Ungkapan rasa

"Mir, ntar malam jalan yuk!" Sebuah pesan masuk ke ponsel Miranda.

Miranda yang tengah tidur siang terbangun dan membaca pesan dari Ricki, gadis itu mengetik balasan setuju karena hari ini dia libur tidak bekerja.

Ricki tersenyum senang membaca balasan dari Miranda, pemuda itu bergegas memilih baju yang akan ia kenakan untuk pergi malam nanti, dia harus terlihat menawan, ada sesuatu yang ingin ia sampaikan pada gadis yang telah mencuri hatinya.

Sesuai janjinya jam tujuh Ricki sudah menjemput Miranda di tempat kos, dia mengendarai motor milik temannya yang kebetulan sedang pulang dan menitipkan padanya.

Mata pemuda itu tak berkedip melihat gadis pujaannya keluar dengan mengenakan kaos ketat dikombinasi dengan blazer dan memakai celana jins, Miranda terlihat semakin cantik dengan rambut dikucir kuda.

Gadis itu telah banyak berubah dengan penampilannya, seperti gadis kota pada umumnya, akan tetapi ia tetap ramah dan sederhana.

"Bawa motor?" Miranda heran melihat Ricki mengajaknya naik motor.

"Punya Andre, dia pulang kampung," terang Ricki sambil memberikan helm pada Miranda.

Gadis itu memasang helm di kepalanya kemudian duduk di belakang Ricki, dan motorpun melaju pergi.

Ricki berharap Miranda mau melingkarkan tangan padanya seperti pasangan kekasih yang sedang berboncengan, tetapi gadis itu malah menikmati pemandangan sepanjang jalan.

Pemuda itu mencuri-curi pandang melalui kaca spion, mengagumi kecantikan wajah sang gadis yang ia bonceng.

Mereka pun tiba di sebuah cafe tempat para muda-mudi menghabiskan malam diiringi alunan penyanyi band lokal yang menghibur.

Miranda mengikuti langkah Ricki mencari tempat duduk yang nyaman, mereka di sambut pelayan dan langsung memesan makan.

"Kali ini aku traktir kamu," ucap Ricki tersipu, selama ini Miranda selalu menolak jika Ricki membayar makanannya.

Gadis itu tak tega karena tahu kondisi Ricki yang harus berhemat dengan uang, sementara dia memiliki uang karena juragan Agus masih rutin mengiriminya uang sebulan dua kali.

"Yang habis gajian," ledek Miranda sambil mengerlingkan mata.

"Sekali-sekali tak apa dong, masak kamu bayar sendiri terus, aku kan jadi malu ngajakin kamu jalan."

"Mas Ricki, aku tahu kebutuhan kamu banyak, buat bayar kuliah, kos, makan, belum lain-lain." Miranda menyentuh tangan Ricki membuat darah pemuda itu berdesir.

Seketika wajah Ricki memerah, malu dan berdebar campur aduk menjadi satu, untung saja pelayan datang membawakan pesanan mereka sehingga mengalihkan perhatian Miranda.

Merekapun menikmati makan malam ditemani alunan lagu yang mendayu, sesekali Ricki memperhatikan wajah Miranda yang tengah fokus dengan makanannya.

Ada rasa ragu untuk mengungkapkan perasaan didada, takut ditolak atau malah nanti Miranda membencinya, tapi jika rasa itu tak ia sampaikan bagaimana dia tahu isi hati gadis ini.

"Bagaimana perasaanmu berada di kota ini, Mir?" Ricki memulai percakapan.

"Aku senang, apa lagi ada kamu yang menemaniku," ucap Miranda sambil meminum jus apel.

Ucapan Miranda membuat hati Ricki semakin berbunga-bunga, sepertinya gadis ini memiliki rasa yang sama dengannya.

"Mir, aku mau bilang sesuatu padamu ...." Tiba-tiba mulut Ricki susah digerakkan, Miranda menatap menunggu kelanjutan ucapan pemuda itu.

