RIZAL
Matahari hampir tenggelam di Barat, namun aku dan Frank masih memantau keadaan Kerajaan dari pinggir istana.
“Rizal,” Gumam Frank.
Kami berdua memandang keluar istana. Melihat Andy dan beberapa rekannya pergi berkuda kearah Tenggara.
Frank berbicara kepadaku dengan mata yang berbalik menerawang jauh ke pegunungan Aberod di Utara.
Frank mengepalkan tangannya dengan kuat. “Quentin sialan itu sudah membantai anak anak tak bersalah, mengadu domba kerajaan kerajaan di Equaterald, hingga saat ini malah membuat teman kita..Lynden menderita. Selama ini Quentin memandang rendah bangsa Equaterald!” Aku merasakan kemarahannya yang kuat terhadap Quentin.
“Sabar Frank, cahaya pasti akan menerangi kita sekali lagi,” Ucapku untuk menenangkan Frank.
“Kau benar-benar orang yang sangat Optimis ya Rizal,” Kata Frank.
Kami berdua tertawa kecil dalam suasana sejuk sore hari. Tak lama setelah itu, terlihat samar-samar dari arah Timur, Halim dan Akbar yang sudah kembali ke Herbor menjelang malam.
Aku dengan segera menghampiri mereka berdua yang baru saja memasuki gerbang istana. Sebenarnya Aku mengkhawatirkan mereka dari tadi. “Kok mau malem malah pada pulang sih?”.
“Lah, emangnya gaboleh?” Akbar yang baru saja turun dari kudanya balik bertanya kepadaku.
“Iya nih..orang capek juga,” Halim juga menyela.
Sebenarnya aku bukanya melarang mereka pulang. Hanya saja andai mereka tau kalau Groth adalah makhluk yang suka berkeliaran pada malam hari. Aku hanya tidak mau mereka mangalami hal yan tidak diinginkan. “Udah yok masuk aja,” Ajakku kepada Halim dan Akbar untuk masuk ke istana.
“Tanpa lu suruh juga kita pasti masuk Zal,” Ucap Akbar yang nampak sudah kelelahan. Halim dan Akbar berjalan masuk ke istana bersamaku.
...
“WOOOI..TUNGGU AKU LAH!”
Suara siapa itu?
Ternyata itu adalah suara Vivi yang sedang membawa belasan gentong makanan yang dia bawa sekaligus. Kenapa bisa membawa sebanyak itu? Tentu karena kekuatan telekinesisnya.
Kami semua tertawa geli karena lupa tentang kondisi Vivi.
“Pake acara ketawa lagi kalian pada, dah nih bantuin aku angkat satu-satu biar cepet, kalo semuanya aku bawa pake kekuatan..nanti aku cepet capek..,”
Kamipun membantu Vivi membawa gentong makanan untuk para pengungsi. Begitu sudah selesai, kami berempat akhirnya bisa beristirahat di kamar.
…
Sebelum tidur kami selalu menyempatkan berbincang sebentar.
Vivi menggerutu di tempat tidurnya. Sepertinya dia masih kesal karena aku tinggal sendirian sore tadi. “Huuuhh.. tega ya kamu Jal, ninggalin aku sendirian di tenda pengungsian,”.
“Hehe, ya maap. Tadi ada urusan penting soalnya,” Ujarku.
“Iya deh..si paling penting,” Vivi mengacak acak rambutku. “Eh iya jadi inget, tadi kamu buru-buru ngapain sih?” Tanya Vivi kepadaku.
Aku tidak ingin mengatakan hal sebenarnya. Aku tidak mau menambah pikiran mereka malam ini. sebaiknya akan kuberi tahu besok saja. “Soal yang tadi besok aja ya Vi, aku capek, hehe.”
Untuk mengganti topik. Aku bertanya kepada Akbar tentang keputusan yang diambil Raja Krapov dan Kaisar Hirose perihal peringatan waspada perang. “Tadi gimana keputusan Krapov sama..siapa satunya? Eh..oh iya Hirose kan? Gimana keputusan mereka Bar?”
