Bab.6

Keesokan harinya...

"Saya ... ingin meminta izin untuk menikah lagi, Pak." Arman terlihat begitu gugup, saat berhadapan dengan seorang pria paruh baya yang dulu kerap ia panggil Bapak mertua.

Lengkungan senyum di wajah keriput itu tergambar jelas, seolah ada perasaan lega yang teramat sangat. "Akhirnya, kamu datang untuk benar-benar melepaskan Chyntia?"

Arman mengangkat kepalanya yang sempat tertunduk. Keningnya mengkerut tajam saat melihat senyum di wajah mantan mertuanya. "Sa-saya ... saya hanya ...." Arman menghela napas berat saat semua yang ingin katakan tidak bisa tersampaikan.

"Arman, sudah cukup selama ini kamu terus larut dalam kesedihan setelah kepergian Chyntia. Bapak, ikhlas dan mendukung jika kamu menikah lagi. Lanjutkan hidup mu, yakinlah Chyntia pun juga pasti tersenyum mendengar ini."

Mendengar ucapan sang mantan mertua yang selalu saja menggetarkan hati, Arman kembali menundukkan pandangannya karena tak kuasa menahan haru. "Bapak benar, dia pasti akan mendukung apapun yang saya putuskan."

Chyntia, wanita yang penuh kelembutan, penurut, cantik, dan sangat berbakat. Hal itu membuat Arman jatuh cinta hingga saat kehilangan tidak bisa bangkit lagi.

Kehilangan yang begitu tragis saat cinta tengah sampai pada puncaknya. Arman, tidak akan pernah bisa melupakan kecelakaan hari itu, dimana hatinya menjadi mati rasa sampai detik ini.

"Kenapa Kamu tidak membawa calon istri mu kemari?"

"Oh itu, dia sedikit sibuk. Kapan-kapan saya akan membawa dia kemari." Arman hanya bisa berdalih, karena mengungkapkan semuanya hanya akan membuat Bapak menjadi khawatir.

"Baiklah. Semoga acara kamu berjalan dengan lancar, maaf karena bapak tidak bisa hadir. Kamu tahu sendiri kondisi tulang bapak yang semakin rapuh karena osteoporosis."

Bapak kembali cekikikan saat mendengar ucapannya sendiri.

"Tidak apa-apa Pak, kalau begitu saya mau kebelakang. Sudah satu bulan lebih saya tidak menyapa Chyntia."

"Ya, pergilah. Dia pasti senang kamu datang."

Arman berdiri dari posisi duduknya, mengambil langkah tegas menuju halaman belakang, di mana mendiang sang istri dimakamkan bersama Ibu mertua dan anggota keluarga lainnya.

Berjarak sekitar seratus meter dari rumah, tidak membuat Arman lelah untuk melangkah menemui istri yang begitu ia cintai meski tidak lagi bisa memeluk bahkan untuk sekedar menyentuh ujung rambutnya.

Di depan pusara sang istri Arman duduk bersimpuh seraya menyentuh batu nisan yang bertuliskan nama Chintya Hermawan. "Aku datang lagi, Sayang. Kamu baik-baik saja di sana, hem?"

Entah mengapa kedatangan kali ini, ia merasa begitu emosional sehingga beberapa kali matanya terasa memanas karena menahan air mata yang ingin segera keluar. "Tya, aku ingin minta maaf."

Arman tidak lagi sanggup untuk menjelaskan tetapi ia tahu di suatu tempat di atas sana sang istri pasti mengetahui semua yang telah ia alami beberapa waktu belakangan ini.

"Tolong restui, setiap keputusan yang aku ambil. Tya, kamu tidak marah kan?" Arman menumpukan keningnya di batu nisan sang istri. Ia mulai menangis karena mengenang sang istri yang menorehkan sejuta kenangan manis yang tak juga lekang dimakan waktu.

"Aku sangat mencintaimu dan akan terus seperti itu."

...****...

"Dev...Devan! Matikan air, sudah penuh ini," teriak Ayah dari halaman belakang.

Devan yang baru saja bangun segera bangkit dari ranjang dan melangkah keluar dari kamar. "Iya ini baru mau di matiin!" Saat hendak melangkah menuju dapur untuk memutar keran air, ia berhenti karena Syifa yang tiba-tiba saja datang dan mendahului langkahnya.

"Hueek!" Di depan Wastafel dapur, Syifa memuntahkan semua isi perutnya. Sejak pagi ia sudah beberapa kali muntah dan pusing.

