi.., sana cepetan Zal,”

“GAK!!”

Aku reflek berteriak saat Akbar memberiku buku hadiah Pak Gus. Akbar terlihat kaget dengan reaksiku.

“Kenapa lu Zal? Kok kayak takut gitu?” Tanya Akbar yang berdiri didepanku, dia masih mencoba memberikan buku itu kepadaku.

“E..E..Enggak kenapa kenapa..kok, hehe,”

“Gak papa gimana? Kamu tuh sampe keringetan gitu lho Zal..,” Ucap Vivi sembari mengulurkan kepadaku sapu tangan miliknya.

“U..Udah ya..mending.. Gu..Gue ambilin air anget nya terus lu bisa rendem itu bukunya ya Bar,”

Aku langsung pergi menuju dapur untuk mengambil air yang hangat. Tanganku gemetaran saat menuangkan air hangat kedalam ember. Sebenarnya aku masih trauma dengan Hadiah yang diberi Pak Gus.

...

Setelah membawa ember berisi air hangat, aku langsung kembali menuju ruang tamu. Akbar pun merendamnya di air hangat yang telah kusiapkan dan membuka halamannya satu persatu.

Setelah di buka oleh Akbar dan Halim, hal yang membuatku dan yang lain terkejut adalah ternyata itu bukanlah sebuah buku. Melainkan sebuah peta yang dilipat dan dimasukan kedalam sampul buku.

“Wah wah, peta apaan nih?” Tanyaku.

"Loh? kamu sendiri kok gak tau Zal?" Tanya Vivi.

“Wih peta harta karun nih bro!” Celetuk Halim.

“Sok tau lu,” Sahut Akbar kepada Halim.

Saat Halim dan Akbar sedang berdebat, kulihat Vivi masih fokus kepada petanya. “Eh liat nih guys, di peta ini nama tempat tempatnya kaya di daerah Eropa!” Kata Vivi bersemangat, “Nih, Tapi kok aku belum pernah denger nama tempat ini kayak gini ya? apa nih tulisanya? E..Equa..Equaterald? Nama tempat di mana nih?” Tanya Vivi sambil mengacak acak rambutnya.

“Iya nih, seumur-umur maen ke luar negeri, Gue belum pernah ke tempat namanya beginian. Bahkan belum tau,” Sahut Akbar dengan wajah bingung.

“Udah nanti aja cari tahunya. Gue jemur dulu aja” Kata Halim sambil membawa peta itu ke halaman rumah.

Namun karena dijemur pada malam hari, waktu yang dibutuhkan untuk menjemur peta itu lebih lama dari perkiraanku. Sekarang waktu menunjukan pukul 8 malam. Beberapa jam sudah kami lalui dengan bermain video game kesukaan Halim.

“Wah ternyata seru banget game nya, btw lama bener keringnya tu peta,” Kata Akbar sambil meregangkan tangannya keatas.

“iya nih lama. Pulang aja kali ya?” Sahut Halim.

DUAAAR!

Sambaran petir semakin meningkat frekuensinya.

“I..Iya ya, lama juga. Besok habis pulang sekolah pada ke sini lagi b..boleh kok,” Tawarku kepada yang lain.

"Lagian kayaknya udah mau hujan.., mendingan pada pulang."

“Boleh zal?!” Jawab Vivi dengan antusias. “Seru juga ya main ke sini hehe.”

“Ya iya lah, makanannya Rijal enak enak hahaha!” Ucap Halim diikuti tawa.

“Hehe makasih, tapi maap yak, mainan Gue ilang semua, jadinya Akbar sama Vivi gak enak deh mainnya hehe,” Kataku sambil memandangi peta yang sedang di jemur di luar.

“Nggak kok Zal, kalo aku sih tetep seneng kok main ke rumahmu,” Ujar Vivi.

“Iya kok Zal, Gue juga seneng akhirnya bisa main GDA VII,” Sahut Akbar.

Aku senang jika teman temanku senang.

“Eh iya lupa! ceritain Zal tentang peta itu! kenapa sih lu kayaknya benci sama tu peta? emangnya salah apa peta itu ke elu Zal? Kok kayaknya lu gak suka sama tuh peta?” Tanya Akbar menyambung perkataannya.

Gawat.., Akbar masih ingat pertanyaannya tadi. Apakah aku benar benar harus menjawab agar mereka tidak penasaran lagi?

“Iya nih Gue juga pengen tau, sejak kapan kok bisa sampe kertasnya nempel semua begitu? ceritain lah..,” Halim juga bertanya kepadaku.

Aku menghela napas dan berkata, “Gue dapet itu pas pesta ulang tahun Gue yang ke sepuluh dari salah satu tetangga Gue yang bisa di bilang agak gila, Pak Gus namanya..,” Aku mulai menceritakan kejadian bagaimana aku bisa menemukan peta itu.

Vivi, Halim, dan Akbar mendengarkanku. sambil duduk di sofa ruang tamu, aku mulai bercerita awal mula aku membenci Hadiah yang diberikan Pak Gus. Namun disaat aku memberitahu nama tetanggaku ini, Halim dan Vivi seperti sudah mengenal tetanggaku ini.

“Pak Gus? Dia mah emang sering keliaran di daerah rumah Gue Jal! emang agak miring sih orangnya,” Ucap Halim.

“Iya, aku juga tahu Pak Gus dari temen temenku yang rumahnya deket sini, orangnya agak gendut kan?” Ujar Vivi.

