Bab.7

Dua minggu berlalu...

"Kamu siap, Arman?" tanya seorang pria paruh baya saat masuk kedalam kamar Arman.

"Siap, Paman. Kita bisa berangkat sekarang." Tak ada ekspresi kebahagiaan layaknya seorang lelaki yang hendak mempersunting pujaan hati.

Pernikahan Arman dan Syifa di gelar secara sederhana di kediaman orang tua Syifa. Mereka sudah sepakat hanya menggelar akad, mengingat keadaan yang tidak memungkinkan.

Di temani Pamannya, Arman berangkat menuju kediaman Syifa. Ia terlihat begitu tampan dengan setelan jas hitam, begitu sepadan dengan Syifa yang sangat cantik. Namun kembali lagi, setelah kematian sang istri, hati Arman telah mati rasa.

Sepanjang perjalanan, Arman lebih banyak diam. Ia merenungi banyak hal, jika nanti resmi menjadi suami Syifa bagaimana ia harus mengambil sikap.

"Man, kamu kenapa diam saja, tidak mau cerita tentang wanita itu? Paman benar-benar tidak menyangka kamu akan menikah lagi." Paman kembali menghela napas pelan.

Paman Arman adalah seorang pengusaha sukses. Beliau sendiri yang selama ini membesarkan Arman setelah kematian kedua orang tuanya. Ia sudah lama bercerai dengan sang istri dan sekarang tinggal sendiri, karena kedua anaknya sudah berkarir dan memilih mandiri.

Arman yang sejak tadi melihat ke arah luar jendela, kini menoleh menatap sang Paman yang sedang menunggu jawaban darinya.

"Seperti yang sudah aku ceritakan, aku menikahinya karena kesalahan prosedur inseminasi buatan. Kami hanya dua orang asing yang tiba-tiba di persatukan, jadi aku tidak bisa menceritakan apapun karena sungguh aku tidak tahu apapun tentang dia."

Sang Paman nampak terdiam sebentar menatap mata Arman yang penuh dengan kekosongan. Ia tahu keponakannya itu memang tidak lagi bisa jatuh cinta karena trauma setelah kepergian istri yang sangat dicintai, tetapi bagi Paman, masa depan Arman masih panjang dan seharusnya masih bisa membuka hati untuk wanita lain.

"Arman, paman bukannya ingin ikut campur. Meskipun kamu hanya menginginkan anak di rahimnya tapi selama pernikahan cobalah untuk membuka hati dan lihat dia sebagai istrimu. Andai Chyntia masih hidup dia pasti akan setuju dengan ucapan paman."

"Kalau Chyntia masih hidup, aku tidak mungkin menikah lagi, Paman."

Arman nampak tertawa kecil begitu juga dengan sang paman yang ikut tertawa bersamanya.

"Ah kamu ini susah sekali di ajak serius. Baiklah, terserah kamu saja yang penting paman sudah memberikan saran."

......................

Sekitar pukul satu siang, Syifa sudah begitu cantik dengan balutan kebaya putih, jilbab putih dan rok batik yang membalut tubuh sintalnya. Wajahnya pun tak luput dari hiasan make up yang tidak terlalu tebal, terlihat sederhana namun sangat cantik.

"Kamu cantik sekali, Syifa," ujar Annisa yang sudah datang ke kediaman itu sejak subuh dini hari. Sebagai orang yang menyebabkan kekacauan hingga membuat Syifa hamil, ia merasa sangat bersalah. Semua keperluan pernikahan, dirinya lah yang membantu Syifa untuk menyiapkan semuanya, tentu saja didampingi oleh Gavin.

"Terimakasih, Dok. Sebenarnya Anda tidak perlu repot-repot mendekorasi rumah saya sampai sebagus ini, bahkan ke kamar pengantinnya sangat cantik sekali."

"Jangan sungkan Syifa, aku merasa sangat bersalah kepada mu. Sudah kamu maafkan saja aku sudah bersyukur jadi biarkan aku menjadi teman mu mulai sekarang."

Pandangan mata Sifa kembali tertunduk, ia tidak bisa membayangkan bagaimana malam pengantinnya nanti. Tidak ada keromantisan, saling bersenda gurau lalu melakukan ibadah sebagaimana sepasang suami istri yang baru saja mengikat janji.

Syifa memang tidak mengharapkan hal itu terjadi antara ia dan Arman. Tetapi dulu ia sudah membayangkan jika kelak menikah dengan orang yang mencintainya dan juga ia cintai tentu saja malam pengantin akan dilalui dengan penuh kehangatan.