Sembari membaca sebuah buku di ranjangnya, Akbar menjawab, “Tadi sih koperatif banget mereka. Rakyatnya juga gak panikan. Intinya peringatannya udah aku sampein dengan baik kok, mereka udah siap siap ngungsi ke selatan.” Jelas Akbar.
“Oh gitu toh, bagus deh,” Ucapku. “Kalo lu gimana Lim? Lancar?” Sambungku menanyai Halim.
“Kurang lebih keadaan di Yarashima sama kayak di Mirkav sih. Situasinya sudah terkendali, oh iya! Tadi gue juga sekalian nambahin tentang kemungkinan pertemuan selanjutnya bakal di undur sampe waktu yang belum pasti” Terang Halim.
“Oh iya ya, harusnya besok semua kerajaan diskusi lagi.., tapi mau gimana lagi..emang keadaannya lagi kayak begini emang harus di undur, kalo gitu kita tidur aja yuk. Bisa jadi malam ini terakhir kali kita tidur,”
...
“Hah?”
“Ngomong apa sih lu?”
Mereka bertiga memandangku dengan wajah heran. “Aduh gue keceplosan lagi,” Kataku dalam hati.
“N..Nggak ngomong apa apa kok,”.
“Ngelantur aja lu Jal kalo ngantuk. Dah yuk tidur aja,” Ucap Halim.
Aku sendiri masih belum bisa tidur. Aku jadi kepikiran tentang kalimat yang ku ucap barusan. Aku malah menjadi takut untuk tidur.
Aku berharap hari esok tidak pernah datang. Untuk apa berperang, sementara disisi lain aku seharusnya melindungi teman temanku dari bahaya.
“Rizal.., kamu lagi bingung nak?”
Loh?! Suara Ibuku begitu nyata terdengar.
Seolah olah dia sedang berada di kasurku saat ini.
“Rizal bingung buk.. mau milih takdir negeri ini atau lebih memilih temen temen Rizal,” Tanpa disadari aku berbicara sendiri.
“Nak.., memilih satu diantara dua hal ini emang sulit,” Suara Ibuku semakin jelas terdengar. “Tapi pilihlah yang terbaik untukmu dan untuk mereka.., baik negeri ini maupun teman temanmu.”
“Maksudnya? Rizal masih bingung buk--,”
Suara Ibuku sudah menghilang.
Aku sadar semua yang kurasa barusan hanyalah bagian dari diriku sendiri. Aku harus segera menemukan pilihan terbaik demi semuanya. Aku tidak mau keputusanku bisa bisa merugikan suatu pihak.
...
...
...
VIVI
Pagi ini Matahari bersinar lebih terang dari biasanya. Entah kenapa kemarin malam Rizal sangat aneh tidak seperti biasanya. Bahkan saat kemarin sebelum tidur, aku sempat mendengar Rizal berbicara sendiri. Dari apa yang kudengar, Rizal seolah memanggil manggil ibunya namun sebenarnya dia berbicara kepada dirinya sendiri.
Aku ingin sekali berbicara dengan Rizal. Bisa jadi karena dia terlalu banyak mengurus hal membuatnya jadi mengigau. Kalau benar begitu, aku merasa tidak enak kepada Rizal. Aku ingin segera berbicara kepadanya.
Namun pagi ini aku belum melihatnya sama sekali. Padahal biasanya Rizal kalau bangun pasti terlambat.
Aku mencoba keluar ruang kamar, mencari Rizal didalam istana tapi belum sempat menemukanya.
Disaat sedang mencari Rizal, Halim dan Akbar muncul dari aula istana dan menyapaku. Mereka berdua terlihat berkeringat.
“Darimana aja kalian? Habis latian ya?” Tanyaku.
“Iyanih, kata Halim gue harus banyak latian,” Ujar Akbar sembari mengelap keringat di wajahnya.
Aku kemudian melihat apakah Rizal ada dibelakang mereka namun tidak ada.
“Nyari Rijal Vi?” Tanya Halim mengejutkanku.
“Iyanih, kamu tau Rizal dimana?”
“Gak tau, gue sama Akbar juga dari tadi nyariin dia dari tadi.., biasalah..pengen minta dibikinin sarapan hehe,” Ujar Halim. “Yaudah ya Vi, gue sama Akbar mau ke gudang sebentar. Nanti kalo dah ketemu Rijal tolong suruh bikinin sarapan,”
Setelah Halim dan Akbar kembali berjalan, aku mencoba mencari Rizal diluar istana.
