Bab.15

...Untuk sementara, biarlah seperti ini, pasti ada saat di mana semua berjalan seperti seharusnya. Karena hidup tak sekedar bicara tentang apa yang kita mau, tetapi apa yang terbaik untuk semuanya....

...-Syifa.K-...

.

.

.

"Apa Anda tidak bisa menjawab? Jangan terlalu sombong, jika pada kenyataannya Anda memanfaatkan seorang wanita demi mendapatkan anak."

Arman tidak memungkiri bahwa semua yang dikatakan Firman itu adalah tujuan awalnya menikahi Syifa. "Aku dan Syifa memang hanya dua orang yang tidak saling mengenal, tapi Allah mempersatukan kami dengan cara yang tidak masuk akal. Semua yang terjadi pasti ada maksud dan tujuannya, entah itu untuk cinta atau hanya sebatas pelajaran. Aku tidak pernah menutup kemungkinan, karena sang pemilik hati penentu segalanya."

Arman berbalik lalu melangkah pergi meninggalkan Firman yang masih diam terpaku di sana. Dalam sekejap mata hidup Firman menjadi semakin rumit bukan hanya tentang penyesalan dan rasa takut kehilangan, tetapi ia juga terbelenggu dalam hubungan perjodohan yang sudah disepakati oleh kedua orang tuanya.

~

Saat masuk ke dalam ruangan kerja, Arman bisa melihat Syifa sedang duduk di sofa sambil membaca buku yang tadi Ia berikan. Hembusan nafasnya begitu panjang entah apa yang ia pikirkan setelah melihat wanita yang berstatus sebagai istrinya kembali dikejar oleh mantan.

"Syifa, tadi kamu bicara apa saja dengan Firman?"

Syifa menutup buku yang sempat ia baca untuk mengalihkan pikiran. Ia mendogakkan kepala melihat sang suami yang sedang berdiri di hadapannya. "Mas Firman sudah mengetahui semua fakta tentang kehamilanku dari Kak Devan. Dia meminta maaf karena suudzon selama ini."

Arman yang terlihat semakin penasaran, beranjak duduk di samping Syifa. "Apa dia meminta kamu untuk kembali?"

Syifa terlihat enggan untuk menjawab, namun ia kembali mengingat bahwa hubungan yang diawali dengan ketidakjujuran pasti akan berakhir tidak baik. "Iya, Mas."

Ekspresi wajah Arman tiba-tiba berubah menjadi sendu, ia menundukkan kepalanya seraya menghela nafas pelan. Setelah beberapa saat ia kembali menoleh melihat Syifa. "Apa kamu masih mau kembali kepadanya?"

"Wallahualam, Mas. Aku tidak bisa menjawab iya ataupun tidak karena segala sesuatu yang terjadi adalah rahasia Allah subhanahu Wa Ta'ala. Yang pasti selama menjadi istri mas Arman aku menjaga diriku dan juga hatiku dari pria yang bukan mahram ku."

Semua jawaban yang diberikan Syifa tentu saja masuk akal tetapi entah mengapa Arman merasa tidak puas dengan jawaban itu, ia seolah ingin mendengar Syifa menjawab, tidak. "Hufft, baguslah kalau begitu."

Melihat Devan yang begitu antusias bekerja di perusahaan membuat Syifa seolah ingin ikut terjun untuk mengisi waktu luang. "Mas, aku kan lulusan bisnis manajemen, apa boleh aku bekerja di sini sambil mengisi waktu biar tidak bosan," pinta Syifa tiba-tiba.

Sontak saja mata Arman langsung membulat seketika. "Untuk apa? Masih banyak hal yang bisa kamu kerjakan, agar tidak bosan. Kamu bisa les memasak, melukis, bermain alat musik. Kenapa harus bekerja di sini."

"Ya, karena di sini ada Kak Devan dan Kamu mas. Aku pikir pasti akan menyenangkan bekerja bersama kalian," ujar Syifa yang masih kekeh dengan permintaannya.

Arman mengusap wajahnya dengan kasar lalu kembali menatap sang istri. "Aku bukan tidak mengizinkan tapi aku tidak suka kamu bertemu dengan Firman."

Syifa berusaha menahan tawanya saat mendengar alasan Arman. "Oh jadi Mas cemburu?"

"Aku tidak cemburu, hanya tidak suka saja. Aku akan segera mencari pembantu agar kamu tidak kesepian di rumah. Hufft, kedatangan mu ke sini malah membuat kamu bernostalgia."

Arman terdiri dari posisinya lalu melangkah menuju meja kerjanya sambil menghentak-hentakkan kaki seperti orang yang sedang kesal.

"Mas, aku boleh pulang?" tanya Syifa saat sang suami mulai sibuk dengan laptop dan beberapa berkas di meja kerja.