Sekarang yang tersisa hanyalah bayangan semu, karena sang pujaan memilih untuk pergi menjauh, meraih mimpi dan melupakan dirinya. Firman kini tinggal kenangan, berganti dengan seorang pria yang tidak pernah Syifa bayangkan akan menjadi suaminya.

Klek.

Pintu kamar itu terbuka Gavin masuk dengan langkah tergesa-gesa. "Arman sudah datang, sebentar lagi ijab kabul akan di mulai, kamu mau tetap di sini menemani Syifa atau ikut keluar?"

"Aku akan keluar bersama Syifa nanti karena tidak ada siapapun di sini," jawab Annisa.

"Baiklah, para tetangga malah fokus melihat Arman di depan sepertinya mereka baru pertama kali melihat pria tampan, kalau begitu aku keluar lagi," ucap Gavin lalu berbalik pergi meninggalkan kamar tersebut.

Mendengar hal itu Syifa semakin nampak gelisah karena sebentar lagi akan menjadi istri dari Arman Alfarizi.

Melihat Syifa yang nampak tidak tenang, Annisa segera mengambil segelas air putih di atas meja rias dan diberikan kepada Syifa. "Syifa ayo diminum dulu kamu tenang saja ya semua akan berjalan lancar."

Tanpa berkata apapun Syifa meraih gelas berisi air itu dan langsung meneguknya hingga habis.

-

Sementara itu di lain tempat tetapi masih di rumah yang sama, tepatnya di ruang tamu yang berukuran tidak terlalu besar, Arman sudah duduk di hadapan penghulu dengan disaksikan ketua RT setempat, keluarga dan juga tetangga-tetangga yang diundang oleh Ayah Syifa.

Suara pak penghulu nampak menggema di sekeliling ruangan saat membacakan khutbah nikah di hadapan Arman. Ayah dan Kakak Syifa duduk di samping kiri pak penghulu, mereka terlihat lebih santai dan tak henti-hentinya tersenyum.

"Baiklah, Arman Alfarizi apa Anda sudah paham?" tanya Pak penghulu ketika selesai menyampaikan khutbahnya.

"Ya, saya paham," jawab Arman dengan lugas.

"Kalau begitu, kita mulai ijab kabulnya." Pak penghulu mempersilahkan Ayah Syifa untuk mengambil alih tempatnya. Karena beliau sendirilah yang akan menikahkan putrinya.

Arman menjabat tangan calon Ayah mertuanya, menegapkan badan seraya mencoba mengatur napas agar semua berjalan dengan lancar.

"Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau ananda Arman Alfarizi bin Harianto dengan anak saya yang bernama Syifa Khairunnisa dengan maskawinnya berupa uang sebesar seratus juta rupiah, tunai."

"Saya terima nikahnya dan kawinnya Syifa Khairunnisa binti Hermawan dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai."

"Bagaimana para saksi, sah?"

"Sah."

"Sah!" seru seluruh tamu undangan yang menyaksikan upacara sakral itu.

Baarakallahu likulii wahidimmingkumaa fii shaahibihi wa jama'a bainakumma fii khayrin.

Pak penghulu dan semua tamu melangitkan doa tersebut seraya menengadahkan tangan, memohon doa agar pernikahan Arman dan Syifa dilimpahi kebahagiaan.

Di dalam kamar Annisa langsung memeluk Syifa yang duduk tertunduk sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. Setelah mendengar kata SAH menggema hingga ke kamarnya, Syifa sudah benar-benar pasrah akan takdirnya.

"Selamat Syifa sekarang kamu sudah menjadi seorang istri."

Syifa tak mampu berkata-kata Ia hanya diam terpaku, tetapi mata yang berkaca-kaca mampu menjelaskan, betapa pedihnya menikah tanpa dihadiri cinta dan kasih sayang di dalamnya.

Allahu Akbar! Aku pasrahkan segala takdirku hanya kepadamu ya Allah aku yakin engkau mempunyai rencana terbaik untuk ku, batin Syifa.

Bersambung 💕

Jangan lupa berikan dukungan untuk Author ya reader 🥰

Bab selanjutnya ➡️ (Malam pertama)

Terpopuler

Comments

Endank Susilowaty

Endank Susilowaty

orang klu nikah pasti seneng sedang syifa sedih karena menikah dengan laki2 yg g di kenal dan karena kesalahan yg g pernah dilakukan

2023-06-23

0

Fajar Ayu Kurniawati

Fajar Ayu Kurniawati

.

2023-06-23

0

Yanti Raisyafariz

Yanti Raisyafariz

Akhirnya sah....

2023-06-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!