Saat mencari di halaman depan aku tidak menjumpai Rizal. Di sana hanya ada para mengungsi Lynden yang masih berada di kerajaan Herbor.
Belum lelah aku mencari Rizal. Aku mencoba ke halaman belakang istana, aku sudah berkeliling halaman yang luas namun belum nampak batang hidung Rizal. Aku mulai khawatir, dimana Rizal sekarang?
“Vivi?”
Aku membalikan tubuhku kearah suara orang yang memanggilku. Oh, ternyata Rizal yang memanggilku.
Rizal dengan senyumnya melihat kearahku. Aku langsung berlari menghampirinya. Rizal juga perlahan menghampiriku.
“Kamu kemana aja sih Zal? Aku cariin kemana mana gak ada,” Ucapku.
“Hah? Dari tadi aku ada di dapur kok,” Ujar Rizal.
Kalau di pikir-pikir sepertinya aku memang belum mencari Rizal di dapur. Kenapa aku tidak kepikiran ya?
“Oh iya, ngapain kamu nyariin aku?” Tanya Rizal.
Sambil berjalan kami menyusuri halaman, aku menjelaskan kenapa aku mencari Rizal. Aku menceritakan kalau tadi malam aku mendengar Rizal berbicara sendiri, dan hal lainya mengenai sikapnya yang aneh semenjak kemarin malam.
Rizal mendadak berhenti. Wajahnya menatap kebawah. Aku juga ikut berhenti.
“Vi.., Sebenernya hari ini Aku dan seluruh pasukan Herbor akan pergi menuju Lynden. Aku ingin membantu rakyat Lynden merebut kembali tanah mereka,” Gumam Rizal.
Rizal mengangkat menegakan kepalanya kembali, “Aku udah mutusin pilihanku tadi malem. Aku bakal pergi sendiri tanpa kalian. Sebenarnya aku pengen pergi tanpa diketahui kalian. Aku gak mau kehilangan kalian di medan perang. Kamu paham kan Vi? Tolong jangan kasih tau Halim sama Akbar ya.” Pungkas Rizal.
Rizal kemudian berbalik arah, dia berlari ke istana.
...
Begitu banyak hal yang harus kupahami saat ini. Aku diam terpaku di sisi halaman, melihat dari jauh Rizal yang berlari kedalam istana.
Kenapa Rizal ingin meninggalkanku serta Halim dan Akbar disini? Sementara dia pergi sendiri menuju medan perang.
Medan perang apa yang Rizal maksud?
Ini tidak boleh dibiarkan. Aku harus segera memberitahu Halim dan Akbar.
…
RIZAL
Keadaan saat ini tidak sesuai yang kuinginkan. Aku terpaksa memberitahu Vivi mengenai hal ini. Sebaiknya aku segera mengajak Frank untuk secepatnya berangkat menuju Lynden. “Frank! Frank!”
Di mana Frank?
“Oh disitu kau rupanya,”
Aku menghampiri Frank yang sedang berada di sisi jauh istana bersama beberapa prajurit Herbor yang sudah siap dengan Zirah tempur mereka. “Frank.., Kita harus berangkat ke Lynden sekarang!”.
“Sekarang?” Tanya Frank, “Tapi kita masih belum siap! Kita kekurangan prajurit.”
Aku tidak bisa menyangkal perkataan Frank. Memang saat ini kami masih kekurangan prajurit yang siap berangkat menuju Lynden. “Berapa orang yang kita punya saat ini?” Aku bertanya berapa jumlah prajurit yang dimiliki Herbor saat ini.
“4000..mungkin kurang dari itu,” Ujar Frank kepadaku.
Empat ribu Ksatria berkuda melawan belasan ribu Groth, rasanya itu masih sangat kurang dari cukup.
“Tapi kau jangan khawatir. Andy sedang mencari lebih banyak orang saat ini,” Jelas Frank.
“Andy? Kapan Andy pergi?” Ucapku.