Ternyata Pak Gus sering berkeliaran kemana mana. Aku sedikit terkejut ternyata Pak Gus sudah banyak dibicarakan orang orang. Walau Halim dan Vivi sudah tau, namun sepertinya baru kali ini Akbar mendengar nama Pak Gus, memang tempat tinggal Akbar cukup jauh dari sini.

“Semuanya dimulai sehari setelah Hadiah itu diberikan kepadaku..,”

...

Setiap orang pasti punya masa lalu yang tidak akan dia lupakan, hal itu juga terjadi padaku. Setiap anak kecil yang diberi hadiah pasti akan merasa senang, aku pun juga demikian, namun bukanya rasa kesenangan yang kudapatkan di saat menerima hadiah ulang tahun dari Pak Gus tujuh tahun yang lalu, di saat ulang tahunku yang ke sepuluh.

Aku mulai menceritakan kisah masa kecilku setelah mendapatkan hadiah Pak Gus kepada teman-temanku. Semuanya berjalan tidak seperti yang kuharapkan, masa kecilku tidak seindah yang dikira.

“Dulu tuh sebenernya Gue suka suka aja dikasih hadiah ini sama Pak Gus, Gue sering banget mau ngebuka hadiah Pak Gus, tapi tiap sesaat sebelum Gue mau ngebuka bungkusan kadonya.., Gue selalu dapet kabar buruk tentang orang yang Gue kenal,”

“Hah? Dapet kabar buruk gimana?” Halim bertanya kepadaku.

Aku pun menjawab Halim dengan melanjutkan perkataan ku. Aku menyebutkan jika dulu saat pertama kali aku mencoba membuka kado dari Pak Gus, tepatnya sehari setelah ulang tahunku, tiba tiba saja ayahku terjatuh di depanku dan mengerang kesakitan di dadanya, dan setelah di bawa ke rumah sakit, dokter yang merawatnya bilang bahwa ayahku terkena serangan jantung hingga harus dirawat beberapa minggu.

Mendengar ucapanku, Halim, Vivi, dan Akbar berkata kalau itu mungkin saja sebuah kebetulan.

“Kebetulan? Huh..bukan kebetulan namanya kalo lebih dari sekali kan?” Aku membantah pernyataan mereka jika peristiwa itu hanya kebetulan.

Semuanya terkejut mendengar ucapanku barusan. Aku melanjutkan bahwa setelah kejadian Ayahku, aku kembali ingin membuka hadiah Pak Gus lagi. Kali ini kabar buruknya kembali datang dari keluargaku.

“Yang kedua terjadi pas awal masuk SMP..Kakek Gue meninggal.., kejadiannya tepat sebelum Gue mau ngajak kakek buat buka kado ini bareng bareng.., Gue syok banget waktu itu..,”

Air mata mulai menetes di saat aku kembali mengingat waktu dimana semua hal buruk terjadi ketika aku menggengam hadiah ini.

“Maap Jal, Gue gak tau bakal sampe kayak begini,” Halim memegang pundakku dengan lesu.

“Gak papa Lim,” Aku mengusap air mata yang ada di pipiku, “Ditambah lagi.., baru baru ini Gue juga diputusin sama pacar Gue.. pas anniversary Gue sama dia.., padahal Gue baru mau ngasih hadiah yang dikasih Pak Gus ke dia,” Ucapku. “Masih banyak hal sial yang Gue dapet dari kecil.., Gue udah gak ngerti lagi.., mau Gue buka atau Gue buang juga tetep aja sama sama ngebawa sial buat Gue,” Tambahku.

“Maap Jal Gue malah jadi ngingetin lu ke hal sedih,” Ucap Halim.

“Iya nih Zal, Gue juga sama,” Celetuk Akbar.

“Gak papa kok, Gue juga tau masa lalu gak boleh diinget inget terus,”Ucapku sembari merangkul Akbar dan Halim.

“Yang sabar ya Zal, kita semua ada di sini buat kamu,” Ujar Vivi dengan matanya yang berkaca kaca.

“Dah dah, pulang dulu yok, besok lagi ya Zal. Gue ada urusan habis ini soalnya, maap yak.., Gue jadi gak enak sama lu,” Kata Akbar. Kemudian Akbar pun pamit dan pulang terlebih dahulu.

“Woi Bar, tunggu Gue.., eh jal Gue juga duluan ya! maap dah ngerepotin!” Halim pamit pulang sambil tergesa gesa.

Di saat Akbar dan Halim sudah keluar dari rumahku, Vivi masih duduk di ruang tamu. Sebenarnya aku masih ingin menjemput adikku pulang karena sudah malam, “Yaudah deh Vi, aku juga mau nyariin adekku. Dah malem nih, mending kamu juga pulang deh,” Kataku kepada Vivi yang masih duduk.

“O..Oke zal…, Eh zal..,” Vivi memanggilku.

“Apa? Kenapa manggil?” Tanyaku sebelum aku membereskan sisa sisa makanan dan minuman yang kami minum tadi.

“Anu.., aku bantuin ya beres beresnya hehe” Kata Vivi sambil tersenyum.

“Oh boleh boleh,” Aku dan Vivi kemudian membereskan sisa-sisa makanan, kami juga sempat berbincang-bincang cukup lama. Setelah selesai Vivi kemudian pamit pulang.

“Udah jam sembilan nih, aku pulang dulu ya..dadah!" Vivi melambaikan tangannya kepadaku.

"Iya.., ati-ati ya.., dah mau hujan nih..,"

...

Setelah teman temanku pulang, aku segera menjemput Fadhil yang masih main di rumah temannya hingga larut malam. Memang Fadhil suka seenaknya sendiri kalau sedang bermain. Darimana sih Fadhil mendapat sifat seperti itu? Heran.

...----------------...

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!