RIZAL
Peta basah yang kemarin masih di jemur, sekarang sudah kering. Aku melihat sekilas peta itu bersama teman temanku, melihat sebuah nama tempat pada peta itu yang kemarin sudah di baca oleh Vivi. Equaterald, itulah nama tempat itu, sama seperti yang ada juga di dalam surat. Hurufnya terlihat lebih besar dari kalimat lainnya pada peta ini. Nama Equaterald terpampang di atas peta.
“Kok bisa ya suratnya lebih tau duluan nama Equaterald daripada Gue? Kan yang punya petanya Gue..,” Gumamku.
Kamipun melihat lihat peta itu dengan teliti. Memastikan di mana tempat asli yang ada di peta itu. Tapi sudah hampir satu jam mencari tempat yang ada di peta itu melalui internet tapi kami tetap tidak menemukan satupun tempat yang di maksud peta itu. Hingga kami hampir menyerah dan juga sudah lelah.
“Ayo makan dulu aja, kebetulan Gue kan habis masak,” Tawarku.
“Wah, pas bener nih. Yok yok makan yok!” Ucap Halim kegirangan.
Kami berempat pun pergi menuju meja makan. Aku membawa peta itu sekalian ke meja makan. Semua makanan yang kumiliki sudah kusajikan mulai dari lauk-pauk dan buah-buahan.
“Gile! Ini yang masak udang asem manis ini elu jal?” Tanya Halim kepadaku.
“Iya, kenapa? Kurang enak ya?” Kataku.
“Gak kok zal! Ini enak..ikan bakarnya juga enak! Malahan aku kurang bisa masak, padahal aku cewek hihi,” Sahut Vivi.
“Iya, enak nih!” Ujar Akbar, “Btw, Gue boleh ngambil buahnya beberapa gak Zal? Gue sama adek Gue di rumah suka banget buah..boleh ya? pliss,” Tanya Akbar memelas.
“Iya iya, bawa aja semuanya, hehe,”
Aku merasa senang makananku disukai orang lain. Selama ini yang mencoba makananku hanyalah adikku. Sementara jika ada Ibu di rumah, kami sekeluarga selalu menyantap makanan buatan Ibu.
Saat kami sedang makan. Halim, Akbar, dan juga Vivi tampak selalu memperhatikan peta yang kuletakan di tengah meja, Aku tau mereka penasaran. Maka dari itu aku mempercepat makanku agar kami bisa kembali melihat lihat peta itu.
“Kalo dah pada selesai makanya taruh piringnya ditengah meja ya, jangan lupa di tumpuk biar Gue gampang bawanya,” Ujarku kepada yang lain.
“Nah dah selesai!” Ucap Halim setelah menghabiskan makanya.
Satu persatu piring kotor ditumpuk di meja makan. Setelah semua selesai makan, aku langsung ingin mencucinya.
“Eh zal, aku b..bantuin bawain boleh gak?” Tanya Vivi sambil menundukkan kepala.
“Boleh,” Jawabku.
“Yes, ayo zal. Gue bantuin bawa piring piringnya ke dapur ya!” Ucap Vivi dengan bersemangat. Aku tidak tahu kenapa Vivi sangat senang.
Aku dan Vivi membawa piring-piring kotor ke dapur.
“Buset dah, mesra banget berdua,” Celetuk Akbar.
“Cepetan nikah aja sana hahaha!” Canda Halim.
“Apaan sih pada, orang cuman mau nyuci piring,” Kataku.
“I..Iyanih, pada ng..ngomong apa sih?” Jawab Vivi terbata bata.
Kemudian aku dan Vivi menuju dapur untuk mencuci piring bersama. Saat mencuci piring aku melihat Vivi seperti tidak merasa nyaman.
“Ngapain vi? Kok kayak nggak nyaman gitu” Tanyaku, “Aku aja yang nyuciin sisanya, kamu ke ruang tamu aja gimana?” Lanjutku.
“Eh nggak, Gue gapapa zal hehe. Santai aja” Jawab Vivi. Namun aku tau Vivi sedang tidak santai sama sekali.
Aku dan Vivi tetap mencuci piring bersama walaupun sepertinya Vivi tidak merasa nyaman mencuci piring bersamaku.
Setelah mencuci piring, kami berdua kembali ke ruang tamu untuk kembali meneliti peta itu. Semakin banyak hal yang kami temukan.
...
“Liat nih, ternyata lima wilayah lain disini! Ada Herbor, Yarashima, Mirkav, Lynden, sama satu lagi..., cuman lambang doang.. gak ada namanya,” Ucap Akbar yang tersendat-sendat karena sembari mengunyah apelnya.
