Pengakuan

"Cepat dandan yang cantik, jangan bikin Ibu malu, sebentar lagi Juragan Agus datang menjemputmu!" bentak Marni pada Miranda.

"Ngapain sih Bu, aku harus pergi sama bandot tua itu," gerutu Miranda mencoba melawan.

"Kamu mau hidup kita begini terus, heh ... Miranda aku besarkan kamu bukan gratis ya, saatnya kamu mengganti semua yang Ibu keluarkan untukmu!" Mata Marni mendelik.

Remuk redam hati Miranda mendengar ucapan sang ibu, meski sudah sering mendengar cacian tetap saja ucapan itu meluluh lantakkan hatinya, akan tetapi sesakit apapun hatinya gadis itu tak mengeluarkan air mata, dia meremas tangannya dengan kuat menahan perih di ulu hatinya.

Ia melangkah lunglai masuk ke kamar mengambil tas memasukkan dompet, kemudian mematung di depan kaca menatap wajahnya sendiri.

"Miranda kamu harus pergi dari neraka ini!" bisikan hatinya kembali bergemuruh, suara-suara ini sudah lama berbisik di telinganya.

Terdengar suara mobil berhenti di depan warung, dan suara Marni menyapa hangat sang tamu.

"Mira!! Mira!!" panggil Marni penuh semangat.

Miranda menarik napas panjang kemudian berjalan keluar kamar menemui ibunya yang sudah bersama juragan Agus, senyum wanita itu mengembang saat melihat putrinya datang.

Juragan Agus tersenyum senang, matanya menatap setiap inci wajah ayu sang gadis yang menjadi pujaannya, sementara Miranda menunduk lesu.

"Sudah sana kamu ikut Mas Agus, jangan bikin Ibu marah!" tegas Marni setengah berbisik sambil mendorong putrinya ke samping juragan Agus.

Gadis itu melangkah seperti robot sesuai perintah sang ibu, pria tua itu mengajak Miranda masuk ke mobilnya, dan dalam sekejap mobil itu pun melaju pergi.

Marni menghela napas lega melihat putrinya dibawa pergi juragan Agus, bayangan kemewahan sudah terpampang nyata, dia tersenyum masuk ke dalam rumah sambil bersenandung bahagia.

"Mira apa kabar?" sapa Pria setengah baya yang duduk di samping Miranda.

"Mmm ... baik Pak, eh ... Juragan ...," sahut Miranda gugup.

"Jangan panggil aku Pak, atau Juragan, panggil saja Mas." Juragan Agus berdehem pelan.

"Maaf saya belum terbiasa, Pak ... eh ... Mas ...." Miranda menundukkan wajah, menatap kakinya sendiri.

"Baiklah, tidak apa-apa, kamu takut sama aku?"

"Tidak, saya hanya tidak biasa pergi berduaan dengan orang asing." Miranda mulai mengatur napasnya, dia teringat akan ucapan ibunya untuk bersikap baik.

"Aku mau mengajakmu belanja, habis itu kita makan malam."

"Apa tidak ada yang marah kalau mmm ... M-a-s Agus jalan dengan saya?" suara Miranda bergetar menyebut pria tua di sampingnya dengan panggilan mas.

"Tidak, istriku tahu kok aku jalan sama kamu."

Miranda menoleh menatap heran pada juragan Agus, pria itu membalas dengan senyuman teduh. Sebenarnya pria ini tergolong tampan, hanya saja usia yang terpaut terlalu jauh membuat Miranda merasa aneh, ditambah pria ini sudah memiliki istri.

"Istriku sudah lama sakit Mira, dia juga tidak bisa memberiku keturunan, pertama kali aku melihat kamu aku langsung menyukaimu." Ucapan juragan Agus membuat Miranda terhenyak.

"Kenapa harus saya?" Miranda memberanikan diri bertanya.

"Kamu ... kamu cantik." Pria itu tersenyum hendak membelai kepala Miranda, dengan sigap gadis itu menepis tangan juragan Agus.

Pria itu menarik tangannya setelah melihat penolakan dari sang gadis, mobil pun berhenti di parkiran salah satu mall besar di kota itu. Juragan Agus keluar dari mobil, dan sopir membukakan pintu untuk Miranda.

"Yuk ...," ajak juragan Agus.

Miranda berjalan dengan sedikit menjaga jarak dari pria itu, dia merasa setiap orang yang berpapasan dengannya memandang dengan tatapan aneh.

Juragan Agus membawanya ke toko perhiasan, dan memilihkan kalung mewah bertahta permata, dia mengambil kalung dan mau memakaikan ke leher Miranda, akan tetapi gadis itu enggan menerima.

"Ini terlalu mewah, dan saya tidak suka perhiasan," tolak Miranda sesopan mungkin.

Juragan Agus tersenyum, dia semakin kagum dengan gadis di depannya sungguh sangat berbeda dari sifat ibunya yang mata duitan.

Pria itu menggandeng Miranda keluar dari toko emas lalu mengajak ke toko baju, lagi-lagi gadis itu menolak untuk dibelikan baju. Juragan Agus menghela napas panjang, kemudian membawa Miranda masuk ke restoran dan memilih tempat yang privasi.

"Mira ... kamu nggak suka sama aku?" Pria itu menatap wajah Miranda setelah pelayan restoran pergi meninggalkan mereka.

"Saya ...." Mulut Miranda terkunci rapat tak mampu berkata-kata, titik bening perlahan mengalir di sudut matanya.

Juragan Agus mengambil tisu lalu menghapus air mata sang gadis, pria itu memegang pundak Miranda dengan kedua tangannya.

"Apa kamu malu jalan sama aku?" tanyanya pelan.

"Sa-saya tidak bisa seperti ini Mas, semua ini keinginan Ibu." Miranda menunduk sambil tersedu.

Juragan Agus menarik napas panjang kemudian melepaskan tangannya, dia duduk di kursi panjang di samping Miranda yang menangis sendu.

"Aku mengerti, aku tidak memaksamu, aku akan menunggu sampai kamu siap menerimaku," ucap pria itu pelan.

"Saya ingin pergi Mas, saya nggak tahan dengan perlakuan Ibu ...." Suara Miranda serak di tengah isakan.

"Apa ibumu jahat padamu?"

Miranda kembali mengangguk sambil terus terisak, pelayan restoran masuk membawa makanan yang dipesan, mereka melirik melihat gadis itu sedang menangis kemudian kembali keluar setelah menghidangkan makanan.

"Ceritakan padaku, aku ingin mendengarmu sebagai seorang teman," bujuk juragan Agus.

Miranda menatap mata pria itu yang terlihat teduh, mata itu mengingatkan pada tatapan ayahnya yang begitu hangat, tatapan yang sudah lama dia rindukan.

Dengan terbata dia mulai bercerita perjalanan hidupnya, bagaimana Marni memperlakukannya selama ini, dia ingin pergi sejauh mungkin lepas dari penderitaan yang di derita selama ini.

Pria itu menghela napas dengan kasar lalu mengambil piring lalu mengisinya dengan nasi dan lauk, kemudian menyerahkan pada Miranda.

"Makanlah dulu, setelah itu kita pikirkan langkah selanjutnya," ucapnya lembut.

Miranda mengusap air mata lalu menerima piring berisi makanan, perlahan ia makan meski rasanya sulit untuk ditelan. Juragan Agus terlihat begitu santai menikmati makanannya seolah tak terjadi apa-apa.

Usai makan pria itu mengajak Miranda keluar dan kembali ke toko pakaian, tanpa bertanya dia langsung memilih beberapa helai baju untuk Miranda dan juga sebuah koper kecil, baju yang sudah dibayar di masukkan ke dalam koper, gadis itu mengerutkan kening karena tidak mengerti apa maksud pria ini.

Selesai belanja baju mereka menghampiri konter yang menjual ponsel, lagi-lagi pria itu membeli sebuah ponsel beserta kartu, kemudian mengajak Miranda kembali ke mobil.

Setelah berbisik pada sang sopir, mobilpun melaju pergi keluar dari parkiran mall, Miranda tak banyak bicara dia hanya menatap jalanan sambil membayangkan kemarahan sang ibu saat dia tiba di rumah.

Namun mobil yang mereka tumpangi malah masuk ke sebuah hotel, Miranda mulai takut dan berpikir kalau pria ini akan melakukan hal buruk padanya.

Apa yang akan dialami Miranda di hotel bersama Juragan Agus, ikuti bab berikutnya jangan lupa like dan komen ya ....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!