"Apa?" tanya gadis itu penasaran.

"Ng ... anu, itu ... aku ... aku su-ka sama kamu ...." Wajah Ricki merah padam, untung saja mereka duduk di tempat yang tidak terlalu terang sehingga perubahan wajahnya tak terlihat.

"Maksudnya?" Miranda masih belum mengerti.

"Aku mau mengajakmu menjadi pacarku ...." Kali ini Ricki menahan napas.

Miranda menatap tak berkedip, mendengar ungkapan perasaan dari Ricki gadis itu perlahan menarik napas panjang, kemudian meletakkan gelas yang di meja.

Ricki bukan pria pertama yang menyatakan perasaan padanya, dan seperti sebelumnya gadis itu sama sekali tak merasakan debaran atau keterkejutan seperti gadis pada umumnya yang ditembak oleh seorang pria.

"Mas, aku gak ngerti apa itu cinta bagaimana sih mencintai itu, aku menganggapmu sahabat terbaikku," ucap Miranda datar.

Pemuda itu mendadak lemas, namun ia berusaha bersikap biasa, dan memberanikan diri menatap Miranda.

"Apa kamu belum pernah jatuh cinta?" tanya Ricki, Miranda menggelengkan kepala.

"Pacaran?" Ricki masih penasaran, lagi-lagi gadis itu menggeleng.

"Serius?" Ricki makin penasaran, Miranda mengangguk.

"Belum pernah sama sekali?" Ricki terus mencari tahu.

Pria itu mendengus pelan, mengalihkan pandangan pada penyanyi band yang tengah menyanyikan lagu cinta, yang sangat tidak sesuai dengan kondisi hatinya saat ini.

"Maaf ya, Mas. Lebih baik kita seperti ini saja, aku tidak mau hubungan kita berakhir gara-gara kita pacaran terus putus."

"Kamu benar, Mir. Mungkin aku terlalu terburu-buru, setelah aku lulus nanti aku mau melamarmu saja, saat itu mungkin hatimu sudah terbuka untukku." Ricki tersenyum hangat, dia masih berharap suatu hari nanti Miranda menjadi istrinya.

Miranda hanya tersenyum, dia sudah membayangkan betapa ruwetnya kalau dia nanti menikah, harus menghadapi ibunya yang pastinya punya kriteria sendiri.

Gadis itu berusaha menikmati senandung sang penyanyi yang menghibur mereka malam ini, dia tak mau memusingkan hal yang belum terjadi, siapa tahu mungkin suatu hari nanti Marni akan berubah baik dengannya.

Malam semakin larut mereka memutuskan untuk pulang, setelah mengantar Miranda, Ricki bergegas pulang ke kosannya sendiri.

"Baru pulang, Teh?" sapa Dadang melihat Miranda berjalan memasuki halaman.

"Eh ... A Dadang, iya. Ini Mira belikan makanan buat Aa." Miranda menyodorkan bungkusan berisi makanan yang sengaja dia beli buat Dadang.

"Ah ... Teteh mah baik pisan atuh." Malu-malu pemuda itu menerima pemberian Miranda.

Karena sering membantu, gadis itu menganggap Dadang sudah seperti keluarga sendiri, selain sopan dan lugu pemuda itu juga sangat baik pada semua penghuni kos.

Miranda melenggang masuk ke kamarnya, setelah membersihkan diri, ia pun beristirahat karena besok dia harus kembali bekerja.

Di tempat Ricki, pemuda itu tak bisa memejamkan matanya, dia masih memikirkan Miranda gadis yang ternyata tidak mudah ia taklukkan.

"Mira, aku harap suatu hari nanti kamu menjadi milikku ...," bisik pria itu pelan.

Perlahan mata pemuda itu terpejam dan larut dalam mimpi indah, mimpi menjadi kekasih Miranda, sesungging senyum bahagia menghias bibirnya dalam lelap.

Terpopuler

Comments

Ernieliza

Ernieliza

bagus

2024-08-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!