"Kamu muntah?" tanya Devan saat menghampiri sang Adik.

Syifa yang sudah lemas hanya bisa menganggukan kepalanya perlahan.

"Masuk angin kali," ujar Devan.

Dengan seluruh kekuatan yang tersisa Syifa menoleh menatap sang kakak yang malah membuatnya semakin lemas.

"Kak, aku hamil. Lupa ya?"

"Oh iya, lupa. Kalau begitu kamu mau teh hangat, atau susu?"

Tok... tok... tok.

"Mendingan Kakak buka pintu, sepertinya ada tamu," ucap Syifa lalu melangkah menuju dispenser untuk mengambil air minum.

Devan pun segera melangkah menuju pintu keluar. Tak lama ia kembali ke dapur membawa sebuah kotak yang cukup besar. "Syifa, ada paket untuk kamu nih."

"Paket?" Di letakkannya gelas air minum di samping dispenser lalu melangkah menghampiri sang Kakak yang sudah tidak sabar membuka kotak itu di atas meja makan. "Dari siapa?"

"Tidak ada nama pengirim, jadi kita lihat saja isinya." Devan terus merobek bubble wrap hingga isi kotak itu mulai terlihat. "Hah, ini kan ...."

"Apasih buat penasaran saja." Syifa mengambil alih kotak di atas meja. Matanya langsung membulat saat melihat isi kotak itu. Foto kenangan bersama Firman saat ia wisuda, hadiah ulang tahun yang pernah ia berikan kepada Firman dan beberapa barang lain kini di kembalikan kepadanya.

"Ck, laki-laki itu. Bisa-bisanya dia mengembalikan ini kepada mu, kalau tidak suka ya buang saja," sahut Devan.

Kedua netra hitam milik Syifa masih fokus melihat semua barang yang ada di kotak itu. Hingga akhirnya ia meletakkan kembali kotak itu lalu melangkah pergi dari dapur.

"Hey kamu mau kemana!" seru Devan saat melihat sang adik memasang jilbab dan melangkah menuju pintu keluar.

Syifa sudah pasrah jika memang hubungannya dan Firman akan berakhir tetapi ia tidak ingin semua itu berakhir dengan kesalahpahaman. Walau bagaimanapun ia dan sang kekasih pernah merajut mimpi bersama untuk sebuah ikatan sehidup semati.

Segala janji yang pernah diucapkan Firman kini satu persatu dilingkari hanya karena sebuah kesalahan yang tidak pernah Syifa lakukan. Wanita muda itu tidak meminta untuk di mengerti, Ia hanya ingin Firman mendengar penjelasannya.

~

Tiga puluh menit perjalanan, akhirnya ia sampai juga di tempat tujuan. Dengan tubuh yang begitu lemah ia turun dari sepeda motornya. Melangkah menuju teras rumah dua lantai itu. "Assalamualaikum, Mas Firman!"

Klek.

"Non Syifa," ucap seorang wanita paruh baya yang muncul dari dalam rumah.

"Bibi, Mas Firman ada di rumah kan? Saya mau bicara sebentar," ucap Syifa dengan lirih.

Wanita paruh baya itu nampak terdiam sebentar dengan ekspresi kebingungan yang terlihat jelas. "Ma-maaf, Non. Tuan Firman dan orangtuanya berangkat ke Riau pagi tadi. Apa Non Syifa sudah tau kalau Tuan Firman akan di jodohkan dengan wanita pilihan kedua orangtuanya?"

Hancur, kedua kaki Syifa seolah tidak bisa lagi menapak bumi. Secepat itukah ia tersingkirkan, ia merasa di talak bahkan sebelum pernikahan. Tanpa bicara apapun, ia berbalik pergi dengan air mata yang terus mengalir tanpa henti.

Aku ikhlas jika semua harus berakhir, tapi kenapa Mas tidak mau mendengarkan penjelasan ku untuk terlahir kalinya, batin Syifa.

Bersambung 💖

Bab selanjutnya ➡️ (Pernikahan)

Terpopuler

Comments

Dewi Ansyari

Dewi Ansyari

Yg sabar ya Syifa😔

2023-06-16

0

Yanti Raisyafariz

Yanti Raisyafariz

Ikhlas...

2023-06-08

0

mahyati Reva

mahyati Reva

ikhlaskan yg sdah berlalu, mintalah takdir terbaik yg terbaru....tawakkal

2023-05-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!