“Btw nama tempat yang terakhir apa ya kira kira? Hmm,” Kata Halim sambil melihat ke langit langit rumahku.
Ketika Halim sedang memikirkan nama tempat yang tidak bernama itu, Vivi menyela Halim dengan mengatakan jika nama nama wilayah didalam peta ini tidaklah nyata. Seketika Halim pun langsung tersadar dari imajinasinya dan tertawa.
“Walaupun ada beneran tempatnya, mana ada nama tempat kayak gitu tapi disini, ya kan Zal?” Ucap Vivi.
“Iya juga sih” Kataku.
Kami juga menyadari Bahwa lima wilayah yang ada di peta ini ditulisakan dengan warna tinta yang berbeda. Nama kerajaan Herbor yang dituliskan dengan tinta biru, kerajaan Yarashima yang dituliskan dengan tinta putih, kerajaan Mirkav ditulis dengan tinta merah, Lynden dengan tinta Hijau, dan Wrath dengan tinta Hitam pekat.
Kenapa nama nama wilayah itu dituliskan dengan warna tinta yang berbeda? kenapa tidak hitam semua? aku harus mencari tahu alasannya.
...
“Halo? Rijal? Halo?!” Halim memanggilku.
Aku terkejut karena terlalu fokus ke peta. “Eh..,iye. Apaan lim?” Sahutku.
“Lu punya minuman gak? Gue dah haus nih,” Kata Halim sambil memegangi lehernya.
“Iya, sabar,” Jawabku, “ Gue ambilin sebentar, yang lain juga sabar ya hehe,”
“Yaudah deh, Gue tunggu. Kalo bisa minumannya teh ya Jal, hehe” Kata Halim.
“Udah dikasih minum malah ngelunjak haha,”
Kami bertiga menertawai Halim. Dan sesaat kemudian aku pergi ke dapur untuk menyiapkan teh seperti yang diminta teman temanku.
“Huhu, ada ada aja Halim,” Aku berbicara sendiri dengan tertawa kecil disaat membuat beberapa cangkir teh karena mengingat kejadian barusan disaat Halim ditertawai.
…
Setelah selesai membuat teh, sesaat sebelum aku kembali menuju ruang tamu, dapurku tiba tiba saja bergetar? Sendok teh yang kuletakan dipinggir nampan yang kubawa terjatuh karena getaran ini. Aku sadar kalau ini adalah gempa bumi.., lagi.
“GEMPA GEMPA ZAL! AYO KELUAR!” Teriak teman temanku yang kudengar dari ruang tamu.
“Tunggu Gue!” Sahutku. Tapi sepertinya mereka sudah keluar terlebih dahulu dan tidak menungguku karena aku mendengar langkah mereka seperti menjauhi ruang tamu. Aku juga ingin segera keluar rumah karena gempa juga terasa semakin kuat. Namun karena aku terburu buru membuatku terpeleset di pintu dapur.
BUAKKK!
Aku jatuh cukup keras dan membuatku terduduk sesaat sambil memegangi kakiku. Sekitar semenit setelah gempa selesai aku masih terduduk. Aku mencoba bangkit berdiri, melihat isi rumahku yang berantakan akupun menghela napasku sejenak dan mencoba keluar rumah untuk memanggil Vivi, Akbar, dan Halim untuk kembali ke dalam karena gempa sudah usai.
Setelah keluar dan menutup pintu. Aku tidak menemukan siapapun di teras rumahku, yang ada di sana hanyalah deretan pepohonan rimbun.
"..."
"???"
"!!!"
HAH! PEPOHONAN? Sejak kapan ada banyak pohon di terasku. Sejauh mata memandang yang kulihat hanya barisan pohon pinus yang menjulang tinggi. Tapi aku berada dimana? Padahal aku baru saja melewati pintu rumahku. Apakah aku ada di hutan?
Aku ingin kembali masuk ke rumahku. Tapi saat aku ingin kembali, di situ tidak ada pintu rumahku. Aku sangat kebingungan apa yang terjadi saat ini. Saat aku tidak bisa lagi untuk berpikir jernih, aku mencoba menelusuri hutan itu.
“Gue dimana ini?”
Aku menampar wajahku sendiri untuk memastikan semua ini nyata dan bukan imajinasiku saja.
Aku mengambil rumput dan menggenggamnya di tanganku. Lalu aku menyentuh dahan pohon besar di belakangku.
Kotoran burung menimpa wajahku, baunya yang sangat tajam membuatku ingin muntah. Tapi hal hal ini membuktikan kalau semua ini adalah nyata!
