Skandal di Gedung Biru

Skandal di Gedung Biru

Perpisahan

"Mira! kamu sudah berani melawanku sekarang!" pekik wanita itu melotot tajam menatap Miranda yang menunduk ketakutan.

Ini bukan kali pertama Miranda mendapat perlakuan kasar dari ibunya, semua yang ia lakukan selalu salah, hinaan cacian sudah menjadi makanan setiap hari.

"Anak tidak berguna kamu, mau jadi apa kamu nanti, bisamu cuma menyusahkan saja!" gerutu wanita itu semakin menjadi.

Miranda menolak permintaan ibunya untuk menemani juragan Agus, pria tua yang beberapa waktu ini sering berkunjung ke warung ibunya.

Selama ini ia pikir pria itu punya hubungan khusus dengan sang ibu, karena bukan pemamdangan aneh buat Miranda kalau ibunya memiliki seorang kekasih.

Sejak bercerai dari suaminya, Marni mulai bergonta ganti pacar untuk menopang kehidupannya, dia terkenal sebagai janda genit, wajahnya yang lumayan membuat warungnya ramai dikunjungi pria-pria hidung belang.

Tak hanya itu, kecantikan Miranda putrinya juga menjadi daya tarik untuk membuat banyak pengunjung pria di warung kecilnya.

Para pedagang cabe musiman menggunakan warung Marni untuk bertransaksi, ia menyewakan halamannya untuk penampungan sementara cabe dari petani yang akan diangkut oleh tengkulak.

Musim panen cabe, juga musim panen untuk Marni, para pengepul cabe akan berkumpul di warung miliknya dan biasanya mereka cukup royal.

"Gimana, Bu?" bisik juragan Agus sambil menyodorkan segepok uang berwarna merah pada Marni.

"Mmmm ... nanti malam kalau mau bawa Miranda tapi jangan lama-lama ya," ucap Marni sambil meraup uang di meja dengan mata berbinar.

"Miranda mau?" juragan Agus terlihat senang.

"Tenang saja, tapi jangan diapa-apain ya, kenalan dulu, anakku itu masih polos," pinta Marni sambil mengedip genit.

"Oh ... soal itu gak usah khawatir, saya pria penyayang kok." Juragan Agus terkekeh diikuti Marni yang tertawa senang.

Wanita itu sudah membayangkan kalau Miranda menjadi istri juragan Agus hidup keluarganya pasti terjamin.

Siang harinya di sekolah, Miranda datang untuk mengambil ijazah kelulusan. Usai menerima ijasah ia pergi mencari Firman sahabatnya di ruangan lain.

"Mir!" seorang pemuda memanggilnya.

"Hei, aku baru mau mencarimu." Miranda berbalik dan mendekati Firman.

"Udah selesai?" tanya Firman.

"Sudah, kamu?"

"Sudah juga, yuk pulang!" ajak Firman, Miranda pun berjalan di samping pemuda itu menuju parkiran.

"Kamu gak ikut anak-anak pawai?" tanya Miranda saat tiba di parkiran.

"Enggaklah, lagian kamu gak ikut gak asik!" Firman mengeluarkan kunci mobil, mobil di depan mereka berbunyi saat tombol kunci ditekan.

"Kamu bawa mobil, Fir?" Miranda ragu saat Firman membukakan pintu untuknya.

"Nyokap lagi cuti jadi kupinjam mobilnya, ayo masuk keburu hujan!"

Miranda bergegas masuk ke dalam mobil, setelah menuutup pintu Firman berlari kecil menuju kemudi, rupanya gerimis mulai turun.

Dari SMP Miranda telah dekat dengan Firman, bahkan orang lain berpikir mereka adalah sepasang kekasih, sebenarnya Firman memang menaruh hati padanya, akan tetapi Miranda hanya menganggap hubungan mereka sebatas sahabat.

"Setelah ini kamu mau ke mana, Mir?" tanya Firman sambil menyetir.

"Aku akan pergi mencari kerja, oh ... ya, aku nitip ijazahku di rumahmu ya," pinta Miranda, Firman menoleh sambil mengernyit heran.