“Kemarin sore, sesaat setelah kau mengatakan kepadaku agar kita harus kembali merebut Lynden,” Kata Frank.
Ternyata perintah Frank kepada Andy kemarin itu adalah perintah untuk mencari prajurit tambahan. Namun jika benar begitu, Perjalanan pulang pergi Andy pasti akan memakan waktu hampir sehari berkuda.
“Frank, kita tidak punya waktu untuk menunggu Andy dan prajurit tambahan datang. Semakin lama kita menunggu maka semakin penuh Lynden dengan musuh!”
Aku sedikit geram dengan sikap Frank yang seperti berleha-leha dengan dalam keadaan seperti ini.
“TAPI KITA KEKURANGAN ORANG! Aku tidak mau pergi ke Lynden untuk mati! Yang kuinginkan adalah merebut kembali Lynden dari tangan musuh.” Ucap Frank dengan nada yang meninggi. “Kau tidak memiliki wewenang untuk menyuruhku berangkat sekarang,” Tambah Frank.
Sesaat kemudian Frank yang sedang gusar meninggalkanku tanpa mengucap sepatah katapun setelahnya. Aku tidak percaya Frank bertindak seperti ini. Kenapa dia tidak mau mendengarkan ku? Padahal aku hanya ingin segera berangkat, itu saja!
Disaat Frank sudah jauh menghilang dari pandanganku, aku mendengar suara Vivi dari belakangku. “Gimana Zal..rasanya ditinggalin?” Itu adalah suara Vivi, bersama dengan Halim dan Akbar dibelakangnya.
Aku melihat mereka bertiga menatapku tajam. “Jal.., emangnya lu mau pergi ke Lynden tanpa temen-temen lu?” Tanya Halim saat dia maju kedepanku.
“Kok lu mau ninggalin temen lu sendiri sih?” Tanya Akbar setelah dia mendekat kearahku.
Mereka terus menghujaniku dengan pertanyaan pertanyaan seperti itu. Apa mereka tidak paham kalau medang perang itu tempat yang berbahaya?
“GUE TUH MAU KALIAN MATI DISINI!!” Bentakku kepada mereka.
Mereka terdiam mendengarku berteriak. Aku tahu kalau aku berlebihan dalam menanggapi pertanyaan teman temanku.
“Zal, gue tau perasaan lu. Lu pengen bertanggung jawab dan melindungi temen lu secara bersamaan,” Ujar Akbar sambil memegangi pundakku, “Tapi kalo lu mau tau.., sebenernya tuh gue sama yang lainya juga mau ngelindungin lu sebagai temen,” Sambung Akbar.
“Iya Jal, gue lebih mending mati barengan daripada gue hidup tapi sendirian!” Kata Halim.
Perkataan Halim barusan sangat emosional bagiku.
“Rizal, kami ini temen temen kamu.., kami juga pengen ngebantu kamu, ” Ucap Vivi. Mata Vivi berkaca kaca. Tapi, tak kusangka teman temanku memikirkanku sampai seperti ini.
“Lu udah banyak ngebantu gue.., sekarang giliran gue yang ngebantu lu,” Ucap Akbar.
“GUE JUGA!” Ujar Halim dengan tekad besar yang kurasakan darinya.
“Aku juga hihi,” Ucap Vivi.
Sekali lagi Aku berterimakasih kepada tuhan karena sudah memberikanku teman teman yang baik. Yang selalu berada di sisiku. “Terimakasih ya..temen temen,”.
“Sante aja kali..” Sahut mereka bertiga diiringi tawa. Tawa yang membawaku kembali ke hari hari biasa dimana teman temanku selalu bisa kuandalkan.
…
Di sela-sela percakapan kami, mendadak terdengar bunyi terompet dari luar istana. para penghuni istana juga langsung keluar begitu mendengar terompet itu. Karena penasaran, kami juga ikut keluar istana.
Suara terompet apa itu? Kulihat Akbar, Vivi dan Halim sangat siaga. Vivi terlihat mengeluarkan cahaya disekitar tubuhnya, cahaya yang sama ketika dia menggunakan kekuatannya. Frank juga berlari menuju luar istana dengan beberapa prajurit di sampingnya. Apakah ini serangan musuh?
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments