Mobil mercedez keluaran terbaru warna hitam melaju pelan masuk ke perumahan elite, kemudian berhenti di sebuah rumah, perlahan pintu pagar terbuka dan mobil itu masuk ke garasi, pintu pagarpun kembali tertutup rapat.
Hendra turun dari mobil di sambut seorang pelayan wanita yang membukakan pintu untuknya, pria itu melangkah gontai masuk ke dalam rumah.
"Ibu sudah pulang?" tanya Hendra pada sang pembantu.
"Sudah Pak, dari jam empat katanya besok pagi berangkat lagi, Bapak mau disiapin makan malam?" tanya sang pembantu.
"Nggak usah, aku sudah makan di luar."
Hendra berjalan menaiki tangga menuju kamar, sang pembantu berjalan ke arah dapur. Pria itu membuka kamarnya, meletakkan tas kerja sambil mendengus kesal.
Kamar itu kosong meski istrinya telah pulang, istrinya tidur di kamarnya sendiri, Hendra menghempaskan tubuh di ranjang mengingat wajah Miranda yang mengusik hatinya.
Hendra Wijaya seorang pengusaha ekspor import, pernikahannya akibat dijodohkan, dia terpaksa menikah dengan asisten papanya karena diancam tidak akan diberi warisan jika menolak.
Akhirnya mereka berdua bersatu tanpa rasa cinta, keduanya membuat perjanjian untuk tidak saling mengganggu satu sama lain, mereka hanya tampil layaknya suami istri saat menghadiri acara, akan tetapi saat di rumah seperti orang asing.
Sebuah ketukan terdengar di pintu kamar, seorang wanita menyahut kemudian membuka pintu.
"Bapak sudah pulang, Bu. Langsung ke kamar katanya sudah makan di luar," lapor pelayan pada wanita yang tak lain istri Hendra.
"Ya sudah terima kasih, kamu sudah bilang kalau besok aku pergi lagi?" tanya wanita berpakaian kimono sutra.
"Sudah, Bu." Pelayan itu meninggalkan wanita itu.
Pintu kembali di tutup dan dikunci dari dalam, wanita itu duduk di meja rias melanjutkan ritual merawat wajah sebelum tidur.
Wajahnya masih menawan meski usianya menjelang kepala empat, rambutnya hitam legam belum ada satu uban yang hadir, berbeda dengah Hendra yang kini mulai beruban.
Pernikahan mereka tak dikaruniai anak, karena memang mereka tidak pernah melakukan hubungan suami istri, Hendra lebih sering bermain wanita di luar, akan tetapi sang istri seolah tak peduli.
Pernah suatu hari Hendra membawa wanita pulang ke rumah, sikap istrinya hanya memandang dengan tatapan dingin, bahkan saat pagi istrinya memberi sejumlah uang pada wanita itu tanpa banyak bertanya.
Mereka juga jarang bicara, kecuali ada hal penting yang ingin dibicarakan selebihnya hanya seperti dua orang asing dalam satu rumah.
Ceklek ...
Bunyi gagang pintu membuat wanita itu menoleh ke arah pintu, tak ada suara dari luar, wanita itu diam mencoba menerka siapa di luar sana, sesaat kemudian terdengar langkah kaki menjauh.
Wanita itu berjalan menuju pintu, dengan sangat pelan dia membuka kunci dan mengintip keluar siapa yang baru saja mencoba membuka pintu kamarnya, namun tak ada siapa-siapa, ia pun kembali mengunci kamar dan bergegas tidur.
Hendra melangkah kesal kembali ke kamar, dia merasa telah melakukan hal paling bodoh karena mendatangi kamar istrinya yang selama ini tidak pernah dia lakukan.
"Ngapain aku ke sana, ah ... dasar sial!" gerutunya sambil kembali menghempaskan tubuh di ranjang.
Sebagai pria normal ada saatnya dia butuh untuk bercengkrama dengan wanita, itu hal yang tidak pernah ia dapatkan dari istrinya, perjanjian yang mereka buat menciptakan tembok pemisah di antara keduanya.
Dulu Hendra berharap istrinya akan mengajukan cerai karena tidak tahan dengan pernikahan ini, ternyata dia salah apapun yang ia lakukan tak membuat wanita itu mengajukan perceraian.
Bertahun kehidupan mereka tetap berjalan serumah meski tanpa cinta, sang istri memilih tenggelam dalam usaha designer dan Hendra dengan dunianya sendiri.
Pagi itu Hendra tengah duduk di ruang makan dengan secangkir teh panas dan roti bakar, suara sepatu berhak tinggi berjalan mendekat kemudian duduk di depan Hendra.
"Mau pergi lagi?" tanya Hendra sembari meminum tehnya.
"Iya, ada pergelaran fashion show di Jakarta," jawab wanita itu sambil memeriksa ponselnya.
"Kamu nggak capek, May? kali ini suara Hendra terlihat mengkhawatirkan wanita di depannya.
"Nggak, aku suka dengan duniaku, bagaimana pekerjaanmu?" kali ini wanita itu menatap sang suami.
"Bagus, buktinya aku masih bisa memberimu nafkah," sahut Hendra membalas tatapan sang istri.
"Aku tidak minta itu, gunakan untuk bersenang-senang, kekasihmu lebih membutuhkan itu Hend." Wanita itu tersenyum sinis.
"Maya, sampai kapan kita begini?" nada suara Hendra meninggi.
"Apa maumu, bukankah ini yang kamu mau." Maya tak kalah sengit, wanita itu bangkit meninggalkan Hendra sendirian.
Dia memilih pergi dari pada merusak paginya dengan pertengkaran, kepergian Maya membuat hati Hendra perih, tak lama berselang pria itu pun angkat kaki dari rumah berangkat ke kantor.
Sepanjang jalan ia memutar musik kencang, mengusir rasa marah di dada, Hendra kesal tak dianggap oleh Maya, namun ia tak berdaya, semua ini memang sudah mereka bicarakan di awal pernikahan.
Maya tak peduli dan lebih memikirkan karier designernya, sementara Hendra mulai bosan dengan kondisi rumah tangganya, ia ingin mengakhiri tapi ayahnya masih hidup, sehingga tak mungkin ia bercerai dengan Maya.
Entah sampai kapan keduanya akan terjebak dalam penjara pernikahan, tanpa cinta tanpa tujuan, mau menjadi seperti apa nantinya.
Mobil Hendra memasuki halaman parkir, dari dalam mobil dia melihat seorang gadis berjalan ragu menuju kantornya, sekelumit senyum menghias bibir Hendra mengenali gadis itu.
Miranda ternyata menepati janjinya datang ke kantor menemuinya, Hendra sengaja menunggu kira-kira sampai Miranda telah tiba di ruangannya baru ia turun dari mobil.
Apa yang akan dilakukan Hendra pada Miranda, ikuti kisah selanjutnya, terima kasih sudah mampir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Erna Sutiyana
lama bgt yah up ny
2022-11-09
0