Bab.8

Malam pekat di iringi dengan hujan rintik, sialnya mati lampu pula. Arman masuk kedalam kamar setelah mengobrol dengan Kakak ipar dan Ayah mertuanya. Ya, obrolan itu berakhir karena waktu menunjukkan pukul sebelas malam, Arman yang berusaha mengulur waktu mau tidak mau harus masuk kedalam kamar pengantinnya.

Arman mengarah senternya ke arah ranjang namun tidak menemukan sang istri, seingatnya saat selesai membuat kopi, Syifa masuk kedalam kamar dan tidak pernah keluar lagi. "Kemana dia, apa jangan-jangan dia tidur di kamar lain."

"Mas Arman!"

"Astaga." Arman membalik tubuhnya, saat seseorang menepuk pundaknya dari belakang. "Ka-kamu tiba-tiba muncul, dari mana saja?"

"Toilet." Syifa mengarahkan senter ponselnya kearah ranjang. "Malam ini, kita akan berbagi tempat tidur, aku sudah membuat garis katulistiwa yang tidak boleh Mas sebrangi."

"Ck, garis katulistiwa? Kamu pikir ranjang itu perbatasan negara. Mau kamu nungging sampai jungkir balik aku tidak akan tergoda." Arman melangkah dan langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang.

Syifa memandangi sang suami yang benar-benar terlihat sangat santai dengan situasi ini. Padahal tadinya ia sudah sangat gugup, karena untuk pertama kalinya berbagi ranjang dengan seseorang. "Oh seperti itu, baiklah, aku juga tidak perduli."

Syifa membuka jilbab bergo yang ia pakai sejak tadi, membiarkan rambut panjang nan lurusnya terurai indah. Ia juga membuka switer hingga tersisa kaos ketat berwarna putih yang kini membalut tubuhnya.

Meski hanya di terangi cahaya remang-remang dari lampu cas yang tergantung di dinding kamar, Arman bisa melihat jelas lekuk tubuh Syifa. Tadinya ia berbaring dengan santai, tapi kini ia kembali bangkit. "Hey, kenapa kamu melepaskan switer itu?"

Syifa ikut berbaring di samping Arman sambil berusaha menahan tawanya. Entahlah, ia merasa ekspresi Arman saat ini sangat lucu. "Hufft, tadi Mas bilang meskipun aku nungging dan jungkir balik, Mas tidak akan tergoda. Sekarang kok panik, santai saja."

"Ya, siapa bilang aku tergoda. Haha, kamu ada-ada saja, aku hanya tidak menyangka seorang wanita seperti mu, mengumbar aurat di hadapan laki-laki." Arman kembali merebahkan tubuhnya dan mencoba untuk memejamkan mata.

Syifa kembali menyungginkan senyumnya. Saat hatinya sudah berdamai dengan segala keadaan yang ada, ia tidak lagi peduli dengan apa yang Arman ucapkan kepadanya. "Mas, laki-laki yang melihat rambut dan lengan ku saat ini, matanya sudah halal untuk itu. Jadi aku tidak merasa berdosa."

Arman kembali membuka mata, menoleh kearah Syifa. "Kamu lupa dengan perjanjian kita sebelumnya? Hah, kamu benar-benar di luar ekspektasi ku. Kamu banyak bicara dan tidak bisa menjaga image."

"Aku ingat, sangat ingat." Syifa menoleh menatap Amran yang hanya berjarak tiga puluh sentimeter darinya. "Tidak ada ibadah suami istri antara kita, Tapi bukan berarti tidak bisa di sentuh kan?"

Pukk.

"Hey, kamu memukul ku?" Arman terkejut saat tiba-tiba saja Syifa menepuk punggung tangannya. "Wah aku tidak percaya ini, kamu ini benar-benar wanita yang aku nikahi tadi siang?"

"Sebenarnya saat malam hari, kepribadian ku sedikit berubah." Syifa terkekeh sendiri lalu bangkit dari posisi berbaringnya, membaca doa panjang di dalam hati, kemudian kembali berbaring. "Sudah tengah malam, sebaiknya Mas tidur. Jangan lupa baca doa agar tidak di ganggu setan."

