Semenjak hari itu sikap Hendra tak lagi kasar pada Miranda, ditambah lagi gadis itu bisa mengerjakan semua pekerjaan yang ia berikan, Hendra sangat puas dengan kinerja Miranda yang cepat belajar dan menyesuaikan diri.
"Mir, nanti malam temani aku entertain klien ya!" pinta Hendra saat Miranda berkemas sebelum pulang.
"Rapat lagi, Pak?" Miranda memastikan tugasnya.
"Nggak, makan malam habis itu kita open room, kamu pakai baju pesta jangan baju kantor ya," pesan Hendra.
"Pesta, tapi nggak pakai minum alkohol kan Pak?"
"Kamu nggak perlu minum, biar aku saja." Hendra membaca kekhawatiran di wajah Miranda.
"Baik Pak, jam berapa kita pergi dan nanti ketemu di mana?"
"Aku jemput setengah tujuh ya."
Miranda setuju kemudian berpamitan pulang lebih dulu, sementara Hendra masih berkutat dengan beberapa berkas di meja kerjanya sambil menunggu waktu untuk rapat malam nanti.
Malam mulai merayap suasana di kantor hanya tinggal Hendra dan satpam yang berjaga di luar, pria itu melirik jam di tangan kemudian bangkit meninggalkan ruangan, dia menyempatkan diri mencuci wajah sebelum pergi ke parkiran.
Ia mengambil baju ganti yang tergantung di belakang, kemudian mengganti bajunya di dalam mobil, menyemprotkan parfum ke tubuh membuatnya kembali segar.
Ia menyalakan mesin mobil setelah mengirim pesan pada Miranda agar bersiap, mobil melaju sedang dengan iringan musik klasik membuat suasana begitu tenang.
Mobil berhenti di tempat kos Miranda, bunyi klakson membuat gadis itu berjingkat keluar dari kamar dan berjalan menuju mobil, sebelum pergi Miranda menitipkan kunci pada penjaga kos karena Ricki mau datang meminjam laptop.
"A tolong nanti kasih Mas Ricki ya, dia mau minjam laptop," pesan Miranda dijawab anggukan sopan oleh pemuda itu.
Miranda masuk mobil kemudian pergi ke tempat pertemuan, seperti biasa Hendra tak banyak bicara membuat gadis itu sedikit canggung.
"Kamu sudah berubah sekarang." Tiba-tiba Hendra bersuara saat mereka telah berhenti di parkiran sebuah hotel.
"Hah... maksud Bapak?" Miranda bingung.
"Penampilanmu sudah gak kayak anak kecil lagi."
Miranda memperhatikan dirinya sendiri, dia memang mulai mengikuti cara berpakaian wanita kantoran pada umumnya, ternyata diam-diam Hendra memperhatikan setiap perubahan asistennya itu.
"Cobalah memakai make up tipis, biar makin cantik." Hendra membuka pintu dan keluar.
Pujian itu membuat dada Miranda hangat dan pipinya merona, cepat dia keluar mengikuti bosnya yang berjalan lebih dulu, mereka masuk ke sebuah ruang vvip di mana telah menunggu dua pria bule di temani pelayan.
Melihat Hendra datang kedua pria itu langsung bangkit menyalami Hendra dan Miranda kemudian mereka pun duduk, Miranda hanya menjadi pendengar dia tidak tahu apa yang Hendra dan tamunya bahas, sesekali dia tersenyum saat pria bule itu tersenyum padanya.
Setelah pembicaraan serius selesai ketiganya bersalaman kemudian berlanjut dengan alunan musik yang diputar tanda mereka akan bersenang-senang, aroma alkohol mulai menyebar saat botol minuman dibuka, salah satu pria bule itu menawarkan satu gelas wine pada Miranda.
Gadis itu terpaksa menerima meski tak berani meminum, Hendra mendekat lalu mengulurkan tangan meminta gelas wine dari tangan Miranda dan meletakkan di meja kemudian berbisik.
"Menarilah denganku biar mereka gak menyuruhmu minum."
Ajakan Hendra membuat Miranda terkejut, namun tangan pria itu menariknya mendekat, kemudian tangan Hendra memegang pinggulnya dan mulai berdansa pelan.
