Sebuah rasa

Miranda menoleh ke arah rumah Firman dari dalam mobil sampai tak dapat lagi melihat rumah sahabatnya itu, mobil yang membawanya terus melaju membelah jalanan kota yang mulai padat dengan berbagai macam kendaraan lalu lalang.

Perjalanan ke bandara membutuhkan waktu kurang lebih lima jam, Miranda lebih banyak diam sambil memandangi mobil-mobil besar yang menyalip mobil yang ia tumpangi, sementara juragan Agus lebih banyak berbincang dengan sopir membahas pekerjaan.

"Tidurlah, perjalanan masih jauh, nanti kubangunkan saat kita berhenti makan siang," ucap juragan Agus, Miranda mengangguk setuju.

Gadis itu menyandarkan kepala, aroma wangi parfum mobil dan dinginnya AC membuat mata indahnya lelah kemudian ia pun terlelap dan terbuai dalam mimpi.

"Dasar anak gak tahu diri! capek-capek aku besarin kamu, ini yang kau lakukan sama Ibu hah!" pekik Marni geram memukuli Miranda.

"Ampun Ibu, ampun!" Miranda menangis menahan pukulan sang ibu yang kian bertubi-tubi.

"Mir ..., Mira!"

Tubuh Miranda berguncang, ia tersentak lalu membuka mata, juragan Agus memegang bahunya sambil mengguncangnya pelan.

"Argh ...." Miranda mengerjapkan mata merasakan sesak di dada, rasanya begitu nyata, bahkan dalam mimpipun wanita itu terus menyakitinya.

Juragan Agus memeluk lalu mengusap punggung Miranda dengan lembut, mencoba menenangkan, wajah gadis itu pucat ketakutan.

"Sudah, itu hanya mimpi, ada aku di sini," hibur juragan Agus lembut.

Napas Miranda mulai teratur, meski merasa nyaman perlahan ia melepaskan diri dari pelukan juragan Agus, pria itu mengenggam tangan kecilnya dengan hangat, tatapan matanya sangat lembut.

"Mimpi apa?" tanya pria itu pelan.

"Aku mimpi dipukuli Ibu," jawab Miranda sendu menunduk.

"Sebegitu burukkah perlakuan ibumu?"

"Kadang, saya merasa kalau bukan anak kandung Ibu, perlakuanya padaku sangat berbeda dengan adik-adikku."

Juragan Agus mengusap kepala gadis malang itu, dia ingin melindunginya sayang gadis itu tak menerima dirinya.

"Pergilah, temukan bahagiamu, aku akan mengabarimu apapun yang ingin kau ketahui tentang keluargamu."

"Terima kasih, Mas!"

Miranda memeluk juragan Agus dengan erat, lalu menangis di dada pria itu menumpahkan rasa sedih, haru yang berkecamuk di hatinya.

"Juragan, kita istirahat dulu ya, saya mau ke toilet," pamit supir sambil membelokkan mobil ke sebuah rest area.

"Ok, kalau kamu mau merokok atau butuh sesuatu pergilah," pesan juragan Amir sebelum sopir itu keluar dari mobil.

Setelah sang sopir keluar, juragan Agus mengusap air mata Miranda sambil tersenyum, tatapan mata pria itu membuat gadis itu tenang dan mulai tersenyum.

"Kamu cantik kalau tersenyum, jangan sedih lagi," hibur juragan Agus.

Pria itu mendekatkan wajahnya, Miranda tak mengelak saat bibir mereka bertemu, desir hangat menyeruak di dada, membiarkan pria itu menikmati bibir mungilnya, ia memberanikan diri memeluk tubuh kekar dengan aroma musk sambil menikmati rasa yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.

Tangan kekar itu mulai menelusup di balik baju Miranda, menyentuh lembut milik sang gadis yang belum pernah terjamah oleh pria manapun.

Juragan Agus menghentikan aksinya saat sang sopir sudah kembali, pria itu tak langsung masuk mobil karena masih menghabiskan sisa rokok yang ia hisap, kesempatan itu di gunakan juragan Agus dan Miranda memperbaiki baju dan kembali duduk seperti semula.

"Mmm ... mana nomor rekaningmu." Juragan Agus mengalihkan suasana canggung di antara mereka.