"Ya kamu setannya," gumam Arman.

Syifa yang sudah memejamkan mata kembali melihat kearah Arman. "Mas bilang apa tadi?"

"Tidak ada, aku mau tidur." Arman mengubah posisinya memunggungi Syifa, berusaha untuk tertidur di kamar pengantin yang di penuhi bunga-bunga.

Hujan semakin deras, listrik tak juga menyala. Malam itu sepasang pengantin baru tidur tanpa saling menghangatkan, namun ada cerita yang mereka torehkan, kelak akan menjadi kenangan. Entah itu kenangan manis, atau kenangan penuh luka yang menguras air mata.

Malam berganti pagi. Syifa sudah terlihat sibuk di dapur saat Ayah, Kakak dan suaminya masih tertidur. Ia nampak sangat cekatan memasak makanan untuk sarapan.

Mencoba untuk menyibukkan diri namun rasa mual di pagi hari tak juga hilang, setelah mencoba untuk menahan diri, ia kembali ke wastafel memuntahkan isi perutnya.

"Aroma masakan itu malah membuat ku semakin mual." Syifa mencoba untuk menenangkan diri terlebih dulu, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya yang hampir selesai.

~

Setelah beberapa saat, semua makanan sudah siap dan tinggal menunggu yang lain bangun. Syifa kembali ke kamar dan mendapati Arman sedang duduk termenung di pinggir ranjang.

Langkah Syifa terhenti sejenak, memandangi sang suami dengan tatapan yang tidak bisa di artikan. Ia merasa belum terbiasa dengan keadaan ini tetapi, lagi-lagi ia berusaha untuk tidak terlihat lemah di hadapan siapapun.

Langkahnya berlanjut, menghampiri sang suami di tepi ranjang. "Mas tidak pergi bekerja?"

Arman mendogakkan kepala melihat Syifa yang berdiri di hadapannya. "Masih libur, aku akan mulai bekerja besok. Hari ini kamu ikut aku pindah ke rumah, jadi kemas lah apa yang mau kamu bawa."

Tiba-tiba Syifa terdiam, karena mengingat bagaimana nasib Kakak dan Ayahnya jika dia tidak lagi tinggal di rumah itu. Apalagi sekarang ia sudah berhenti dari pekerjaannya di salah satu perusahaan swasta, karena kondisinya yang sedang hamil.

Arman kembali melihat Syifa saat menyadari wanita itu melamun seperti sedang memikirkan sesuatu. Ia tiba-tiba berpikir, mungkin saja Syifa berat untuk meninggalkan keluarganya. "Aku akan mengirimkan uang bulanan untuk Ayah mu. Malam tadi aku juga sudah bicara dengan Kak Devan, dia setuju untuk bekerja di perusahaan ku."

Tatapan tak percaya kini tergambar jelas dari mata Syifa, ia ingin menolak tetapi keluarganya memang membutuhkan semua itu. "Terimakasih untuk semuanya. Setidaknya sampai anak ini lahir, kami akan banyak merepotkan Mas Arman."

"Tidak perlu sungkan, aku sudah berjanji akan bertanggungjawab." Ia bangkit dari posisi duduknya sambil menghela napas pelan. "Malam tadi kamu melanggar garis katulistiwa yang kamu buat sendiri, apa ada dendanya?"

Mendengar hal itu Syifa langsung membulatkan matanya. "Be-benarkah? Aku bukan orang yang suka bergerak saat tidur. Ehm, jangan mengada-ada." Karena merasa malu, Syifa segera mengambil ponselnya lalu keluar dari dalam kamar.

Arman masih berdiri disana, memandangi kepergian Syifa hingga menghilang dari balik pintu. "Dia wanita yang pintar menyembunyikan apa yang dia rasakan. Tapi bagaimana dengan calon suami yang dia katakan waktu itu, apa mereka sudah putus."