Jantung Miranda berdegup kencang seketika tangannya berkeringat berada begitu dekat dengan sang bos, melihat Hendra berdansa kedua bule bersorak dan ikut berdansa.
"Kamu pernah dansa?" tanya Hendra melihat Miranda ternyata mampu mengimbangi gerakannya.
Gadis itu hanya menggeleng pelan, dia tak sanggup berkata-kata bibirnya kelu jantungnya masih berdetak kencang seolah mau loncat dari tempatnya.
Apa lagi saat tatapan mata mereka beradu, jantung Miranda seolah tersengat ribuan lebah, tatapan yang tak biasa mengingatkan ia pada Juragan Agus.
Miranda menarik tangannya dan menghentikan dansa niat hati mau minum untuk menghilangkan rasa gugup ternyata dia malah mengambil gelas wine dan langsung meminum sampai habis.
Hendra terkejut melihat Miranda menghabiskan wine dalam sekali teguk, gadis itupun tak kalah kaget saat rasa asam campur panas melalui tenggorokannya.
Pria bule bersorak senang melihat Miranda menghabiskan wine mereka mengisi lagi gelas kosong gadis itu.
Miranda tersenyum sambil menahan panas ditenggorokan, dengan cepat Hendra memberinya minum air mineral dan mengajak duduk.
"Kamu gila ya, minum sebanyak itu," bisik Hendra setengah kesal.
"Maaf salah ambil," sesal Miranda.
Dentuman suara musik semakin kencang, kepala Miranda mulai pusing, wajahnya memerah, tanpa sadar dia menyandarkan kepala di pundak Hendra.
"Kamu mabok, Mir?" Hendra menyentuh wajah Miranda yang hangat.
Dua bule itu menanyakan kondisi Miranda yang terlihat lemas, Hendra mengatakan kalau gadis itu belum pernah minum wine, kedua pria itu meminta maaf dan menyuruh Hendra membawa gadis itu ke kamar.
Hendra mengambil kunci kamar hotel yang diberikan salah satu pria bule lalu membawa Miranda pergi dari sana, sambil terhuyung gadis itu memeluk Hendra agar tak terjatuh.
Kepala Miranda semakin berat, wajah dan kupingnya terasa panas, hingga saat tiba di kamar ia tak mampu lagi menopang tubuhnya, untung saja Hendra memeganginya dan membopong ke atas ranjang.
Ponsel Hendra berdering, salah satu pria bule menanyakan kondisi Miranda dan menyuruh Hendra memakai kamar itu untuk istirahat malam ini.
Hendra meletakkan ponsel di meja lalu menatap Miranda yang tengah terpejam, tangannya menyentuh bibir gadis itu yang sangat mirip Maya di masa muda.
"Ah... Miranda kenapa kau begitu mirip dengan dia," desahnya pelan.
Miranda bergerak membuat roknya tersingkap, menampakkab kulitnya yang putih membuat darah Hendra berdesir hangat, tangannya mulai mengusap pelan gadis itu menggeliat.
Hendra mendekatkan wajah membelai lembut wajah gadis itu, kemudian dia tersadar dan menarik diri lalu berjalan ke sisi ranjang yang lain membaringkan tubuhnya menjaga jarak dari Miranda.
Keduanya sama-sama terlelap sampai pagi, dan terbangun saat alarm di ponsel Miranda berbunyi, gadis itu tersentak mendapati dirinya di kamar hotel berdua dengan Hendra satu ranjang.
Cepat-cepat ia mematikan bunyi alarm agar Hendra tak terbangun, ia mencoba mengingat kejadian semalam dengan kepala masih terasa berat.
Melihat Hendra masih berpakaian lengkap ia sedikit tenang, artinya tidak terjadi apa-apa tadi malam saat ia tidak sadar.
"Tidurlah, kepalamu masih sakit kan?" suara Hendra yang serak membuat Miranda terkejut.
Pria itu kembali tidur sambil membelakangi Miranda, gadis itu pelan-pelan kembali berbaring dan membelakangi Hendra, kepalanya memang terasa pusing jadi dia memilih tidur sampai pusingnya hilang.
Apa yang akan terjadi setelah ini, tunggu di bab selanjutnya ya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments