Miranda dan Maya

Jantung Miranda serasa mau copot mendengar suara musik yang begitu kencang, dengan terpaksa ia mengikuti langkah kaki Hendra yang berjalan di depannya.

Dia tak habis pikir apa enaknya pergi ke tempat seperti ini, suara music yang kencang lampu remang-remang, bagaimana bisa mengenali orang yang akan dicari pikirannya terus berkecamuk menilai kondisi club malam yang baru pertama ia datangi.

Anehnya si Hendra begitu mudah menemukan Lucky di tempat yang menurut Miranda sangat gelap, Hendra langsung menyapa temannya itu dan mereka pun duduk, Miranda terlihat begitu canggung dengan suasana di tempat itu.

"Akhirnya kamu berhasil membawanya, Bro?" ucap Lucky dengan senyum licik, wanita seksi di sampingnya merangkul pinggang pria maskulin itu.

"Oh... sebenarnya aku mau antar dia pulang setelah rapat tadi, makanya aku mampir sebentar aja udah malam kasihan juga besok dia harus kerja," sahut Hendra bersandiwara, sambil menyenggol lengan Miranda yang duduk di sampingnya agar mengamini ucapannya.

Miranda hanya mengangguk meski dia sebenarnya tidak mengerti apa tujuan Hendra membawanya ke sini.

"Minum Bro, sudah lama kita gak seperti ini!" Lucky menuang minuman beraroma alkohol yang sangat menyengat dan memberikan pada Hendra, dia juga membuatkan untuk Miranda.

"Jangan dia gak boleh minum!" larang Hendra sembari mengambil gelas yang untuk Miranda.

Melihat itu gadis itu merasa lega, dia tak mungkin meminum minuman yang baginya beraroma spirtus, dari aromanya sudah membuat hidungnya pengar, mungkin hanya menghirup aroma sudah membuat Miranda mabok.

Entah berapa gelas yang sudah mereka minum, sesekali Lucky menunjukkan adegan ciuman panas di depan mereka tanpa malu, membuat Miranda semakin tidak betah berada di sana.

"Pak saya ngantuk," bisik Miranda, dia memberanikan diri menyampaikan perasaannya.

"Hmmm... baiklah kita pulang, Lucky kami mau pulang dulu, ini sudan terlalu larut buat Miranda."

"Hah... kalau gitu kita barengan," Lucky melambai pada waitres meminta bil, setelah menyelesaikan pembayaran mereka pun keluar bersamaan.

Miranda berjalan paling belakang untuk menjaga jarak dengan Hendra, dan Lucky menggamit mesra wanita yang menemaninya.

"Aku ada kamar kosong," ucap Lucky memberi kode pada Hendra, dijawab dengan gelengan kepala.

"Tumben lu alim?" Lucky penasaran dengan sikap Hendra yang berubah.

"Aku lagi malas aja," sahut Hendra datar.

"Ok deh, see you." Lucky melambaikan tangan dan mereka masuk ke mobil masing-masing.

"Pak, saya sudah ngantuk." Miranda memberanikan diri bicara agar diantar pulang.

"Ya sudah kita pulang," jawab Hendra sambil menghidupkan mesin mobil.

Rupanya Miranda benar-benar mengantuk dan langsung terlelap, dia tak terbiasa tidur larut malam seperti ini, melihat gadis itu tidur ada rasa sesal di hati Hendra telah membuat gadis ini terjebak dalam kehidupan kacaunya.

"Maafkan aku Mir, entahlah aku melihatmu seperti melihat Maya istriku di masa muda," desah Hendra pelan, sayangnya meskipun dulu Maya terlihat cantik, sedikitpun ia tak tertarik.

Pernikahan mereka hanya status tanpa adanya cinta di dalamnya, hingga di usia sekarang Hendra mulai merasakan kehampaan dalam hidup, dan Maya tetap dalam pendiriannya meniti karir.

Bertemu Miranda seolah dia ingin mengulang kembali hal yang seharusnya ia lakukan pada Maya saat muda dulu, kini Maya semakin sulit dijangkau dan ia sudah bosan berpindah dari pelukan wanita satu ke wanita lainnya.

Mobil Hendra berhenti di depan tempat kos Miranda, gadis itu begitu nyenyak dalam tidurnya. Hendra tak kuasa membangunkan, dia kembali menghidupkan mesin mobil dan membawa Miranda ke suatu tempat.

Sebuah apartemen yang dulu sering Hendra gunakan untuk bersenang-senang dengan wanitanya, dia membawa Miranda ke sana karena dia pikir gadis itu bisa tidur dengan nyaman.

"Mir...." panggil Hendra pelan, beberapa kali ia membangunkan Miranda bergeming.

Akhirnya Hendra keluar dari mobil dan mengeluarkan Miranda, gadis itu seperti orang mabok yang tak sadar dipindahkan.

"Aku ngantuk," rengek Miranda yang terganggu saat Hendra memapahnya berjalan menuju lift.

Tibalah mereka di apartemen, Hendra menidurkan Miranda di kamar, kemudian dia pergi ke kamar satunya lagi untuk tidur, malam itu mereka menginap di apartemen yang sama meski tidur di kamar berbeda.

Alarm di ponsel Miranda berdering tepat pukul lima pagi, gadis itu terbangun mencari ponsel yang masih tersimpan di tas yang terletak di meja, ia baru sadar kalau saat ini dia tidak tidur di kamar kosnya.

Setelah mengambil ponsel dan mematikan alarm, Miranda mulai mencari tahu keberadaannya, ia melihat ke kaca ternyata berada di sebuah gedung yang tinggi.

"Apa aku ada di hotel?" Miranda bertanya dalam hati, ia mencari keberadaan Hendra yang tidak bersamanya.

"Apa aku tadi malam mabuk, argh...!!" Miranda menggaruk kepalanya.

Dari pada pusing ia memutuskan untuk mandi dan rencananya keluar dari tempat ini setelah Mandi, bau asap rokok menempel di baju dan rambutnya.

Suara gemericik air membangunkan Hendra, pria itu memeriksa jam sebelum bangkit dari ranjang, kemudian ke toilet mencuci muka dan buang air kecil.

Hendra keluar dari kamar duduk di sofa menunggu Miranda keluar, tak berapa lama gadis itu keluar dengan mengendap ia berencana pergi namun terkejut saat melihat Hendra di luar.

"Sudah bangun?" tanya Hendra datar.

"Loh... Bapak ada di sini?" Miranda malah bengong.

"Aku yang membawamu ke sini, kamu kayak orang mabok, padahal yang minum alkohol aku tapi malah kamu yang gak sadar," protes Hendra, Miranda menunduk malu.

"Kalau begitu saya pulang saja, Pak." Miranda berusaha untuk lepas dari Hendra.

"Nggak usah, kita ngator sama-sama saja setelah sarapan," larang Hendra.

"Tapi Pak, saya belum mengganti baju."

"Di dalam lemari itu ada pakaian wanita kamu pilih yang cocok buat ganti."

Miranda masuk kembali ke kamar memeriksa lemari, benar ternyata ada beberapa stel pakaian wanita di sana, ia pun memilih untuk ia kenakan.

"Apa istri Bapak nggak marah bajunya saya pakai?" tiba-tiba Miranda sudah muncul di pintu dengan pakaian baru.

Hendra menatap takjub melihat penampilan Miranda berubah setelah memakai pakaian yang ia suruh, mata pria itu tak berkedip membuat gadis itu merasa tidak nyaman.

"Apa baju ini tidak cocok buat saya, Pak?" Miranda mau menukar bajunya jika terlihat aneh di mata Hendra.

"Oh... nggak... anu... kamu cocok pakai pakaian seperti itu, terlihat lebih elegan dan dewasa, mulai hari ini aku mau kamu menggunakan pakaian seperti ini saat ke kantor!" tegas Hendra menutupi rasa kagumnya.

"Tapi Pak..."

"Nggak ada tapi, jadi asistenku harus rapi dan menarik, bawa saja semua baju itu pulang, orangnya juga gak bakalan datang lagi."

Miranda tak berani protes, ia memilih diam dan mengikuti titah tuannya yang kadang baik kadang menakutkan.

Mereka turun untuk sarapan di restoran bawah sebelum berangkat ke kantor, sesekali Hendra melirik memperhatikan saat Miranda tak sadar bahwa ia mulai membuatnya tertarik.

**** Bagaimana kelanjutan Miranda dengan Hendra? apakah akan terjadi sesuatu diantara mereka berdua\, tunggu bab berikutnya ya.... ****

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!