~

Syifa hendak kembali ke dapur untuk menyajikan sarapan di atas meja makan. Namun suara ketukan pintu membuat ia menghentikan langkahnya. "Siapa yang datang, pagi-pagi seperti ini?"

Karena tidak memakai jilbab, ia mengambil sebuah selendang yang tergantung di ruang tengah untuk menutupi rambutnya. Setelah selesai, langsung saja ia pergi membuka pintu depan.

Klek.

Pintu itu terbuka, Syifa memundurkan langkahnya saat melihat seorang pria tengah berdiri di sana. Pria yang beberapa waktu yang lalu membuat hatinya patah, hancur dan kehilangan harapan.

"Mas firman?"

Ya, pria itu adalah Firman. Entah apa maksudnya datang ke rumah sang mantan, namun tangannya terlihat menggenggam sesuatu seperti undangan. "Lama tidak bertemu, aku datang untuk--"

"Siapa itu," ucap Arman yang tiba-tiba saja datang menghampiri Syifa. Ia mengerutkan keningnya saat melihat Firman. "Kamu Firman kan?"

"Pak Arman," ucap Firman saat melihat pria yang sangat tidak asing baginya, ia bahkan baru bertemu Arman beberapa minggu yang lalu, sebelum ia mengambil cuti ke luar kota bersama keluarganya.

"Kalian saling kenal?" tanya Syifa yang lebih terkejut lagi.

Arman menoleh melihat Syifa. Ia berusaha untuk membaca keadaan hingga akhirnya menyadari sesuatu. Ia kembali beralih melihat Firman dengan tangan yang secara tiba-tiba merangkul Syifa. "Kamu dan istriku saling kenal?"

Tentu saja Syifa terkejut dengan tindakan tiba-tiba suaminya. Namun ia tidak bisa berkata-kata, tubuhnya kaku karena untuk pertama kalinya di rangkul oleh lawan jenis.

"Istri?" Firman semakin terkejut. Setelah mengetahui Syifa hamil, Firman memang langsung pergi keluar kota bersama kedua orangtuanya, mengganti nomor ponsel dan belajar melupakan Syifa.

Saat kembali, ia hendak membalas dendam dengan memberikan undangan pernikahannya kepada Syifa. Tetapi tidak ia sangka akan mendapatkan kejutan lebih dahulu. Bagaimana tidak, pria yang mengaku sebagai suami Syifa adalah atasannya sendiri.

*Ternyata benar, pria yang sudah meninggalkan dia adalah Firman*, batin Arman.

Bersambung 💕

Bab selanjutnya ➡️ (Suami vs mantan)

Gaes, mampir dan baca novel Mama online ku ya...

![](contribute/fiction/5459663/markdown/10804792/1661331023748.jpg)

Judul novel CINTA TANPA KATA

Karya Mama Reni

Blurb.

Diandra Zivana Athalla seorang gadis yatim piatu yang mencari nafkah dengan berjualan di taman kota setiap malamnya.

Diandra memiliki seorang sahabat yang bernama Galen Baim Pratama Syahputra. Galen sering menemani Diandra berjualan.

Suatu malam, Galen ada acara sehingga tidak bisa menemani Diandra. Gadis itu pulang dengan sepedanya.

Di tengah perjalanan seorang pria menghentikan sepedanya. Diandra diberi obat bius hingga pingsan. Setelah itu Diandra diperkosa. Trauma karena perkosaan membuat Diandra menjadi bisu.

Merasa bersalah dan juga kasihan dengan nasib Diandra, Galen menikahi Diandra.

Saat ijab kabul berlangsung, Diandra mengetahui jika pria yang memperkosanya itu adalah kakak dari Galen yang bernama Adyatma Mahavir Alister Bagaskara.

Terpopuler

Comments

Neneng cinta

Neneng cinta

emg knp...apa kamu mulai tergoda ya...🤭🤭🤭

2023-06-13

0

Neneng cinta

Neneng cinta

bener nih...awas lho kalau kamu trgoda Ar😂

2023-06-13

0

Yanti Raisyafariz

Yanti Raisyafariz

Makin y

2023-06-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!