"Nanti aku antar, tunggu saja sebentar," jawab Arman tanpa melihat ke arah sang istri, Ia tetap fokus ke layar laptopnya.

"Tapi aku lapar, kalau begitu aku keluar sebentar mencari makanan ya, disini ada kantin kan?" Syifa berdiri dari posisi duduknya hendak melangkah ke luar dari tempat tersebut.

"Tunggu!"

Baru saja ia meraih handle pintu sang suami sudah memanggilnya. "Kenapa lagi, tidak boleh?"

"Bukan, kamu tidak perlu ke kantin jika mau makan. Aku bisa meminta sekretarisku untuk membelikan kamu makanan, ayo duduk lagi."

Klek.

Pintu ruangan itu terbuka. ternyata Devan dan Shila yang datang.

"Sudah selesai?" tanya Arman. kepada Shila dan Devan.

"Sudah, kalau begitu aku mau pulang dulu. Besok aku akan masuk pagi-pagi sekali," jawab Devan dengan antusias.

"Mas aku ikut Kak Devan pulang ke rumah Ayah ya, dari pada di sini aku tidak tahu harus ngapain," ujar Syifa.

Arman pergi sebentar kemudian kembali beralih melihat Devan. "Kak Devan bisa bawa mobil?"

"Bisa kok bisa."

"Kalau begitu, tunggu sebentar." Arman mengambil kunci mobilnya yang ia letakkan di meja kerja kemudian diberikan kepada sang kakak ipar. "Karena Syifa sedang hamil sepertinya kurang aman jika dia naik motor, Kak Devan bawa mobilku saja nanti aku akan membawa pulang motor Kak Devan."

Tentu saja dengan senang hati Devan mengambil kunci mobil itu dan menukarnya dengan kunci motor. "Baiklah, kalau begitu kami pergi dulu." Ia beralih melihat Shila seraya mengedipkan sebelah matanya.

"Mas aku pergi dulu," ucap Syifa seraya mencium tangan sang suami. "Assalamualaikum."

"waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," balas Arman.

Setelah kepergian Devan dan Syifa kini tinggallah Shila dan Arman yang masih berdiri di depan pintu ruangan.

"Anda perhatian sekali dengan wanita itu. Sebenarnya sejauh mana hubungan kalian?"

Arman memutar bola matanya malas saat mendengar pertanyaan sang sekretaris. "Bukan urusan kamu. Lebih baik sekarang kamu siapkan ruangan rapat."

~~

Mobil yang dikendarai oleh Devan berhenti saat melihat lampu lalu lintas berubah menjadi warna merah. Syifa yang sejak tadi terdiam sambil memainkan ponselnya, tiba-tiba mengingat sesuatu yang ingin Ia tanyakan kepada sang kakak.

"Kakak tadi bertemu Mas Firman di kantor?"

"Hm, aku tidak menyangka bisa bertemu dia di kantor Arman. Kamu tau, saat aku menceritakan semua yang terjadi, dia terlihat sangat menyesal, rasain tuh Fir'aun kutu kupret."

Syifa bisa mengerti jika sang kakak tidak terima ia dihina, namun baginya hinaan tidaklah harus dibalas dengan hal serupa. "Kak, jangan seperti itu. Aku harap kakak bisa menjaga sikap selama bekerja di perusahaan Mas Arman. Masalah Aku dan Mas Firman, Kakak lupakan saja."

Devan yang sejak tadi sibuk memperhatikan lampu lalu lintas yang tak juga berubah menjadi hijau kini beralih melihat ke arah Syifa. "Fa, jangan terlalu baik. Kamu adalah orang paling berharga yang Kakak punya, selama ini aku selalu membebani kamu, setidaknya biarkan aku melindungi kamu."

Kedua mata Syifa nampak berkaca-kaca mendengar ucapan yang menyentuh relung hatinya. Devan, dengan segala ketidakmampuannya untuk menjadi tulang punggung keluarga, kini menunjukkan sisi tanggung jawabnya saat sang adik sedang dalam masalah.

Bersambung 💕

Follow akun sosmed author ya gaes...

IG: alya_aziz4

FB: Alya Aziz

Bab selanjutnya ➡️ (Kecemasan Syifa)

Yuk mampir ke novel keren yang satu ini...

Terpopuler

Comments

Neneng cinta

Neneng cinta

jadi udah mulai ada rasa sm shifa nih🤭

2023-06-13

0

mahyati Reva

mahyati Reva

aku suka ceritanya ga begitu bnyak konflik

2023-05-21

0

ani surani

ani surani

malu mengakui bhw sebenernya cemburu ya Man ? 😂😂

2023-04-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!