"Kenapa?"

"Aku hanya bersiap-siap, kalau saja sesuatu tidak sesuai dengan keinginanku," sahut Miranda menatap kosong ke depan.

Firman melajukan mobil keluar kota, dia sengaja ingin membawa Miranda sebelum mereka berpisah. Firman akan mendaftar sebagai TNI melanjutkan cita-cita almarhum papanya.

Menjadi tentara adalah impiannya sejak kepergian sang papa yang gugur saat bertugas di Papua, saat Firman masih duduk di kelas dasar.

"Kita ke mana, Fir?"

"Tidurlah, nanti kubangunkan saat tiba." Firman melajukan mobil dengan kecepatan sedang.

Miranda menuruti perintah Firman dan memejamkan mata, dia percaya karena pria ini tak pernah berniat jahat, dan akan menjaganya dengan baik.

Mobil pun memasuki kawasan wisata air terjun, setelah memarkir mobil, Firman turun membeli makanan dan membiarkan Miranda tetap tertidur dengan pulas.

Pemuda itu kembali duduk di belakang kemudi, matanya menatap lembut Miranda yang tengah telelap, sambil tersenyum Firman menyingkirkan poni yang menutupi sebagian wajah wanita di sampingnya.

"Kamu cantik sekali, Mir ..." bisik Firman pelan.

Miranda menggeliat dan mengerjapkan mata, dia terbangun mendapati Firman tengah menatapnya dengan tatapan mesra.

"Udah sampai?" Miranda mencoba mengalihkan pandangan.

"Mir, kamu mau menungguku kan?" ucap Firman lirih.

"Kamu mau ke mana?" Miranda menatap Firman dengan lembut.

"Setelah aku lulus dari TNI, aku akan melamarmu Mir."

"Kamu ngomong apa sih?" Miranda merasa tak nyaman dengan ucapan Firman.

"Aku mencintaimu dari dulu, aku ingin menikahimu dan membawamu pergi jauh dari ibumu yang jahat." Firnan meraih tangan Miranda, jantungnya berdetak kencang saat dia menggenggam tangan itu.

Miranda berusaha menarik tangannya, namun Firman menggenggamnya erat, perlahan pemuda itu mengangkat tangan itu ke bibirnya mengecup dengan lembut.

"Fir, jangan lakukan ini." Suara Miranda tercekat, baru pertama kali Firman menggenggam dan mencium tangannya seperti ini.

Pemuda itu melepaskan tangan Miranda, kini keduanya terlihat kikuk dan salah tingkah, keduanya saling menatap ke luar mencoba menenangkan gemuruh di dada.

"Kudoakan kamu berhasil Fir, aku juga akan mencoba peruntunganku di kota," ucap Miranda lirih dengan pandangan keluar jendela.

"Tidak adakah tempat di hatimu untukku, Mir?" Firman menoleh menatap Miranda.

"Aku tidak pantas untukmu, keluargaku bukan orang baik, kita jauh berbeda Fir," sahut Miranda lirih, gadis itu memberanikan diri menatap mata Firman.

Ada sejuta harap di mata sang pemuda, tapi Miranda telah berikrar pada dirinya sendiri dia akan menaklukan dunia, membuat orang tuanya bangga dan tidak lagi mengantakan dirinya anak pembawa sial.

Caci maki sang ibu membuatnya mematikan rasa cinta di dalam dirinya, ia bertekad untuk tidak menjalin hubungan dengan pria sebelum dia sukses.

Sebesar apa pun cinta yang Firman tunjukkan, dia tetap bergeming dengan pilihan hidupnya. Miranda tidak ingin menjadi wanita biasa, dia ingin menunjukkan pada sang ibu kalau dia anak yang berguna.

Apa yang dilakukan Miranda untuk mewujudkan impiannya, ikuti kisah ini dan jangan lupa lika dan komennya ya ....

Terpopuler

Comments

Asphia fia

Asphia fia

mampir

2024-07-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!