"HALO!!! HALO!!!"
Sudah berkali kali aku berteriak teriak untuk mencari seseorang yang siapa tahu ada di sekitar sini dan bisa menolongku. Namun tetap saja sia-sia, yang menjawab bukanlah seseorang, melainkan pantulan suaraku sendiri dari dalam hutan dan juga pekikan burung gagak. Aku pun berhenti berteriak seketika dan memutuskan untuk mencoba mencari jalan sendiri.
...
Setelah beberapa saat berkeliling, tiba-tiba tampak dari kedalaman hutan seorang penunggang kuda dengan baju besi membawa perisai dengan lukisan burung elang berwarna biru di tengah perisainya.
Penunggang kuda itu datang menghampiriku.
“In the name of the Herbor kingdom, I want you to come with me. The king will explain you everything,” Kata penunggang kuda itu dengan bahasa asing yang kurang lebih artinya kalau orang ini memintaku untuk ikut dengannya, selebihnya aku tidak mengerti apa yang dia maksud.
“Hah?” Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan.
Tanpa berkata kata lagi orang ini langsung membawaku menaiki kudanya. Aku tidak tau siapa orang ini, yang jelas dia tampak seperti orang Eropa yang gagah dengan kulit putih dan rambut gondrong hingga leher.
“I know you are confused, but please believe me, We just want to help you,” Kata orang ini kembali. Dia seperti meyakinkanku kalau dia adalah orang baik dan hanya ingin membantuku walau dia tahu aku masih bingung dengan semua ini.
...
...
Setelah lama berkuda, aku melihat sebuah istana besar di ujung daerah pemukiman padat penduduk yang sangat luas. Dari apa yang kulihat wilayah itu terlihat makmur.
“Tapi ini dimana? Memangnya masih ada tempat seperti ini? kenapa orang orang ini masih menggunakan kuda untuk berpergian?” Terlalu banyak hal yang aku pikirkan saat ini.
“Welcome, to the kingdom of Herbor,” Kata sang penunggang kuda itu selepas kami memasuki daerah pemukiman penduduk. Dia mengatakan selamat datang kepadaku ke kerajaan Herbor.
Tunggu.., seingatku Herbor adalah nama salah satu tempat yang ada di petaku. Apakah aku benar benar ada di sini? Di kerajaan Herbor yang terdapat dalam peta yang tadi kulihat? Aku masih tidak paham apa yang terjadi sebenarnya. Yang bisa kulakukan saat ini hanyalah duduk diam di atas kuda dan melihat sekitar.
…
Saat aku melewati daerah penduduk, di sana sangat terlihat seperti abad pertengahan. Tidak ada kabel listrik, tidak ada kendaraan bermotor, yang ada hanya anak anak yang bermain di depan rumah rumah dan hewan hewan ternak yang berkeliaran di jalanan yang masih berupa susunan bebatuan. Mereka memakai pakaian yang berwarna dominan biru.
Tak terasa, aku telah tiba di pintu gerbang kerajaan yang sangat besar. Aku sangat takjub hingga terpaku hingga tak bisa berjalan. Aku melihat orang membawa busur panah diatas istana ini, dan beberapa alat pelempar batu di sudut sudut istana ini. Apakah benar benar masih ada tempat seperti ini?
“Come in, the king is waiting for you,” Kata si penunggang kuda setelah turun dari kudanya. Dia mengatakan kalau sang Raja sudah menunggu.
Aku tidak paham lagi dengan situasi saat ini, suasananya benar-benar seperti abad pertengahan, lalu orang ini terlihat seperti mengajakku masuk ke istana, namun aku masih terdiam di tempatku berdiri.
“Come on, don’t be afraid..,” Kata orang itu dengan senyumnya sambil menggandeng tanganku untuk masuk ke istana besar itu. Dia berkata kepadaku agar tidak usah takut.
Pada saat ini aku masih bertanya tanya apakah peristiwa membingungkan ini benar benar tejadi karena surat surat misterius yang diberikan Pak Gus kepadaku?
Surat-surat dari Pak Gus seperti membuat bungkusan hadiahnya harus dibuka dan mengungkap bahwa isinya adalah sebuah peta yang nama tempat didalamnya sama seperti tempatku berada saat ini. Apakah yang membawaku sampai kemari disebabkan oleh peta itu? atau ini hanyalah kebetulan?
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Vemas Ardian
mau bilang tapi percuma udh tamat tapi cuma ngmng gw g tau orang itu ngmmg apa minimal ada terjemahannya 😭
2023-07-16
1