Miranda membuka tas, mengeluarkan sebuah buku tabungan dan menyerahkan pada juragan Agus, sang sopir pun kembali masuk ke mobil dan mereka kembali melanjutkan perjalanan.

Setelah menyimpan nomor rekening, pria itu kembali menyerahkan buku tabungan pada Miranda, kemudian ia membuka mobil banking dan mentransfer sejumlah uang ke rekening sang gadis.

"Kalau kamu butuh uang jangan segan menghubungiku," pesannya sambil tersenyum pada Miranda.

"Juragan nggak lapar?" tanya sopir menyela.

"Ya ... lapar, cari rumah makan yang nyaman, kita istirahat sambil makan siang."

Mendengar titah tuannya sang sopir mengangguk, kepalanya celingukan mencari-cari rumah makan di sepanjang jalan yang mereka lalui.

Mobil pun berhenti di sebuah restoran, mereka turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam, dan memilih duduk di balkon lantai dua sambil menikmati pemandangan jalanan, sang sopir memilih duduk menjauh karena ia merokok, sementara juragan Agus tidak merokok.

Setelah memesan makan, Miranda minta izin ke kamar kecil, gadis itu termangu di depan kaca wastafel yang ada di kamar kecil, ia menyentuh bibirnya yang terlihat memerah, sesaat bulu tubuhnya meremang mengingat apa yang terjadi antara dia dengan juragan Agus.

"Mir ...!"

Miranda terkejut mendengar suara ketukan pintu dan panggilan juragan Agus, gadis itu segera membuka pintu melihat pria itu berdiri cemas.

"Kamu baik-baik saja, kan?"

"Iya." Miranda melangkah keluar berjalan kembali ke meja tempat mereka duduk.

Hidangan telah tersaji di meja, pria itu mengambil piring lalu mengisi dengan nasi dan memberikan pada Miranda, dia benar-benar memanjakan gadis itu sebelum pergi.

Miranda mulai menikmati makan siangnya, sang sopir juga makan dengan lahap di ujung sana. Sesekali Miranda mencuri pandang pada juragan Agus, pria itu tengah menikmati makanannya dengan wajah sedikit berpeluh karena kepedasan. Pria itu menatap Miranda dengan cepat gadis itu mengalihkan pandangan.

"Makan yang banyak, biar kenyang." Juragan Agus menyendok lauk meletakkan di piring Miranda.

"Sudah Mas, ini kebanyakan nanti gak habis." Miranda menolak saat juragan Agus mau menambahkan lagi lauk di piringnya.

Usai makan mereka kembali melanjutkan perjalanan, keduanya saling diam, Miranda menatap jalanan, juragan Agus sesekali memeriksa ponsel untuk membalas pesan yang masuk.

Tak terasa perjalanan mereka pun telah sampai di tujuan, juragan Agus menggenggam tangan Miranda sebelum gadis itu pergi dari sisinya. Mereka berdua turun dari mobil, dan sang sopir memarkirkan mobilnya.

"Mira, aku mengantarmu sampai di sini, nanti kamu masuk cari tempat check in sesuai maskapai, lalu tunjukkan ini pada petugas biarkan kopermu masuk bagasi, kamu bisa kan?" Juragan Agus memberi tahu proses sebelum naik pesawat.

"Setelah tiba di sana, kamu naik taksi tunjukkan alamat ini, jangan lupa kabarin aku," pesan pria itu lagi, Miranda mengangguk pelan.

"Saya pergi dulu Mas, terima kasih untuk semua ini." Miranda memeluk pria di depannya tanpa canggung.

Gadis itu berjalan mengikuti para penumpang lain, dia menoleh juragan Agus sebelum masuk ke ruang check ini, memberikan senyuman terakhirnya pada pria yang telah menciptakan rasa baru dalam hidupnya.

Juragan Agus pun melambaikan tangan sampai bayang Miranda menghilang, kemudian pria itu menghubungi sopir agar menjemputnya di tempat tadi mereka turun.

Perjalanan baru akan di mulai, bagaimana kisah Miranda di tempat barunya? apa yang terjadi pada Marni saat tahu anak gadisnya telah pergi? ikuti kisah lanjutannya ya, jangan lupa like dan komennya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!